Denpasar, LenteraEsai.id – Upaya hukum banding yang diajukan penasihat hukum Harijanto Karjadi (66), terpidana dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan, diterima oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar.
Artinya, PT Denpasar membatalkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1257/Pid.B/2019/PN Dps, tanggal 21 Januari 2020 yang sebelumnya menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun untuk Harijanto Karjadi.
“Menyatakan Harijanto Karjadi telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, karena perbuatan tersebut masuk dalam ruang lingkup perdata. Melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum,” demikian bunyi putusan majelis hakim PT Denpasar.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi Denpasar juga memerintahkan untuk memulihkan hak terdakwa dalam harkat serta martabatnya sebagaimana semula, serta memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan.
Selain itu, majelis hakim memerintahkan seluruh barang bukti berupa berkas surat-surat dan lainnya dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk diserahkan kepada yang paling berhak, sementara masih digunakan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
Kelapa Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Denpasar I Wayan Eka Widanta saat dikonfirmasi membenarkan jika majelis hakim PT Denpasar mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh terdakwa.
“Benar, terdakwa Harijanto Karjadi divonis bebas (onslaght) olah majelis hakim PT Denpasar. Pemberitahuan putusan dan kutipannya sudah kami terima hari ini, Selasa 17 Maret 2020,” ujar Eka Windanta saat dikonfirmasi.
Atas putusan itu, pihaknya langsung menyatakan kasasi. “Kami juga langsung mengatakan kasasi, sementara terdakwa juga langsung kami bebaskan per hari ini,” katanya.
Dalam sidang sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada bos Kuta Paradiso, Harijanto Karyadi. Hakim Soebadi yang memimpin jalannya persidangan penyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (2) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menggunakan atau memakai akta yang isinya dipalsukan yang seolah olah isinya benar adanya. Oleh karena itu menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun,” ucap hakim dalam amar putusannnya yang dibacakan pada sidang, Selasa (21/01/2020).
Vonis ini lebih ringan 1 tahun dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Sujaya dan rekannya, yang sebelumnya menuntut agar terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Setelah berunding dengan tim kuasa hukumnya yang dipimpin Petrus Balla Pationa, terdakwa akhirnya menyatakan banding. “Maaf yang mulia, setelah kami berunding dengan klien kami, akhirnya kami memutuskan untuk mengajukan banding,” ujar Petrus di muka sidang.
Sementara jaksa masih menyatakan pikir-pikir. ”Kami pikir-pikir yang mulia,” ujar jaksa Ketut Sujaya.
Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, kasus yang menjerat bos Paradiso Grup ini terjadi pada 14 November 2011 bertempat di Notaris I Gusti Ayu Nilawati yang beralamat di Jalan Raya Kuta,No.87, Kuta Badung.
Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).
Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar. “Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU.
Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. (LE-PN)