Buleleng, LenteraEsai.id – Di kalangan masyarakat adat dan Hindu di Bali, dikenal dengan adanya ‘sesangi’, yakni berucap janji akan melakukan sesuatu bila permaksudan atau keinginannya terkabulkan oleh penguasa alam semesta, yakni Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sanghyang Widi Wasa.
Itu sebabnya, seseorang yang berucap ‘sesangi’, harus dibayar kontan sesuai dengan apa yang dijanjikan sebelumnya. Umumnya orang berjanji akan ‘ngaturang banten’ tertentu, atau akan mempersembahkan ‘guling’, bebek panggang dan lain-lain.
Namun nampaknya cukup berbeda dengan ‘sesangi’ yang diucapkan I Ketut Berata, seorang kakek yang kini telah meninjak usai 66 tahun. Pria pensiunan guru dan kepala sekolah di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali bagian utara itu, sempat menyampaikan ‘sesangi’ akan lari sejauh 40 kilometer jika Joko Widodo alias Jokowi kembali terpilih sebagai Presiden RI untuk periode yang kedua pada Pilpres 2019 lalu.
Tidak hanya itu, ‘sesangi’ serupa juga diucapkan warga kelahiran Desa Jinengdalem, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng 15 Agustus 1957 itu, bila Ketut Kariyasa Adnyana SP bisa lolos melenggang sebagai anggota DPR RI, serta Nyoman Sukarmen dapat menduduki kursi di DPRD Kabupaten Buleleng lewat Pemilu Legislatif 2019 yang lalu.
Ternyata, orang-orang yang ‘disangikan’ semuanya lolos seperti yang diharapkan oleh Ketut Berata. Jokowi kembali terpilih menjadi Presiden RI, sementara Kariasa Adnyana dan Nyoman Sukarmen, juga masing-masing terpilih untuk duduk di kursi Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI dan DPRD Kabupaten Buleleng.
Terlepas dari itu, Ketut Berata mengaku cukup terlambat untuk membayar ‘sesangi’ yang juga disebut kaul. “Saya terlambat membayar kaul. Seharusnya saya sudah membayarnya empat tahun lalu, yakni begitu mereka terpilih,” ucapnya ketika ditemui di rumahnya, Selasa (18/4/2023).
Ia menyebutkan, keterlambatan dalam membayar sesangi itu selain karena beberapa hal yang belum memungkinkan, termasuk kesiapan secara fisik, juga lebih dari itu karena harinya dinilai kurang tepat.
“Saya pikir hari atau waktunya kurang tepat, sehingga harus mengalami penunda hingga kurang lebih selama empat tahun,” ujar mantan Kepala SMA Negeri 1 Banjar yang berlokasi di Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar itu.
Menurut dia, ‘sesangi’ paling tepat dibayar setelah usia menginjak 66 tahun, karena percaya bahwa angka 66 memiliki makna keselarasan pikiran, ucapan dan tindakan. Selain itu juga keseimbangan akal dan nurani, dorongan fisik dan tujuan, langit serta bumi, sehingga stabil dalam menjalani kehidupan. “Kitab Fritz Heider begitu menginspirasi saya tentang makna keseimbangan,” ucap Ketut Berata yang belakangan ini kerap berlatih sebelum kaul dilaksanakan.
Dikarenakan tidak mau kualat dan durhaka, maka ‘sesangi’ akan dilaksanakan pada hari Jumat, 21 April 2023, sekaligus pula untuk penghormatan kepada Hari Kartini yang boleh dilambangkan sebagai kekuatan Ibu Pertiwi semesta alam.
Lari marathon akan dimulai sejak pukul 05.30 Wita sejah 40 kilometer, mulai dari Desa Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, menuju Desa Jinengdalem, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.
Sesuai rencana, pengibaran bendera start akan dilakukan Nyoman Sukarmen, kemudian dikawal oleh Team Gowes Desa Busungbiu. “Atas nama hamba Tuhan, saya berharap Pak Berata dapat tuntas melaksanakan kaulnya nanti, yakni sampai dengan selamat dan rahayu di Jinengdalem,” ucap Sukarmen yang dihubungi terpisah.
Dengan menempuh jalanan yang tidak sedikit ditemukan turunan dan tanjakan cukup terjal, Ketut Berata diperkirakan akan tiba di garis finis pada pukul 09.30 Wita. Tiba di lokasi yang dituju, yakni di desa kelahirannya itu, Ketut Berata akan disambut oleh Ketut Kariyasa Adnyana SP, Gede Kusuma Putra, Ni Kadek Turkini SH, Perbekel Jinengdalem, Jro Bendesa Adat serta masyarakat Desa Jinengdalem lainnya. (LE/Nom)