Jakarta, LenteraEsai.id – Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Ikatan Media Online (IMO) Indonesia akhirnya sepakat membentuk tim khusus dalam rangka menelaah kembali RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diserahkan pemerintah ke DPR RI guna dilakukan pembahasan.
Kesepakan tersebut diperoleh pada acara FGD yang berlangsung di Cafe & Resto The Atjeh Connection, Sarinah Jakarta, Sabtu (29/2/2020) siang.
FGD IMO-Indonesia yang dilaksanakan DPW IMO-Indonesia DKI Jakarta menghadirkan sejumlah narasumber yang memiliki kepakaran di bidangnya masing-masing, di antaranya Helex Wirawan (ahli hukum dan ekonomi), Yuspan Zalukhu (akademisi & ahli hukum), Maskur Husain (advokat dan Ketua Umum DPP HPI), M Nasir Bin Usman (Sekjen DPP IMO), Ismet (Kementerian Hukum dan HAM) serta Yakub Ismail (Ketum DPP IMO Indonesi). Diskusi dimoderatori oleh Muliansyah selaku Ketua DPW IMO DKI Jakarta.
Sejumlah pengurus serta anggota dari IMO-Indonesia dan Himpunan Pewarta Indonesia (HPI), tampak hadir dan berbaur dengan para awak media massa yang memenuhi giat FGD siang itu.
Dalam sambutan pembuka yang disampaikan oleh moderator, dikatakan bahwa FGD tersebut digelar agar ada ruang diskursus bagi organisasi dan masyarakat pers untuk dapat menyampaikan pandangan serta masukan terkait RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang kini ramai diperbincangkan. Diskusi ini juga menjadi momentum bagi lintas sektor, khususnya industri media online.
Silang pendapat dan pandangan yang berjalan dari sesi pertama sampai akhir menjadi warna dalam dinamika FGD RUU Cipta Kerja Omnibus Law. Argumentasi yang dibangun oleh para narasumber dalam perdebatan, berjalan cukup alot sehingga mendapat atensi yang serius dari audience yang mengikuti jalannya FGD tersebut.
M Nasir Umar, salah seorang narasumber menyatakan, “Pemerintah sekarang terlihat sangat baik dengan pihak Pers. Akan tetapi anehnya, banyak yang tidak terakomodir khususnya bagi pengusaha pers padat karya yang seolah di anak tirikan pemerintah melalui Dewan Pers dengan berbagai aturan yang dirasakan cukup menyulitkan.”
Bahkan, menurut M Nasir, aturan yang disodorkan lewat Dewan Pers, ada yang tidak sejalan dengan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan bisa mengakomodir perusahan pers tanpa pilih kasih.
Hal yang berbeda disampaikan Ketua Umum DPP IMO-Indonesia Yakub F Ismail yang menyebutkan, terkait dengan rancangan UU tersebut disampaikan Presiden Jokowi pada saat pidato perdana pascaterpilih untuk periode yang kedua, bahwasanya akan ada regulasi baru ‘Omnibus Law’
Sejak hal tersebut digulirkan ke ruang publik, dipenuhi oleh diskursus pada lintas sektor, di antaranya yang menyngkut dunia kerja terkait UU NO. 13 tentang Ketenagakerjaan. Bahkan, UU 40 tahun 1999 tentang Pers yang sudah hampir 21 tahun berlaku, juga menjadi bagian dari suatu hal yang disoroti dalam RUU Cipta Kerja,Omnibus Law.
Bahwasanya ada 2 pasal yang dikembangkan, yakni Pasal 11 tentang penanaman modal asing pada perusahaan pers, serta pasal 18 terkait sanksi denda menjadi sebesar dua miliar rupiah, ujarnya.
Yakub menuturkan bahwa hal tersebut juga bagian dari pra masyarakat global ke depan pascamasuknya Indonesia menjadi bagian dari MEA beberapa tahun yang lalu, tentu saja ini menjadi bagian dari konsekuensi yang menjadi tantangan sekaligus menjadi sebuah peluang baru bagi dunia usaha, khususnya industri media online dengan semangat nasionalisme untuk tetap menjadi tuan di negeri sendri.
Dengan jumlahnya yang mencapai ratusan ribu, saat ini industri media online tengah menatap dan menunggu omnibus law pada UU Pers untuk dapat lebih berpihak kepada media padat karya, agar ada kesempatan serta keadilan dalam berusaha di bidang media khususnya online. Sehingga mampu menjadi satu peluang untuk dapat menyerap tenaga kerja dalam bidang media yang juga dapat menjadi salah satu solusi dari sekian banyak program dan rencana pemerintah terkait pada penyediaan lapangan kerja, ujar Yakub.
Maskur Husen melihat RUU Omnibus Law masih menjadi silang pendapat. Dibilang wacana tetapi dirasa sebagai pengalihan isu karena saat membaca draft secara utuh pemerintah dapat mengubah UU, tiba tiba RUU Omnibus Law dapat memangkas UU Ketenagakerjaan, Pers, dll. “Ini peluang bagi kita untuk bersiap siap apabila ini diterima, kita harus mempunyai apa dan mengapa, supaya pers tidak dapat dilemahkan,” katanya.
Ahli hukum lain dan akademisi Helex Wirawan, ahli hukum dari kalangan akademis, mengatakan, Omnibus Law yang berakitan dengan industri media Pasal 11 dan 18 yang memiliki perubahan Pasal 11: Penanaman modal asing, memberi tantangan sekaligus peluang. Yang perlu diperhatikan adalah berapa besar dominasi asing dan indenpensinya. Pasal 18: menagtur perubahan tentang pasal 40 yang menghalangi Pasal 5 : aturan-aturan main pers, Pasal 9 : media harus berbadan hukum, Pasal 12 khusus media cetak harus memiliki badan yang jelas, Pasal 13 tentang iklan.”Melalui Omnibus Law campur tangan pemerintah semakin besar, ” ujar Wirawan.
Sedangkan narasumber lain Dr Yuspan Zalukhu melihat, “Bagaimana menakar RUU Cipta Kerja terkait IMO. Latar belakang kegiatan kita adalah berinisiatif untuk mendorong percepatan investasi di Indonesia, membuka lapangan kerja, yang mendorong dengan rencana program bahwa tujuan pemerintah adalah positif ada hal-hal yang menjadi pro kontra masyarakat terutama pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan UU yang direvisi, sehingga konsentrasi kita jangan terpaku pada 2 pasal itu, kita boleh menyampaikan aspirasi yang benar-benar real.”
“Awali dengan memahami dengan baik yaitu pasal 11 dan 18, bagaimana kita bisa melihat ini positif atau tidak, pahami dengan baik, memposisikan diri, mendukung atau menolak, serta kita harus dapay menyampaikan solusi,” kata Yuspan Zalukhu. (LE-JK)