judul gambar
AdvertorialDenpasarHeadlines

Ny Putri Koster: Bali Belum Terbebas Dari Ancaman Predator Pedofilia

Denpasar, LenteraEsai.id – Ancaman pelaku pedofilia terhadap anak-anak di bawah umur telah sejak lama menghantui kehidupan masyarakat, termasuk di Bali. Para pelaku pedofilia ini biasanya mengincar anak-anak dari kalangan masyarakat kurang mampu secara ekonomi.

Ketua TP PKK Provinsi Bali Ny Putri Suastini Koster mengatakan hal itu ketika tampil sebagai keynote speaker sekaligus membuka acara webinar bertajuk ‘Keterbukaan Informasi dan Gerakan Pencerdasan Anak Dalam Penyelengggaraan Perlindungan Anak dari Serangan Pedofilia’, yang berlangsung di Jayasabha Denpasar, Kamis (27/8).

Dalam arahannya, Ny Putri Suastini Koster mengingatkan masyarakat untuk lebih peduli dan dapat melindungi keluarga dari ancaman para predator atau pelaku pedofilia yang bisa menimpa dan merenggut anak-anak.

Menurutnya, Bali saat ini belum terbebas dari ancaman para pedofil. Mengingat itu, istri Gubernur Bali Wayan Koster mengharapkan kalangan keluarga dan lingkungan memberi perhatian serius terhadap kemungkinan timbulnya hal tersebut.

“Bali belum terbebas dari ancaman para pedofil. Saya selaku Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali berharap kalangan keluarga dan lingkungan memberi perhatian serius terhadap hal tersebut,” ujarnya, menandaskan.

Ditambahkan Ny Putri Koster, ibu-ibu dan keluarganya mesti menjaga lebih ekstra ketat terhadap putra-putrinya, baik dari orang lingkungan terdekat, lingkungan sekitar ataupun pengawasan dalam pemanfaatan teknologi atau gadget, sehingga anak-anak tidak menjadi sasaran para pedofil.

“Merespon permasalahan ini, saya selaku Ketua TP PKK Bali ketika terjun ke lapangan selain mensosialisasikan 10 program pokok PKK, saya juga selalu menyelipkan informasi agar para ibu-ibu memperhatikan masalah kehidupan keluarga dan anak-anak, termasuk soal makanan dan kesehatannya,” katanya.

Dia menekankan ibu-ibu hendaknya memperhatikan perkembangan anak, sehubungan tingkat ancaman bagi keamanan anak-anakn kini masih tergolong tinggi. Di permukaan tampak aman, tenang-tenang saja, seperti tidak ada masalah, namun untuk kasus pedofilia ini ibarat bom waktu, kata Ny Putri Koster, terbukti ancaman keamanan anak masih terjadi dengan mencuatnya kasus pedofilia.

Untuk itu, Ny Putri Koster mengajak para ibu di tengah situasi pandemi Covid-19 ini selain memperhatikan kesehatan dan menjaga imunitas anak-anak, juga harus tetap memperhatikan perkembangan anak-anak utamanya dari lingkungan sekitar dan juga dari derasnya pengaruh teknologi.

“Kita tidak boleh membiarkan anak-anak kita dimangsa oleh predator ini, karena jika sampai itu terjadi maka anak-anak kita juga akan berpotensi menjadi predator di masa depan. Untuk itu, mari kita jaga anak-anak kita dengan baik sehingga generasi penerus bangsa yang berkualitas dapat tumbuh dengan baik,” ujar seniman multitalenta itu menegaskan.

Selanjutnya dalam kesempatan itu, terdapat 4 narasumber yang ahli dalam bidangnya memaparkan meteri terkait pedofilia. Salah satunya adalah AA Sagung Anie Asmoro yang merupakan Ketua KPPAD Bali. Ia menyampaikan bahwa dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Ia melanjutkan bahwa anak memiliki 4 hak yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak untuk berpartisipasi, dan hak mendapat perlindungan kekerasan dan diskriminasi. Namun beberapa waktu belakangan ini, ia mengatakan bahwa sebagian besar anak usia prapubertas atau awal pubertas yang berumur sekitar 13 tahun, baik laki-laki atau perempuan menjadi korban dari pedofilia. Anak yang rentan menjadi sasaran tersebut mayoritas anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.

Terdapat beberapa hambatan dalam pengungkapan kasus pedofilia yang terjadi selama ini, seperti kurangnya pemahaman masyarakat terhadap apa dan bagimana pedofilia tersebut. Selain itu, pedofilia tidak datang dari orang asing semata, melainkan bisa juga dari orang-orang terdekat. Selain itu, minimnya bukti, saksi dan support bagi korban dan keluarganya menjadi suatu kendala dalam pengungkapan kasus.

Jika seorang anak telah menjadi korban kekerasan seksual, maka akan menimbulkan dampak jangka panjang dan jangka pendek. Jangka panjang seperti trauma mental, pergaulan bebas, dan potensi menjadi pelaku di kemudian hari. Sedangkan jangka pendeknya seperti luka fisik, penyakit menular seksual, kematian dan kehamilan, katanya.

Untuk itu, para korban harus mendapat beberapa haknya, seperti hal prosedural yaitu pendampingan dalam proses hukum, informasi perkembangan kasus, bantuan transportasi, akses dokumen dan visum. Para korban juga harus mendapat hak layanan kesehatan baik fisik maupun mental. Selain itu, juga harus mendapatkan hal perlindungan dan rehabilisasi sosial.

Pencegahan dapat dilakukan melalui peran orang tua/keluarga dengan membangun komunikasi yang berkualitas, mengajarkan anak tentang kesehatan reproduksi atau pendidikan seks usia dini. Selanjutnya, melalui peran masyarakat yang turut peduli dan mengawasi anak yang ada di sekitar dan melaporkan apabila mengetahui, melihat adanya kekerasan pada anak.

Sedangkan pencegahan yang harus dilakukan dari sisi pemerintah adalah pemenuhan hak anak dan memberikan perlindungan khusus, hukuman berat bagi pelaku, melakukan pengawasan terhdapan orang asing secara ketat, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dan intervensi kepada keluarga yang anak-anaknya rentan menjadi korban kekerasan, ujar Anie Asmoro.

Selanjutnya dalam acara tersebut, disampaikan pula pemaparan materi dari narasumber lain yaitu Ketua KPID Bali I Made Sunarsa, Ketua Komisi Informasi Provinsi Bali Widiada Kepakisan dan akademisi Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda.  (LE-DP1)

Lenteraesai.id