Jakarta, 31/12 (ANTARA/LE) – Jika selama ini malam pergantian tahun biasa dirayakan dengan cahaya kembang api atau membakar daging bersama keluarga, bagaimana jika Anda mencoba hal baru, seperti berkeliling Kota Tua?
Kawasan Kota Tua yang terletak di Jakarta Barat ternyata lebih dari sekadar tempat untuk menikmati keotentikan bangunan di masa lampau ataupun berkeliling menggunakan sepeda ontel warna warni.
Terdapat beberapa objek wisata yang menyimpan kisah menarik soal transformasi kehidupan Kota Jakarta dari masa ke masa, baik dari segi pemerintahan, jalur perdagangan di kota, hingga perubahan minat kendaraan.
Anda bisa memulai petualangan dari titik yang beragam dan disesuaikan dengan ketertarikan masing-masing. Semuanya bisa dikunjungi hanya dengan berjalan kaki.
House of Tugu
Bagi Anda yang ingin memulai petualangan dari titik nol kawasan Kota Tua, bisa menyambangi House of Tugu yang letaknya tidak jauh dari Toko Merah.
Kawasan bersejarah ini diketahui dibangun pada abad ke-18 dan pada mulanya difungsikan sebagai kantor dagang bagi perusahaan Belanda, yakni VOC, di sekitar tahun 1740, dengan gaya arsitektur ala kolonial Eropa yang khas.
Tempat ini, bahkan pernah dijadikan sebagai pusat perdagangan internasional, kala itu. Sayangnya setelah masa kolonial berakhir, House of Tugu banyak berubah fungsi, termasuk sebagai kantor pemerintahan.
Pada akhirnya di abad ke 20, pengelolaan bangunan itu dikembalikan kepada pihak swasta. Di masa kini, pengelolanya menambahkan sedikit sentuhan tanaman rambat yang memberikan nuansa sejuk dan klasik.
Kombinasi dari nuansa kolonial yang dipadukan dengan sentuhan modern membuatnya menjadi salah satu tujuan wisata favorit bagi para wisatawan yang ingin merasakan suasana masa lalu Kota Jakarta.
Bangunannya, bahkan telah dimanfaatkan oleh Grup Tugu sebagai sebuah hotel dan restoran pada akhir tahun 2024. Selain berbisnis, pihak pengelola ingin agar nilai sejarah tetap terjaga, sekaligus menghidupkan kembali kawasan Kota Tua sebagai tujuan wisata budaya dan kuliner.
House of Tugu pun dilengkapi dengan galeri seni, sehingga Anda dapat menikmati santapan khas Nusantara, sambil melihat koleksi seni yang bernilai tinggi.
Jembatan Kota Intan
Het Middelpunt Burg (jembatan pusat) atau yang saat ini lebih dikenal sebagai Jembatan Kota Intan merupakan lintasan perdagangan yang menjadi saksi bisu dari sibuknya lalu lalang kendaraan, kala itu.
Pada tahun 1655 jembatan yang terbuat dari kayu itu sempat hancur terkena banjir dan berulang kali mengalami perbaikan. Meski demikian, tidak ada struktur bangunan yang diubah.
Hanya saja, namanya diganti menjadi “Juliana Bernhard”. Sampailah pada tahun 1938, jembatan gantung itu dapat diangkat untuk mempermudah perahu-perahu lewat.
Namanya kembali berubah menjadi “Jembatan Kota Intan”, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Nama tersebut diberikan sesuai dengan lokasi jembatan tersebut berada.
Infrasktruktur itu kemudian beralih fungsi menjadi salah satu bagian dari Museum Bahari sejak 7 Juli 1977 dan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta pada masa itu, yakni Ali Sadikin.
Rupa dari jembatan itu sebenarnya seperti jembatan pada umumnya, namun sekarang, kedua sisinya dibatasi oleh pagar hitam disertai dengan penjagaan yang ketat, sehingga tidak banyak orang bisa melintasinya.
Museum Sejarah Jakarta
Jika Anda penasaran untuk mengetahui seperti apa bentuk sistem pemerintahan Jakarta pada masa pendudukan Belanda, Museum Sejarah Jakarta atau Fatahillah menjadi titik yang tepat.
Pembangunan gedung tersebut pada mulanya ditujukan sebagai balai kota pada zaman pemerintahan Gubernur Jan Pieterszoon Coen di tahun 1626, tetapi peresmiannya baru dilakukan pada tahun 1710 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Abraham Van Riebeeck.
