Denpasar, LenteraEsai.id – ‘Hujan’ interupsi mewarnai jalannya sidang lanjutan kasus dugaan ujaran kebencian terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menggiring terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx, di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (1/10) siang.
Sidang yang berlangsung secara online sejak pukul 10.00 Wita itu, diisi dengan agenda pembacaan tanggapan jaksa atas eksepsi dari terdakwa, yang kemudian dipenuhi dengan interupsi dari tim kuasa hukum terdakwa Jerinx.
Interupsi bukan soal isi dari tanggapan jaksa, melainkan karena kualitas suara yang terpancar dari ruang sidang tidak jelas terdengar di ruangan terpisah, tempat terdakwa mengikuti sidang.
Agus Suparman, salah seorang anggota tim kuasa hukum Jerinx, tampak beberapa kali melakukan interupsi karena tidak dapat mendengarkan dengan jelas suara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan tanggapan.
Atas interupsi itu, majelis hakim yang dipimpin Ida Ayu Nyoman Adnyadewi meminta kepada jaksa yang berada di Markas Polda Bali, tempat Jerinx mengikuti sidang, melakukan pengecekan.
Setelah dilakukan pengecekan dan sejumlah perbaikan, pihak Jerinx mengaku mulai dapat mendengar dengan jelas setiap bait kata yang diucapkan jaksa. Pembacaan tanggapan pun kembali dilanjutkan.
Di awal tanggapannya, jaksa menyinggung soal tudingan pengacara terdakwa yang menyebutkan dakwaan kabur atau obscuur libel, karena tidak jelas siapa yang menjadi korban dalam kasus ini serta kedudukan hukum atau legal standing yang mereka anggap tidak sah.
Jaksa mengatakan, pernyataan penasehat hukum terdakwa yang menyebutkan bahwa Ikatan Dokter Indonesia adalah PB (IDI) bukan di wilayah Bali sebagaimana dalam postingan terdakwa tanggal 13 Juni 2020 dengan kalimat “Saya nggak akan berhenti menyerang @ikatandokterindonesia sampai ada penjelasan perihal ini”, adalah tidak tepat.
Tidak tepat karena berdasarkan AD/ART IDI dijelaskan, yang dimaksud dalam IDI adalah dokter warga negara Indonesia yang berijazah dan diakui oleh pemerintahan Indonesia termasuk semua pengurus, baik pengurus pusat, pengurus wilayah, maupun pengurus cabang.
“Sehingga IDI wilayah Bali merupakan bagian dari IDI yang juga telah mendapatkan kuasa dari ketua umum PB IDI untuk melaporkan ke Polda Bali terkait postingan Instagram oleh terdakwa tentang penghinaan terhadap IDI,” sebut jaksa.
Selain itu menurut jaksa, terdakwa juga didakwa melanggar pasal yang tidak termasuk dalam kategori delik aduan sehingga siapapun/setiap orang berhak melaporkan peristiwa pidana yang diketahuinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka tim jaksa penuntut menyatakan keberatan penasehat hukum tentang ketidakjelasan siapa yang dimaksud oleh penuntut umum sebagai kurban dan soal legal standing, sudah sepatutnya ditolak.
Sementara terkait eksepsi terdakwa yang menyatakan dakwaan jaksa hanya berdasarkan asumsi bukan fakta hukum, ditanggapi jaksa dengan mengatakan bahwa eksepsi terdakwa sudah masuk pada pokok materi yang harus dibuktikan dalam persidangan.
Dikatakan pula bahwa penuntut umum dalam membuat atau menyusun surat dakwaan adalah berdasarkan fakta yang diungkap di dalam berkas perkara yang disajikan oleh penyidik.
Selain itu dalam menyusun surat dakwaan, penuntut umum telah berpedoman pada pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: 004/11/JA/ 1993 tanggal 16 November 1993.
Dengan alasan tersebut, maka tim Jaksa Penuntut Umum menilai bahwa keberatan penasehat hukum terdakwa tidak berdasar.
“Oleh karena itu kami memohon agar majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan keberatan, atau eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa tidak dapat diterima,” ujar JPU, menandaskan.
Usai mendengar pembacaan tanggapan dari tim Jaksa Penuntut Umum, majelis hakim menyatakan akan membacakan putusan sela pada sidang hari Selasa mendatang, 6 Oktober 2020 pukul 10.00 Wita. (LE-PN)