Denpasar, LenteraEsai.id – Perbekel dan bendesa adat yang ada di wilayah Gunung Agung bersama Lembaga Pengelola Hutan (LPH) Desa Jungutan, Sebudi, Besakih, Anugrah Wisesa dan Desa Dukuh serta Forum Komunikasi Pemandu Wisata Gunung Agung, sepakat mendukung kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster melarang wisatawan dan masyarakat umum melakukan pendakian ke Gunung Agung.
Namun demikian, mereka minta larangan dikecualikan untuk kepentingan upakara, upacara adat, penanganan bencana, pendidikan, penelitian, dan reboisasi.
Kesepakatan dan dukungan secara kompak tersebut disampaikan langsung di hadapan Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Karangasem Gede Dana pada Senin (Soma Wage, Kulantir) 12 Juni 2023, di Gedung Gajah Jaya Sabha, Denpasar.
Perbekel dan bendesa adat yang ada di wilayah Gunung Agung bersama Ketua Lembaga Pengelola Hutan, dan Ketua Forum Komunikasi Pemandu Wisata Gunung Agung, menyatakan sangat mendukung kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster, karena Murdaning Jagat Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini memiliki tujuan mulia untuk menjaga kesucian Gunung Agung secara niskala dan sakala agar aura taksu Bali tetap terjaga sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Sejumlah teks susastra Bali, baik yang disurat dalam lontar maupun prasasti tembaga dan kayu, menyebut Gunung Agung dengan nama Tolangkir, yang berarti ‘Dia Yang Maha Tinggi, Maha Mulia, sekaligus Maha Agung’. Kawasan Gunung Agung yang disucikan, juga terdapat Pura Agung Besakih, di mana pura terbesar di dunia ini disebut sebagai ‘huluning Bali Rajya’ atau hulu Kerajaan Bali.
Selain itu, Pura Agung Besakih juga disebut ‘madyanikang bhuwana’, pusat dunia. Karena itu, Besakih pada masa kerajaan Bali Kuno dikategorikan sebagai kawasan hila-hila hulundang ing basukih, yang berarti kawasan suci tempat memohon kerahayuan hidup (basuki) di hulu Bali, yang dilarang, dipantangan (hila–hila) untuk dilalui atau dimasuki secara sembarangan oleh siapa pun.
Atas dasar tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Karangasem Gede Dana bersama perbekel dan bendesa adat yang ada di wilayah Gunung Agung serta ketua Lembaga Pengelola Hutan hingga ketua Forum Komunikasi Pemandu Wisata Gunung Agung, menyetujui hasil Rapat Tata Kelola Pendakian Gunung Agung, yaitu: 1) Melarang wisatawan domestik dan mancanegara, serta masyarakat umum melakukan pendakian ke Gunung Agung; 2) Larangan dikecualikan untuk kepentingan upakara, upacara adat, penanganan bencana, pendidikan, penelitian, dan reboisasi; dan 3) Kawasan hutan di bagian bawah bisa dimanfaatkan, namun tidak boleh mendaki.
Guna mencari jalan keluar bagi pemandu wisata gunung setelah Agung ditutup, Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan kebijakan mengangkat semua pemandu pendaki Gunung Agung sebanyak 186 orang menjadi tenaga penjaga Wana Kerthi (hutan dan gunung) di kawasan Gunung Agung. Semua perbekel, bendesa adat, pemandu pendaki di wilayah Gunung Agung yang hadir dalam rapat bergembira atas kebijakan Gubernur Bali yang sangat bijaksana mengangkat semua pemandu menjadi tenaga penjaga hutan dan kesucian gunung. Diakhir pertemuan, semua menyampaikan terima kasih kepada Gubernur Bali Wayan Koster. (LE-DP)