Badung, LenteraEsai.id – Badan Pangan dan Pertanian (FAO) PBB membuka kegiatan Komisi Asia-Pasifik untuk Statistik Pertanian (APCAS) yang ke-28 di Padma Resort Badung, Bali. Acara ini berlangsung dari tanggal 10 hingga 14 Februari 2020.
Kegiatan akan dipandu oleh Pemerintah Indonesia dan dihadiri oleh 100 delegasi dari 30 negara serta sembilan organisasi internasional dan regional. Berfokus pada kebutuhan spesifik statistik pangan dan pertanian Asia Pasifik, pertemuan dua tahunan ahli statistik dan pakar pertanian ini akan meninjau dan mendukung kesiapan kawasan untuk menghasilkan statistik yang memadai guna memantau kemajuan menuju target SDGs untuk tahun 2030.
Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) hari ini menyerukan percepatan perbaikan pengumpulan pemantauan data statistik pertanian untuk memastikan target yang ditetapkan dalam tujuan pembangunan berkelanjutan secara akurat dilaporkan dalam wilayah terbesar di dunia, Asia- Pasifik.
Seiring berjalannya waktu menuju 2030, tahun ketika 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dunia harus dicapai, negara-negara bekerja untuk meningkatkan sistem pendataan statistik dan analisis untuk perencanaan yang lebih baik di sektor pertanian, ternak, perikanan, dan kehutanan. Namun kemampuan untuk memantau atau menganalisis statistik tersebut bervariasi untuk masing masing negara dan tidak ada tempat di dunia yang lebih bervariasi dari pada kawasan Asia Pasifik.
Kepala Statistik FAO, Pietro Gennari mengatakan bahwa komitmen negara yang lambat untuk mengukur SDGs dan kinerja yang buruk untuk mencapai SDGs terkait erat. “Kami menyaksikan inversi aksioma yang lazim di mana ‘apa yang diukur dan yang akan dilakukan’. Kami tidak mengukur indikator SDGs dan ini adalah salah satu alasan penting mengapa kami tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai target SDGs,” jelasnya dalam teks tertulis.
Selanjutnya pada sesi pertama ini juga dijelaskan bahwa ketahanan pangan memainkan peran penting dalam berbagai bentuk kelaparan dan kekurangan gizi. Mayoritas kelaparan di dunia dan anak-anak yang terkena dampak stunting tinggal di Asia Pasifik. Di negara – negara berpenghasilan menengah ke atas dan tinggi tinggal di rumah tangga yang rawan pangan akan memperbesar kemungkinan obesitas pada anak-anak usia sekolah remaja dan orang dewasa.
Masalah kelaparan telah meningkat di banyak negara. Ekonomi melambat atau berkontraksi sebagian besar di negara negara berpenghasilan menengah. Selain itu, guncangan ekonomi berkontribusi untuk memperpanjang dan memperburuk keparahan krisis pangan yang terutama disebabkan oleh konflik dan guncangan iklim.
“Kerja sama antara FAO dan pemerintah, termasuk dalam pemerintah sendiri seperti antara BPS dan kementerian pertanian serta kementerian atau lembaga lain yang terkait, sangat diperlukan untuk menghasilkan statistik pertanian berkualitas, yang akurat, tepat waktu, dan relevan untuk menyediakan pencapaian indikator SDGs,” ujar Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam pidatonya.
“Pertukaran pengetahuan dan pengalaman terkait melalui pertemuan APCAS seperti ini adalah suatu cara untuk meningkatkan, memperbaiki, dalam percepat perkembangan statistik berat pertanian untuk memonitor pencapaian SDGs di wilayah Asia Pasifik,” katanya.
Pertemuan APCAS ini menyediakan wadah bagi negara negara Asia Pasifik untuk bisa langsung terlibat dalam memusatkan perhatian pada tantangan unik dalam mengembangkan statistik pertanian seperti keterpencilan geografis, mengubah pola tanam dan pemeliharaan ternak karena perubahan iklim, penyakit lintas batas, dan infrastruktur statistik terbatas dan sumber daya.
“Agenda SDGs 2030 mengidentifikasi 17 tujuan, 169 target dan 232 indikator untuk memantau kemajuan. Ini adalah tugas yang sangat besar bagi para ahli statistik nasional dan waktunya berlanjut hingga 2030. Dengan waktu kurang dari 15 tahun lagi dan hampir setengah 1000000000 orang yang kelaparan masih berjuang untuk bertahan hidup di wilayah kami, kami harus memperkuat kemitraan di antara pemerintah, organisasi internasional, dan sektor swasta untuk memenuhi kebutuhan data ini. Dan FAO siap mendukung upaya nasional melalui program bantuan teknis,” ujar Stephen Rudgard, perwakilan FAO untuk Indonesia.
Kemudian dalam sesi tersebut juga dijelaskan FAO mengumumkan kemitraan baru untuk membantu negara mengadopsi teknologi hemat biaya untuk menghasilkan statistik pertanian. FAO dan Asia Development Bank (ADB) meluncurkan kursus dan manual online terbuka besar penggunaan pengumpulan data berbasis tablet yakni wawancara dengan bantuan komputer.
Ratusan ribu hingga jutaan kuesioner kertas sekarang dapat diganti dengan komputer tablet yang dapat menghemat waktu uang transportasi dan penerbangan pohon. FAO juga mengumumkan Kemitraan dengan ADB dan institut teknologi Asia atau AIT untuk membantu negara menggunakan data satelit untuk menghasilkan pertanian.
“Sumber data baru ini adalah bagian dari apa yang kami sebut big data dan pengembangannya seringkali dipimpin oleh sektor swasta. Bermitra dengan sektor swasta memungkinkan kami berinovasi dan mengubah cara pemerintah menghasilkan statistik resmi,” jelas Sekretaris Komisi Regional FAO, Sangita Dubey.
Menurut dia, pihaknya akan membahas ini selama APCAS berlangsung dan secara lebih rinci dalam pertemuan kelompok ahli tiga hari berikutnya. “Beberapa perusahaan swasta akan bergabung dalam pertemuan kelompok pakar untuk mengeksplorasi bagaimana kita dapat bekerja lebih baik bersama untuk memungkinkan statistik resmi dalam mengeksploitasi sumber data baru non tradisional, kuat dan real time ini,” tambahnya.
Rekomendasi APCAS akan berfungsi sebagai panduan dan menetapkan prioritas FAO untuk dua tahun ke depan dalam upaya membangun kapasitas negara-negara untuk mencapai Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan. (LE-Tia)