Aktif Tingkatkan Persahabatan Indonesia-Negara Lain, Kaisar Jepang Anugerahi Prof Bandem Bintang Jasa

Denpasar, LenteraEsai.id – Kaisar Jepang Naruhito menganugerahkan Bintang Jasa The Order of the Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon untuk Musim Gugur Tahun 2019 pada 3 November 2019 kepada Prof Dr I Made Bandem MA yang diserahkan oleh Konsul Jenderal (Konjen) Jepang di Bali, Hirohisa Chiba di kantor Konsulat Jenderal Jepang, Renon, Denpasar, Jumat (31/01/2019) malam.

Penghargaan dari Jepang ini adalah untuk yang kedua kalinya diterima oleh Prof Bandem. Sebelumnya, Prof Bandem menerima penghargaan dari Menteri Luar Negeri Jepang, juga diserahkan oleh Konjen Hirohisa Chiba pada 8 September 2017.

Bacaan Lainnya

Dalam sambutannya Hirohisa Chiba mengatakan, penghargaan kepada Prof Made Bandem ini karena peran aktif yang bersangkutan dalam peningkatan persahabatan Indonesia dan negara-negara lain termasuk Jepang melalui bidang seni-budaya dan akademisi.

“Saat menjadi guru kesenian di Kokar Bali tahun 1965, beliau ikut dalam misi kesenian Kepresidenan Republik Indonesia ke luar negeri termasuk Jepang. Lalu setelah lulus dari Asti Denpasar tahun 1968, beliau melanjutkan bidang seni tari dan musik di Unveritas Hawaii, dan pada saat itu Prof Bandem tertarik mempelajari kesenian Jepang seperti Bon Odori (tari rakyat) dan Taiko (drum tradsional). Kemudian saat studi S2 di Universitas California (1970 – 1972) dan S3 di Universitas Wesleyen, Amerika Serikat (1977-1980), Prof Bandem mempelajari kesenian klasik Jepang yakni tari Bugaku dan musik Gagaku dari seorang maestro Jepang dan mengadakan pentas di kuil-kuil Jepang di Los Angeles, Middletown dan Connecticut,” kata Hirohisa Chiba.

Saat menjadi Ketua STSI Denpasar, Prof Bandem ditunjuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai artistic director pada Festival Persahabatan Indonesia-Jepang. Selama 14 bulan, Pof Bandem setiap bulan memimpin tim kesenian Indonesia ke Jepang.

“Saat memimpin Asti dan STSI Denpasar, Prof Bandem banyak menerima dan mengajar mahasiswa darmawisata dan non-darmawisata dari Jepang. Bahkan saat ini banyak mahasiswa dan peneliti dari Jepang sedang belajar di Sanggar Seni Makaradhwaja milik Prof Bandem dan istri Ny Dr Swasti Widjaja Bandem,” urai Hirohisa Chiba.

Saat peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik Jepang – Indonesia yang dilaksanakan di Bali tahun 2018, Prof Bandem dan ITB Stikom Bali mendukung penuh dengan menampilkan berbagai kesenian Bali dan bekerja sama dengan Konsulat Jepang menyelenggarakan symposium bertajuk ”Jepang dan Indonesia – 60 Tahun Hubungan Kemitraan dan Prospek untuk Masa Depan”. Prof Bandem menyajikan makalah berjudul “Pernan Seni dan Budaya Sebagai Media Diplomasi dan Komunikasi Antar Indonesia dan Jepang”. Prof Bandem yakin, pertukaran seni – budaya memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan hubungan persahabatan Jepang dan Indonesia, khususnya Bali.

Menurut Hiroshi Chiba, sebagai pembina Yayasan Widya Dharma Shanti (WDS) Denpasar dan salah seorang pendiri ITB Stikom Bali, Prof Bandem terus merintis, mengembangkan dan membuka jalan bagi kerja sama internasional antara ITB Stikom Bali dengan Kyushu Sangyo University, Fukuoka dan Bunkyo University; serta membuka pusat Studi Jepang di ITB Stikom Bali.

Atas penghargan ini, Prof Made Bandem dalam sambutannya menghaturkan samudera terima kasih kepada Yang Mulia Sri Baginda Kaisar Jepang (Kaisar Naruhito) yang menganugrahkan Bintang Jasa kepadanya. “Penghargaan ini merupakan long life achievment bagi saya dan saya akan bekerja keras untuk meningkatkan hubungan kebudayaan dan pendidikan antara Bali (Indonesia) dan Jepang di masa mendatang,” kata Prof Bandem.

Prof Bandem juga berterima kasih kepada Konjen Jepang, Hirohisa Chiba dan wakilnya Koichi Ohashi atas kecermatan mereka sebagai diplomat untuk mengamati perkembangan hubungan kebudayaan dan pendidikan Bali dengan Jepang, serta menominasi Prof Bandem untuk memperoleh Bintang Jasa yang sangat prestisius ini.

“Sebagai seniman, saya telah lama mempelajari kesenian Jepang, khususnya musik Gagaku, sebuah ansambel yang lahir pada abad VII, terdiri dari daiko, kako, shakubyoshi, biwa, shakuhaci, reuteki, koto dan berbagai instrumen lainnya. Bersamaan dengan mendalami musik klasik Jepang tersebut, saya dan istri (Swasthi Widjaja Bandem) juga pernah mempelajari tarian topeng klasik Bugaku dan kami secara intensif mementaskan kedua musik dan tari itu ketika berada di Amerika,” sebutnya.

Dikatakan, sejak tahun 1982, ketika menjadi Ketua Asti Denpasar, aktif bekerja sama dengan dengan The Japan Foundation, The Toyota Foundation, The Yamashirogumi Foundation, The Min-On Concert Organization, dalam pengiriman Misi Kesenian Bali ke Negeri Matahari.

Prof Bandem mengakui, penunjukkan dirinya oleh Pemerintah Indonesia untuk menjadi Artistic Director Festival Pershabatan Indonesia-Japan yang berlangsung di seluruh provinsi (prefecture) dan kota-kota besar di Jepang dan dikunjungi oleh 2. 689.395 orang, tak lepas dari keberhasilannya sebagai sutradara kesenian Bali/Indonesia pada Expo Vancouver Canada (1986), Expo Brisbane Australia (1988), Festival of Indonesia di AS (KIAS 1990-1991), Hanover Fair Jerman (1995), dan festival internasional lain yang pernah diikutinya.

Sebagai salah seorang pendiri ITB Stikom dan pembina Yayasan Widya Dharma Shanti, Prof Made Bandem bersama Rektor ITB Stikom Bali Dr Dadang Hermawan dan Ketua Yayasan Widya Dharma Shanti, memprakarsai berdirinya Pusat Studi Jepang dan Unit Kegiatan Mahasiswa JCOS (Japanesse Community of Stikom Bali) yang aktif mempelajari budaya dan teknologi Jepang, serta mendirikan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Darma untuk menyertakan generasi muda Indonesia mengikuti magang di Jepang. Saat ini, ada 113 orang (90 persen anak mura Bali) sedang mengikuti magang selama 3 tahun di berbagai perusahaan di Jepang dan sekitar 80-an orang sedang mengikuti kursus bahasa Jepang sebagai persiapan magang ke Jepang. (LE-DP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *