judul gambar
DenpasarHeadlines

Penari Rangda Tewas Tertusuk Keris, Kelian Adat: Korban Kerauhan

Denpasar, LenteraEsai.id – Peristiwa berdarah kembali menimpa seorang penari yang ‘menyolahkan’ tapel rangda. Kali ini, ia tewas tertusuk keris di arena ‘pegelaran’ di sebuah rumah di Jalan Sutomo Nomor 44, Banjar Belong Gede, Pemecutan Kaja, Kota Denpasar pada Kamis (4/2) dini hari sekitar pukul 01.00 Wita.

Kepada sejumlah awak media massa di Denpasar pada Jumat (5/2/2021), Kepala Kewilayahan Banjar Belong Gede I Made Rispong Artha Sudanegara membenarkan adanya peristiwa tragis yang muncul di wilayahnya itu.

Seorang pria pelajar SMA berusia 16 tahun berisial GNEP, meninggal dunia karena tertusuk keris pada ritual ‘Napak Pertiwi’, serangkaian pujawali rahina Pagerwesi pada Rabu (3/2/2021) yang berlanjut sampai Kamis dini hari, 4 Februari 2021, ucapnya.

“Pada dini hari itu, dilaksanakan ritual ‘Napak Pertiwi’. Dan remaja GNEP ‘nyolahan’ tapel rangda lengkap dengan atributnya. Kemudian ada sejumlah orang yang berperan sebagai pepatih pengrancab, yang menusukkan keris ke bagian tubuh rangda secara bergantian,” kata Made Rispong.

Saat itu, lanjut dia, remaja GNEP yang menari dalam keadaan kerauhan atau kesurupan, tiba-tiba roboh tersungkur ke permukaan tanah.

Melihat itu, sekee gambel tetabuhan yang mengiringi, sepontan terjun melakukan pertolongan. Namun begitu topeng dan busana rangda yang dikenakan GNEP dibuka, terlihat ada darah segar yang mengucur dari bagian tubuh sang penari itu,” ujar Made Rispong yang didampingi Kelian Adat Belong Gede I Gede Jaya Atmaja.

Made Rispong menyayangkan bahwa pemberitaan yang terlanjur beredar menyebutkan bahwa lokasi tewasnya GNEP di sebuah pura di wilayahnya. Padahal, realitanya remaja itu tewas di sebuah rumah pribadi, namun memiliki beberapa ‘Tapakan’.

Selanjutnya Jaya Atmaja menambahkan, tewasnya penari rangda dikarenakan luka tusukan keris yang dilakukan ‘pepatih pengrancab’ rupanya tepat mengenai jantung korban, sehingga seketika mengucurkan darah segar.

“Setelah ditolong tukang gambelan, korban kemudian langsung dibawa ke Rumah Sakit Wangaya, namun petugas medis setempat menyatakan korban sudah meninggal dunia,” ujarnya.

Jaya Atmaja melanjutkan, saat sedang menari rangda, sejumlah saksi mengatakan korban yang tinggal di Kuta-Badung itu dalam kondisi kerauhan. Saat itu, musik gambelan sangat keras bertalu-talu, sehingga kejadian tidak terpantau dengan jelas.

“Baru ketika korban tersungkur roboh, sejumlah tukang gambelan ‘byang-byung’ melakukan pertolongan dengan membawa korban ke rumah sakit, namun nyawanya tidak berhasil diselamatkan,” katanya.

Pada akhir perbincangan, ia menyebutkan, tempat meninggalnya remaja GNEP bukanlah sanggar dan bukan pula pura desa, melainkan ‘Petapakan’ di mana ada wujud barong dan rangda yang disungsung.

“Ada Tapakan Ida Bhatara Ratu Dalem Ped yang disungsung, dan ritualnya Napak Pertiwi setiap enam bulan sekali,” kata Jaya Atmaja, menuturkan. (LE-DP)

Lenteraesai.id