Denpasar, LenteraEsai.id – Perkembangan teknologi digital telah membawa berbagai perubahan dalam cara manusia berkomunikasi, bekerja, dan bersosialisasi. Salah satu dampak yang paling terasa adalah kemudahan akses terhadap informasi dan interaksi sosial melalui media sosial. Platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok memungkinkan seseorang untuk terus memperbarui status, berbagi pengalaman, dan mengikuti perkembangan terbaru dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, di balik manfaat tersebut, terdapat fenomena psikologis yang semakin banyak dialami oleh pengguna media sosial, yaitu Fear of Missing Out (FOMO). FOMO merupakan perasaan cemas atau takut tertinggal dari tren, informasi, atau pengalaman sosial yang dialami oleh orang lain. Fenomena ini semakin relevan di era digital karena arus informasi yang begitu cepat dan tidak terbatas.
FOMO dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental seseorang. Perasaan takut ketinggalan sering kali memicu kecemasan, stres, dan bahkan depresi. Menurut Przybylski et al. (2013), FOMO berkaitan erat dengan rendahnya tingkat kepuasan hidup dan meningkatnya tekanan sosial. Orang yang mengalami FOMO cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial untuk memastikan bahwa mereka tidak tertinggal dari apa yang sedang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan ketergantungan digital yang berlebihan dan mengganggu keseimbangan antara kehidupan nyata dan dunia maya. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana FOMO dapat mempengaruhi kesehatan mental serta bagaimana cara mengatasinya agar tidak berdampak buruk dalam jangka panjang.
FOMO dan Kaitannya dengan Kesehatan Mental
FOMO dapat menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan mental, terutama dalam bentuk kecemasan dan stres. Menurut penelitian dari Rifkin et al. (2021), individu yang sering merasa FOMO memiliki kecenderungan mengalami tekanan psikologis yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengalami fenomena ini. Media sosial sering kali menjadi pemicu utama karena pengguna terus-menerus melihat aktivitas teman, selebriti, atau influencer yang tampaknya memiliki kehidupan lebih menarik. Akibatnya, individu merasa tidak puas dengan kehidupan mereka sendiri dan mengalami tekanan untuk terus mengikuti tren yang sedang berkembang.
Selain kecemasan, FOMO juga berhubungan erat dengan depresi. Sebuah studi oleh Scott dan Woods (2018) menemukan bahwa individu yang mengalami FOMO secara intens lebih rentan terhadap perasaan kesepian dan rendah diri. Hal ini disebabkan oleh perbandingan sosial yang tidak realistis yang sering terjadi di media sosial. Ketika seseorang melihat unggahan teman atau selebriti yang tampaknya bahagia dan sukses, mereka cenderung merasa kurang puas dengan pencapaian pribadi mereka. Ketidakpuasan ini dapat berkembang menjadi depresi jika tidak ditangani dengan baik.
Lebih lanjut, dampak FOMO juga dapat memengaruhi kualitas tidur seseorang. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Adolescence, individu yang sering merasa FOMO cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial sebelum tidur, yang pada akhirnya mengganggu pola tidur mereka (Alutaybi et al., 2020). Kurang tidur dapat memperburuk kondisi psikologis seseorang dan meningkatkan risiko gangguan mental seperti kecemasan dan depresi. Oleh karena itu, pemahaman tentang FOMO sangat penting dalam menjaga kesehatan mental, terutama bagi generasi muda yang sangat bergantung pada media digital.
Dampak negatif lainnya dari FOMO adalah munculnya pola konsumsi impulsif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dhir et al. (2018), individu yang mengalami FOMO cenderung memiliki kecenderungan untuk membeli produk atau mengikuti tren tertentu hanya karena takut tertinggal dari lingkungan sosial mereka. Hal ini dapat menyebabkan pengeluaran yang tidak terkontrol dan menciptakan tekanan finansial yang berkontribusi terhadap stres dan kecemasan. Dengan demikian, FOMO tidak hanya berdampak pada aspek psikologis, tetapi juga pada perilaku konsumsi dan kesejahteraan ekonomi individu.
Strategi Mengatasi FOMO di Era Digital
Untuk mengatasi dampak negatif FOMO terhadap kesehatan mental, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan membatasi penggunaan media sosial. Menurut sebuah studi dari Computers in Human Behavior (2021), individu yang mengurangi durasi penggunaan media sosial mereka mengalami peningkatan
kesejahteraan emosional. Dengan mengurangi waktu yang dihabiskan untuk melihat unggahan orang lain, individu dapat lebih fokus pada kehidupan nyata dan mengurangi tekanan sosial yang tidak perlu.
Selain itu, meningkatkan kesadaran akan diri sendiri dan praktik mindfulness juga dapat membantu dalam mengelola FOMO. Mindfulness merupakan teknik yang melibatkan kesadaran penuh terhadap apa yang sedang dialami tanpa menghakimi. Menurut penelitian oleh Brown dan Ryan (2003), praktik mindfulness dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepuasan hidup. Dengan memahami bahwa tidak semua yang ditampilkan di media sosial mencerminkan kenyataan, individu dapat lebih menerima dan menghargai kehidupan mereka sendiri tanpa perlu merasa tertinggal.
Terakhir, membangun hubungan sosial yang lebih bermakna di dunia nyata juga dapat membantu mengatasi FOMO. Sebuah penelitian dari International Journal of Environmental Research and Public Health (2020) menunjukkan bahwa interaksi sosial langsung dengan keluarga dan teman dapat mengurangi perasaan kesepian serta meningkatkan kesejahteraan mental. Dengan lebih banyak berfokus pada hubungan yang nyata daripada yang hanya terjadi di dunia digital, individu dapat merasa lebih puas dengan kehidupan mereka sendiri tanpa harus terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain.
Selain itu, penting bagi individu untuk mengembangkan rasa syukur (gratitude) atas apa yang mereka miliki. Menurut Emmons dan McCullough (2003), praktik bersyukur dapat meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi perasaan iri terhadap kehidupan orang lain. Dengan fokus pada pencapaian dan pengalaman pribadi, seseorang dapat lebih menghargai kehidupan mereka sendiri tanpa merasa perlu mengikuti standar yang ditetapkan oleh media sosial.
FOMO merupakan fenomena yang semakin marak terjadi di era digital, terutama sebagai akibat dari penggunaan media sosial yang berlebihan. Rasa takut akan ketinggalan informasi terbaru, tren, atau pengalaman yang dibagikan orang lain dapat memicu berbagai dampak negatif bagi kesehatan mental, seperti meningkatnya tingkat kecemasan, stres, bahkan risiko mengalami depresi. Selain itu, FOMO juga dapat memengaruhi kualitas tidur seseorang, yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan emosional dan produktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, memahami dampak negatif dari fenomena ini menjadi hal yang sangat penting, terutama bagi mereka yang aktif menggunakan media sosial.
Untuk mengurangi efek buruk FOMO, individu perlu menerapkan berbagai strategi yang efektif, seperti membatasi waktu penggunaan media sosial, mengembangkan kesadaran diri melalui praktik mindfulness, memperkuat interaksi sosial di dunia nyata agar tidak terlalu bergantung pada interaksi digital, serta melatih rasa syukur atas pencapaian dan kehidupan yang dimiliki. Dengan langkah-langkah tersebut, seseorang dapat lebih fokus pada kesejahteraan diri sendiri, mengurangi tekanan sosial yang tidak perlu, dan menjaga kesehatan mental di tengah arus informasi yang begitu cepat di era digital ini. (LE-VJ)