judul gambar
BulelengHeadlinesTokoh

Komang Anik, Gagas Tempat Pendidikan yang Bayarannya Pakai Sampah di Buleleng

Buleleng, LenteraEsai.id – Prihatin sekaligus peduli dengan masa depan anak-anak yang cukup banyak mengalami putus sekolah di desanya, Komang Anik Sugiani mencetuskan program pendidikan gratis bagi anak-anak usia sekolah yang tergolong kurang mampu.

Wanita penduduk Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali bagian utara, kemudian berusaha keras untuk dapat mewujudkan keinginannya itu bersama tim yang tergabung dalam  Yayasan Project Jyoti Bali.

Awalnya program pendidikan gratis tersebut hanya berupa kegiatan komunitas yang diberi nama ‘Social Project Jyoti’, yang dibangun bersama empat orang temannya pada tahun 2016.

Namun seiring berjalannya waktu, yakni setelah Komang Anik Sugiani berhasil menyelesaikan pendidikan doktornya (S3) di Kampus Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, komunitas yang dibangun bersama temannya berhasil mendapat legalitas dan naik status menjadi sebuah yayasan di tahun 2020.

Di balik kemunculan idenya, Anik mengatakan bahwa apa yang dikerjakannya bersama rekan, berawal dari merasa prihatin melihat anak-anak di desanya yang harus putus sekolah saat mengenyam pendidikan di tingkat SD atau SMP. Akibatnya, tidak sedikit kemudian, terutama yang wanita, memilih untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga.

“Ya.., sebagian besar memilih untuk menjadi asisten rumah tangga. Dan mungkin hanya itu lahan pekerjaan yang siap menampung mereka yang hanya lulusan SD atau SMP,” ujarnya dengan sorot mata menerawang jauh ketika berbincang dengan awak media melalui zoom, Selasa (12/9/2023).

Melihat itu, Anik dan beberapa temannya tahu persis tentang kondisi anak-anak di desanya, yang tidak sedikit harus putus pendidikan di tengah jalan karena umumnya orang tua mereka mengalami keterbatasan ekonomi.

“Terus terang, saya satu-satunya warga yang berpendidikan S3 di sini. Karenanya, saya tergerak untuk membuat wadah bahwa tonggak dari perubahan kehidupan adalah pendidikan,” kata dosen di Politeknik Ganesha Guru tersebut sembari mengungkapkan, yayasan akhirnya berhasil mendirikan tempat pendidikan yang diberi nama ‘Taman Pintar’.

Kegiatan yang diadakan di Taman Pintar sangatlah beragam. Terdapat kelas menari pada hari Senin, kelas yoga pada Selasa, dan kegiatan go green and clean pada hari Rabu. Selain itu ada pula kelas bela diri karate pada Kamis dan Jumat, kelas seni budaya pada Sabtu, serta kelas pembelajaran (bahasa Inggris, matematika, bahasa Indonesia) pada hari Minggu.

Uniknya, siswa yang datang belajar hanya perlu membawa sampah sebagai ‘uang pendidikan’ ke Taman Pintar. Sampah yang dibawa anak didik bisa berbentuk organik ataupun anorganik. Ini dilakukan Anik dan kawan-kawan agar siswa Taman Pintar bisa mendapatkan pengetahuan lewat proses belajar, serta memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungan.

Bayaran sampah tersebut nantinya akan dipilah, diolah dan dikelola menjadi barang bernilai ekonomis yang dapat ditukarkan dengan uang tunai, alat sekolah, maupun sembako. Sampah yang sering dibawa oleh anak-anak didik adalah sampah plastik, botol plastik bekas minuman, kertas, kardus dan beberapa yang lainnya.

Melalui Bank Sampah Sahabat Jyoti yang bernaung di bawah Yayasan Project Jyoti Bali, sampah anorganik berupa plastik, selanjutnya diolah menjadi batu bata ramah lingkungan atau ecobrick dan bantal alas duduk. Sementara sampah yang organik, diolah menjadi eco-enzyme yang nantinya dapat digunakan sebagai pupuk, disinfektan alami, cairan pembersih lantai, dan lain sebagainya.

“Tidak perlu kaya dulu untuk bisa membantu orang. Karena tidak hanya dari materi, tapi tenaga dan pikiran juga sangat dibutuhkan untuk dapat mengangkat warna kehidupan masyarakat menjadi lebih baik ke depannya,” ucap wanita kelahiran Tajun, Kabupaten Buleleng itu.

Inovasi yang dilakukan Anik dan kawan-kawan tercatat berjalan sukses dan diterima baik oleh masyarakat. Terbukti, cukup banyak anak-anak Taman Pintar yang tidak saja berhasil menorehkan prestasi di bidang pendidikan di sekolah, tetapi juga di dunia olahraga seperti lulus ujian kenaikan sabuk pada bela diri karate.

“Bagi saya pendidikan yang tinggi itu bukan hanya untuk memperkaya diri sendiri, tapi dapat berkontribusi untuk lingkungan sekitar,” ujarnya dengan mimik wajah penuh kebanggaan.

Atas kontribusi yang telah dilakukannya, Anik pada tahun 2021 dinobatkan sebagai salah satu penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards (SIA) Tingkat Provinsi dengan inovasinya ‘Agen of Change, Pembelajaran Gratis untuk Anak Pedesaan’.

“Yayasan ini adalah perjalanan hati buat saya, bagaimana nantinya saya itu berdampak bagi masyarakat, menjadi agen of change bagi masyarakat,” katanya, menyampaikan.

Tidak berhenti di situ, mimpi Anik selanjutnya adalah dapat mewujudkan sekolah gratis ‘Jyoti School’ yang dikhususkan untuk anak-anak kurang mampu. Anik berharap ada regenerasi yang dapat melanjutkan misinya sebagai agen of change untuk mengubah masa depan anak pedesaan menjadi lebih baik.  (LE/Vik)

Lenteraesai.id