Denpasar, LenteraEsai.id – Masih terjadinya penolakan terhadap kehadiran pekerja migran Indonesia (PMI) asal Bali yang sedang menjalani proses karantina di sejumlah wilayah, menjadi perhatian serius Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali Dewa Made Indra.
Gugus Tugas kembali mengingatkan masyarakat agar tidak lagi melakukan penolakan terhadap PMI yang kebetulan sedang menjalani proses karintina di suatu daerah melalui penempatan oleh pemerintah kabupaten/kota.
“SOP-nya sangat ketat, mereka dijaga dengan baik, dijaga tidak keluar dari lokasi karantina. Dijaga juga agar tidak berinteraksi terlalu dekat satu sama lain di tempat karantina. Dan masyarakat pun tidak diizinkan masuk ke tempat karantina,” kata Dewa Indra dalam keterangan persnya di Kantor Diskominfos Provinsi Bali di Denpasar, Senin (20/4) petang.
Ia menyebutkan, tidak ada alasan bagi masyarakat untuk takut dan khawatir terhadap adanya proses karantina di daerahnya. “Saya meminta kepada masyarakat, tidak ada lagi penolakan. Apakah mengatasnamakan banjar adat, mengatasnamakan masyarakat, atau yang lainnya. Karantina adalah upaya melindungi masyarakat. Sebanyak 4,2 juta warga Bali harus kami lindungi. Karantina adalah instrumennya,” ujar Dewa Indra, menegaskan.
Pria asal Pemaron, Buleleng ini juga menyatakan bahwa sikap penolakan tersebut adalah perbuatan yang tidak baik, tidak bijak, di luar prinsip kemanusian dan sikap yang jauh dari rasa solidaritas dan norma kepatutan.
“Mudah-mudahan mulai saat ini, tidak ada lagi penolakan terhadap tempat karantina. Dalam konteks saat ini, negara dalam status darurat pandemik, darurat kesehatan masyarakat, dan Bali dalam stattus tanggap darurat Covid-19. Artinya, negara dan pemerintah punya kewenangan melalui aparatnya untuk melakukan tindakan cepat untuk menyelamatkan masyarakat,” kata Dewa Indra.
Untuk itu, Dewa Indra yang juga Sekda Provinsi Bali mengatakan, tidak perlu ada musyawarah-musyawarah dengan kelompok yang mengatasnamakan masyarakat untuk persetujuan yang dalam hal ini adalah lokasi karantina.
“Tindakan cepat ini didukung dengan SOP yang tepat. Kalau semua tempat karantina ini harus
dirundingkan, dimusyawarahkan dahulu, maka tidak bisa ada tindakan cepat. Lalu PMI harus dibawa kemana?. Mohon dipahami, ini bukan situasi normal,” ucapnya, geram.
Dalam situasi tanggap darurat, Sekda Dewa Indra mengimbau oknum atau kelompok masyarakat jangan menggunakan narasi tidak adanya musyawarah dalam penentuan lokasi karantina ini.
“Seluruh wilayah Bali merupakan wilayah teritorial Provinsi Bali. Artinya pemerintah punya kewenangan untuk menggunakan fasilitas yang ada untuk instrumen perlindungan masyarakat. Jangan ada kelompok kecil yang seolah-olah menganggap daerahnya adalah teritori yang tidak bisa disentuh. Itu keliru,” katanya, tegas.
Sekda Dewa Indra juga menjelaskan bahwa PMI yang diarahkan ke masing-masing kabupaten/kota di Bali, merupakan mereka yang hasil rapid test-nya negatif. Meskipun demikian, para PMI ini juga kembali dikarantina mengikuti masa inkubasi virus tersebut, yakni selama 14 Hari. Selanjutnya pun kembali dilakukan tes untuk memastikan mereka benar-benar negatif dan dapat kembali ke masyarakat.
Untuk itu, Sekda Dewa Indra mengimbau masyarakat jangan khawatir dengan proses karantina karena Gugus Tugas berupaya sekuat tenaga untuk menghindarkan masyarakat dari paparan Covid-19.
“Saya tegaskan lagi bahwa karantina ini adalah cara pemerintah untuk melindungi masyarakat. Pemerintah tidak mengabaikan aspirasi masyarakat, namun mohon dipahami situasi saat ini. Telah disepakati oleh Pemerintah Provinsi Bali, Kapolda dan Pangdam bahwa kita perlu tindakan cepat dengan karantina sebagai instrumennya. Berkenaan dengan itu, maka pemerintah, polisi dan TNI akan tetap mengedepankan metode persuasif, sosialisasi dan edukasi, namun pada batas tertentu. Jika tidak bisa berjalan baik, menemui
jalan buntu, maka aparat Polri dan TNI akan melakukan tindakan hukum yang tegas sebagai pilihan terakhir,” ujar Dewa Indra, menandaskan. (LE-DP1)