Karangasem, LenteraEsai.id – Semenjak dibukanya jalur penyeberangan Ketapang Banyuwangi – Lembar Nusa Tenggara Barat (NTB), banyak kapal besar jenis ferry yang lewat di jalur laut di wilayah Bali bagian timur.
Lalu lalangnya kapal penyeberangan tersebut cukup dikeluhkan oleh para nelayan, terutama mereka yang biasa menangkap ikan di perairan laut kawasan Bunutan, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem.
Sejumlah nelayan mengeluh karena jaring yang mereka tebar untuk menangkap ikan, sering dirabas atau diseret oleh kapal besar yang lewat dengan kecepatan cukup tinggi. Akibatnya, jaring ikan terputus dan kusut.
I Wayan Medi Yasa, salah seorang nelayan asal Banjar Dinas Lean, Desa Bunutan, Kecamatan Abang saat dikonfirmasi, Minggu (21/3) mengatakan, hampir seluruh nelayan yang ada di daerahnya mengeluh karena jaringnya diseret kapal.
Tidak hanya nelayan dari Desa Bunutan, namun beberapa nelayan asal Lombok NTB juga mengaku mengalami hal serupa. Bahkan tidak hanya terputus dan kusut, tetapi juga ada beberapa jaring yang hilang ‘tersapu’ badan kapal yang berlari cukup kencang.
“Hampir setiap hari ketika kami menebar jaring untuk mencari ikan di pagi hari, selalu saja ada kapal yang lewat terus menyeruduk dan menyeret jaring yang kami pasang,” kata Madi Yasa dengan menjelaskan, tapi ada juga pengemudi kapal yang mengerti, kalau ada jaring, kecepatan kapalnya dikurangi atau bahkan menghindari jaring yang membentang dengan tanda-tanda tertentu di perairan.
Medi Yasa menambahkan, kerugian yang dialami oleh para nelayan akibat jaringnya diseruduk dan diseret kapal, mencapai jutaan rupiah. “Harga jaring seperti ini mahal lho mas,” katanya sambil menunjukkan jaring rusak dan kusut yang tengah diperbaiki.
Ia mengungkapkan, harga satu karung jaring minimal Rp3 juta, bahkan ada teman nelayan yang lain sampai tiga karung jaringnya yang telah dirabas dan diseret oleh kapal. “Bisa dibayangkan, berapa kerugiannya,” kata Medi Yasa sambil geleng-geleng kepala.
Medi Yasa yang mewakili beberapa nelayan Kabupaten Karangasem berharap jam-jam keberangkatan kapal dapat dimajukan atau dimundurkan, di luar jam para penalayan menebar jaring pada dinihari hingga pagi hari, setiap harinya.
Atau kalau masih seperti jam yang diberlakukan sekarang, hendaknya laju kecepatan kapal dapat dikurangi. “Jadi adalah kesempatan bagi para nelayan untuk bisa menebar jaring di laut, seperti halnya sebelum adanya banyak kapal yang lewat di wilayah kami ini,” ucapnya, mengharapkan.
Ditanya mengenai waktu nelayan nenebar jaring, baik Medi Yasa maupun beberapa nelayan yang lain menyebutkan, sudah seperti biasanya jaring mulai ditebar pada pukul 04:00 sampai pukul 08:00 Wita.
“Jadi paling lambat jaring yang kami tebar sudah harus kami tarik pada pukul 08.00 Wita,” kata Medi Yasa sembari kembali mengharapkan, kalau mungkin, kapal-kapal ferry tidak lewat di perairan Bunutan pada jam-jam itu. (LE-Jun)