Terdampak Covid-19, Pemandu Arung Jeram Beralih Jualan Kakul

I Wayan Artana Adi Putra sedang mencari kakul di persawahan daerah Rendang

Karangasem, LenteraEsai.id – Tak ingin terpuruk setelah dirumahkan dari tempatnya kerja, seorang pemandu rafting atau arung jeram asal Desa Rendang, Kabupaten Karangasem kini beralih profesi menjadi tukang cari kakul atau keong.

Upaya pencarian kakul atau keong liar di pinggiran sawah dan sungai tersebut, dilakukan I Wayan Artana Adi Putra guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

Bacaan Lainnya

I Wayan Artana Adi Putra yang sebelumnya adalah pekerja pada sebuah lahan usaha rekreasi arung jeram (rafting) di kawasan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, namun sejak dua pekan lalu dirumahkan sehubungan sepinya pengunjung terkait wabah Virus Corona (Covid-19).

Ditemui di rumahnya di Desa Rendang, Karangasem, Minggu (26/4), Wayan Artana mengatakan tak ada perasaan ragu sedikitpun di benaknya untuk memulai cara baru guna mendapatkan penghasilan setelah dirumahkan dari tempatnya bekerja.

Pria kelahiran 1990 itu mengaku akan berusaha semampunya dengan mengupayakan segala cara agar kebutuhan dapur dan kedua buah hatinya tetap tersedia.

“Sebelumnya saya pemandu arung jeram, tetapi karena terkena dampak Covid-19, saya harus dirumahkan,” ujarnya sembari menyebutkan bahwa  peluang ekonomi mencari kakul harus ditekuninya karena tidak mau hanya berpangku tangan menunggu uluran bantuan dari pemerintah.

“Bagaimana kami harus menunggu uluran bantuan dari pemerintah, sementara kebutuhan keluarga harus tetap tersedia,” ujar Wayan Artana dengan suara gegap, penuh semangat.

Untuk mendapatkan kakul atau keong dalam jumlah yang cukup, Wayan Artana harus turun ke pinggiran sungai dan persawahan pada pagi hari sebelum matahari terbit.  Petak demi petak sawah di sekitar kampung halamannya dijejaki untuk mencari dan mengumpulkan keong satu persatu.

Jika lagi beruntung, sekali turun Wayan Artana mampu mengumpulkan keong antara 10 sampai 20 kilogram. Untuk setiap keong yang dikumpulkan, akan dijual dengan harga Rp 10 ribu perkilogramnya.
Biasanya tak butuh waktu lama, keong hasil buruannya langsung ludes terjual, bahkan banyak juga warga yang sudah memesan sejak sehari sebelum pemburuan dilakukan.

Keong sendiri biasanya diolah menjadi sejumlah masakan seperti sate pusut atau lilit, atau digoreng bumbu pedas manis serta disayur bumbu santan dan lain-lain, sesuai dengan selera si pemasak.

Tidak sedikit warga yang mengatakan bahwa keluarga mereka cukup menyukai lauk-pauk yang terbuat dari bahan keong atau kakul sawah.  (LE-KR6)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *