judul gambar
AdvertorialHeadlinesKarangasem

Ratusan Delegasi GPDRR Terkesan Dengan Keindahan Pura Besakih

Karangasem, LenteraEsai.id – Ratusan delegasi Global Platform For Desaster Risk Reduction (GPDRR) Sabtu (28/5/2022) mengunjungi Pura Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem untuk ‘field trip’ sekaligus melakukan diskusi tentang upaya mitigasi saat terjadinya erupsi Gunung Agung beberapa tahun lalu.

Tiba di Pura Besakih, sebanyak 190 anggota delegasi langsung disambut oleh Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa, dan sebelum berkeliling ke areal kompleks pura, para delegasi ini diarahkan untuk mengenakan kemben atau kain, karena akan memasuki areal pura. Sejumlah delegasi mengungkapkan kekagumannya akan keagungan dan keindahan arsitektur bangunan pura.

“Saya sangat tertarik dan terkesan dengan keindahan Pura Besakih ini. Sangat indah sekali dengan kehidupan masyarakatnya yang sangat tradisional,” ujar Dr Banak Joshua Delwal, salah satu delegasi asal South Sudan, kepada awak media. Pura Besakih menurutnya sebuah warisan budaya yang sangat tidak ternilai yang harus dijaga dan dilestarikan.

Sementara itu, Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa dalam sambutannya di hadapan delegasi menyampaikan, Kabupaten Karangasem memiliki gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Api Agung yang berada pada wilayah Desa Besakih, Kecamatan Rendang, tepat pada lokasi pelaksanaan Field Trip Programs bagi Delegasi GPDRR ini.

Sesuai dengan Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2021 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana, Indonesia memiliki 13 ancaman bencana. Sedangkan Kabupaten Karangasem memiliki 11 ancaman bencana yakni gempa bumi, letusan Gunung Api Agung, banjir bandang, banjir, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem dan abrasi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, tanah longsor, tsunami serta epidemi dan wabah penyakit.

“Keberadaan Gunung Api Agung ini selain memberikan dampak negatif, juga memberikan dampak positif bagi masyarakat Kabupaten Karangasem. Gunung Api Agung saat meletus tahun 1963 menghasilkan jutaan meter kubik pasir yang sampai saat ini menjadi salah satu sumber PAD bagi Kabupaten Karangasem,” ujarnya.

Pengalaman dari letusan di tahun 1963, pada tahun 2017, Gunung Api Agung kembali mengalami erupsi, di mana pada saat itu tidak menimbulkan korban jiwa/kematian bagi warga. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah memiliki kesadaran yang tinggi terhadap bahaya erupsi Gunung Api Agung.

Masyarakat melakukan mitigasi dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat baik oleh desa dinas maupun desa adat. Dikatakannya, keterlibatan Relawan Pasebaya Agung yang terbentuk setelah erupsi tahun 2017, sangat membantu meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan seluruh masyarakat, ditambah dengan budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat dalam melakukan pencegahan dan mitigasi bencana serta mempermudah melakukan evakuasi masyarakat, seiring dengan informasi yang diberikan oleh instansi pemerintah yang saling bahu-membahu sehingga timbullah kesadaran masyarakat untuk bersama-sama saling bantu demi rasa kemanusiaan.

“Terjadinya bencana memang kita tidak bisa prediksi, akan tetapi kita berusaha mengurangi, mencegah risikonya agar bisa meminimalisir dampak yang ditimbulkan,” kata Artha Dipa. Dengan adanya kesiapsiagaan dari masyarakat yang saling bahu-membahu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, desa adat, Relawan Pasebaya Agung, dunia usaha, akademis (pentahelik) dan seluruh komponen masyarakat, bisa mengurangi resiko bahaya dari bencana yang terjadi.

Wabup berharap dengan adanya perhelatan konferensi GPDRR di Nusa Dua ini, bisa memberikan dampak yang positif bagi seluruh komponen masyarakat khususnya masyarakat Karangasem, sehingga risiko yang ditimbulkan oleh bencana dapat dikurangi.  (LE-KR1)

Lenteraesai.id