Selepas peresmian lokasi itu beralih fungsi sebagai pusat pemerintahan perusahaan Hindia Timur (Vereenigde Oost Indische Compagnie/VOC) di Batavia yang tidak hanya mengurusi masalah hukum hingga pajak, tetapi juga pusat berdoa, pengadilan, penjara, dan tempat eksekusi tahanan.
Anda masih dapat melihat penjara tersebut, lengkap dengan barang-barang yang digunakan para tahanan dulu. Posisi penjara yang berada tepat di bawah bangunan utama, memiliki suasana suram dan cukup lembab.
Kegelapannya, bahkan dapat menggambarkan betapa sempit dan tersiksanya para tahanan yang dikurung di dalamnya.
Pada ruangan atas, pengelola museum telah menyiapkan berbagai informasi menarik disertai dengan koleksi-koleksi sejarah yang memberikan kilas masa lalu kota kolonial.
Terdapat pula informasi soal akulturasi budaya yang memengaruhi perubahan Kota Batavia, hingga akhirnya berubah nama menjadi Jakarta.
Museum Seni Rupa
Sejarah tidak akan lengkap apabila tidak berbicara soal hukum. Pada tanggal 21 Januari 1870 pemerintah Hindia-Belanda mendirikan bangunan yang nantinya digunakan sebagai lokasi pengadilan.
Bangunan tersebut diberi nama Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia atau Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia. Arsitekturnya amat megah, ada delapan tiang besar di bagian depan.
Bangunan juga dikelilingi oleh pepohonan yang menjulang tinggi, lengkap dengan rumput hijau. Menjadikannya salah satu bangunan bersejarah serta cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah di masa kini.
Pada tahun 1967-1973, gedung tersebut digunakan untuk Kantor Wali kota Jakarta Barat, dan tahun 1976 diresmikan oleh Presiden Soeharto sebagai Balai Seni Rupa Jakarta.
Hingga di tahun 1990 bangunan itu akhirnya digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.
Ada banyak aktivitas menarik yang dapat dilakukan di lokasi itu dengan melibatkan anggota keluarga, mulai dari melihat koleksi-koleksi seni rupa dari seniman ternama Indonesia, seperti Raden Saleh hingga S. Sudjojono atau mengunjungi studio gerabah untuk mencoba membuat gerabah dari tanah liat.
Stasiun Jakarta Kota
Stasiun Jakarta Kota ditetapkan sebagai Bangunan Stasiun Cagar Budaya Berdasarkan SK Gubernur No. 475 Tahun 1993, 29 Maret 1993; dan SK Menbudpar No. PM.13/PW.007/MKP/05, 25 April 2005.
Stasiun itu juga dijadikan sebagai stasiun akhir dan tidak mempunyai kelanjutan jalur rel kereta api (tipe terminus).
Dulu, Stasiun Jakarta Kota dikenal dengan nama Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappi/BEOS yang artinya maskapai angkutan kereta api Batavia Timur.
Stasiun juga dikenal dengan nama Batavia Zuid yang berarti Stasiun Batavia Selatan pada abad ke-19, tepatnya setelah Batavia memiliki stasiun kereta api Batavia Noord (Batavia Utara) yang terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang.
Unit-unit massa Stasiun Jakarta Kota terbagi dalam unit massa kepala, unit massa sayap, gerbang masuk utama, peron dan juga unit massa menara. Konfigurasi massa bangunan linier secara keseluruhan membentuk huruf “T”.
Intensitas kunjungan pengguna jasa transportasi di sini masih terbilang padat. Pada masa ini sudah banyak tenant-tenant yang berdiri untuk menyajikan aneka hidangan lezat bagi pengunjung yang menunggu waktu keberangkatan.
Areanya cukup bersih dengan fasilitas, seperti tempat duduk atau toilet yang memadai. Petugas yang ramah dan informatif juga siap membantu kapanpun pengunjung kebingungan terhadap letak peron dan jadwal kereta.
Kawasan Kota Tua tidak akan pernah cukup untuk dikelilingi dalam satu hari. Terlalu banyak cerita-cerita di masa lalu yang asyik untuk disimak, bahkan membuat Anda tercengang.
Memasuki tahun baru 2025, selamat menyelami kisah Jakarta melalui kemegahan Kota Tua. (ANT/LE)