Denpasar, LenteraEsai.id – PHDI Provinsi Bali bersama MDA Provinsi Bali menerbitkan surat keputusan bersama tentang pembatasan kegiatan pengembangan ajaran Sampradaya non-Dresta Bali di Pulau Dewata.
Surat Keputusan bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali yang disampaikan kepada pers di Denpasar, Rabu (16/12), dimaksudkan untuk secara bersama-sama melindungi setiap usaha penduduk menghayati dan mengamalkan ajaran agama dan kepercayaannya, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan serta tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.
Sampradaya non-Dresta Bali merupakan organisasi dan/atau perkumpulan yang mengemban paham, ajaran, dan praktik ritual yang tata pelaksanaannya tidak sesuai dengan adat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal dresta Bali.
Untuk menjaga kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu serta pelaksanaan kegiatan pengembanan ajaran Sampradaya non-Dresta Bali, maka menugaskan kepada:
a. Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan se-Bali untuk secara bersama-sama:
1) melarang Sampradaya non-Dresta Bali di Bali menggunakan Pura dan Wewidangan-nya, tempat-tempat umum/fasilitas publik, seperti jalan, pantai, dan lapangan untuk melaksanakan kegiatannya;
2) melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap keberadaan Sampradaya non-Dresta Bali di Bali dalam pengembanan ajarannya;
3) melakukan koordinasi dengan Majelis Desa Adat sesuai tingkatan dan Prajuru Desa Adat dalam mengawasi, memantau, dan mengevaluasi keberadaan Sampradaya non-Dresta Bali di Bali; dan
4) melaporkan hasil kegiatan pelarangan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap keberadaan Sampradaya non-Dresta Bali di Bali kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, dengan tembusan kepada Majelis Desa Adat Provinsi Bali.
b. Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota dan Kecamatan beserta Prajuru Desa Adat se-Bali untuk secara bersama-sama melaksanakan:
1) penjagaan kesakralan dan kesucian Pura yang adadi Wewidangan Desa Adat, meliputi Pura Kahyangan Banjar, Pura Kahyangan Desa, Pura Sad Kahyangan, Pura Dhang Kahyangan, serta Pura Kahyangan Jagat lainnya;
2) pelarangan kegiatan ritual Sampradaya non-Dresta Bali di Wewidangan Desa Adat yang bertentangan dengan Sukreta Tata Parahyangan, Awig-Awig, Pararem, dan/atau Dresta Desa Adat masing-masing;
3) pelarangan Sampradaya non-Dresta Bali di Bali melaksanakan kegiatan di Pura/Kahyangan yang ada di Wewidangan Desa Adat dan/atau Kahyangan Tiga masing-masing Desa Adat;
4) koordinasi dengan pangempon masing-masing Pura untuk melarang kegiatan Sampradaya non-Dresta Bali yang tidak sejalan dengan ajaran Hindu di Bali, apabila mereka berkeinginan dan/atau melaksanakan kegiatan di Pura/Parahyangan (Dhang Kahyangan atau Kahyangan Jagat) atau tempat suci lain yang ada di Wewidangan Desa Adat yang menjadi tanggung jawab pangempon masing-masing sesuai Dresta setempat;
5) pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Sampradaya non-Dresta Bali di Bali dalam pengembanan ajarannya;
6) koordinasi dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia sesuai tingkatan dalam mengawasi, memantau, dan mengevaluasi keberadaan Sampradaya non-Dresta Bali di Bali; dan
7) melaporkan hasil kegiatan pelarangan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Sampradaya non-Dresta Bali di Bali kepada Majelis Desa Adat Provinsi Bali dengan tembusan kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali.
Para penganut, anggota, pengurus dan/atau simpatisan
Sampradaya non-Dresta Bali di Bali di dalam mengemban atau melaksanakan cita-cita dan kewajiban ajarannya, dilarang:
a. melakukan penafsiran terhadap ajaran dan tatanan pelaksanaan ajaran agama Hindu di Bali;
b. mengajak dan/atau mempengaruhi orang lain untuk mengikuti ajaran Sampradaya non-Dresta Bali;
c. menyebarluaskan pernyataan-pernyataan yang mendiskreditkan pelaksanaan kegiatan keagamaan Hindu di Bali serta tidak sesuai dengan Adat, Tradisi, Seni, Budaya, dan kearifan lokal;
d. memasukkan ajaran keyakinan Sampradaya non-Dresta Bali ke dalam buku agama Hindu dan buku pelajaran agama Hindu di Bali;
e. mengajarkan dan melakukan aktivitas dalam bentuk apapun pada lembaga-lembaga pendidikan di Bali; dan/atau
f. melakukan kegiatan ritual yang menyerupai kegiatan keagamaan Hindu Dresta Bali di Bali.
Kepada penganut, anggota, pengurus dan/atau simpatisan Hare Krishna/International Society Krishna Consciousness (ISKCON) beserta organisasinya di Bali sebagai bagian dari Sampradaya non-Dresta Bali agar sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab mentaati Keputusan Bersama ini dan melaksanakan pernyataan kesanggupan yang telah dibuat dalam mewujudkan kedamaian dan ketertiban kehidupan beragama Hindu di Bali.
Penganut, anggota, pengurus, dan/atau simpatisan
Sampradaya non-Dresta Bali beserta organisasinya di Bali yang tidak mentaati Keputusan Bersama ini dan/atau menimbulkan gangguan kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu di Bali, dapat diberikan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan/atau Hukum Adat di masing-masing Desa Adat.
Masyarakat berkewajiban berperan aktif membantu pelaksanaan Keputusan Bersama ini dalam rangka menjaga kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu di Bali. (LE-DP1)