Kupang, 28/11 (ANTARA/LE) – Indriawati (41), salah satu anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) sibuk melayani pemilih yang sudah selesai mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 03 di Kelurahan Nefonaek, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang.
Sambil duduk di atas kursi rodanya yang berwarna hitam, dia dengan serius terus melayani para pemilih. Di atas mejanya terdapat satu botol tinta yang digunakan untuk mencelupkan jari, usai para pemilih mencoblos di bilik suara.
Kemudian, di depannya terdapat sekitar dua sampai tiga lembar kertas berisi nama-nama daftar pemilih tetap (DPT) yang terdaftar di TPS tersebut.
Dengan senyuman, ia mengarahkan para pemilih yang sudah mencoblos untuk mencelupkan jarinya di botol tinta yang sudah disiapkan di atas meja.
Indriawati merupakan seorang difabel daksa yang terpaksa menggunakan kursi roda, setelah kecelakaan yang minimpa dirinya pada tahun 2003.
Wanita kelahiran 1981 itu sudah hampir 26 tahun tidak bisa berjalan selayaknya orang normal. Meskipun begitu, dia tidak pernah mau menyerah pada keadaan.
Mendapatkan informasi dari komunitas difabel di Kota Kupang bahwa ada pembukaan untuk kaum difabel menjadi petugas KPPS, dia kemudian berdiskusi dengan suaminya.
Setelah diizinkan oleh keluarganya, dia kemudian mendaftar. Dari sekian banyak difabel yang mendaftar, Indriawati kemudian menjadi satu dari empat orang difabel yang terpilih.
Kesehariannya memang hanya dilakukan di atas kursi roda. Selama masa tahapan pilkada, dia turut membantu proses pelaksanaan sosialisasi bersama rekan-rekannya di lingkungan TPS 03 tersebut.
Indriawati merasa bersyukur, walaupun dia memiliki kekurangan, dukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar juga turut membantu dirinya tetap semangat menjalankan tugas, khususnya untuk menyukseskan pelaksanaan pilkada di Kota Kupang.
Hanya saja, wanita yang dianugerahi lima anak itu menyadari bahwa dalam mendukung suksesnya pelaksanaan pilkada di Kota Kupang, dia tidak bisa sepenuhnya terlibat karena keterbatasan fisiknya.
Dia bersyukur karena keluarga dan teman-teman yang terlibat dalam kepenitiaan pilkada sangat mendukung. Mereka juga mengerti keadaan Indriawati, sehingga beberapa kegiatan, seperti mengantar undangan ke calon pemilih tidak selalu dilibatkan.
Ketua KPPS di TPS 03 Matilda da Silva pun menilai bahwa selama menjadi anggota KPPS, di tengah kekurangannya, Indriawati selalu berperan aktif untuk menyukseskan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Kupang serta Pilgub NTT.
Sebagai Ketua KPPS, dia tidak memaksakan lebih jauh pekerjaan-pekerjaan sulit yang harus dikerjakan oleh Indriawati. Meskipun demikian, beberapa kali dalam proses pengantaran undangan, Indriawati, dengan kekurangannya, selalu turut serta.
Bagi Indriawati, pengalaman pertamanya terlibat menjadi KPPS merupakan pengalaman berharga bagi dirinya. Di tengah kekurangannya tersebut dan sebagai warga Kota Kupang, dia mendoakan agar pelaksanaan pilkada di Kota Kupang berjalan aman dan lancar.
Garda terdepan
Untuk pelaksanaan Pilkada Kota Kupang, jumlah anggota KPPS, berdasarkan data dari KPU Kota Kupang mencapai 3.864 orang, empat di antaranya adalah kaum disabilitas.
Kehadiran kaum difabel untuk menjadi anggota KPPS merupakan bukti perhatian dari KPU Kota Kupang terhadap peran kaum disablitas di wilayah tersebut untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pilkada.
Bagi KPU Kota Kupang anggota KPPS itu menjadi penjaga garda terdepan bersama dengan komponen lainnya yang menentukan sukses tidaknya penyelenggaraan pemungutan dan perhitungan suara dari rantai paling bawah kepanitiaan pemilu.
Para anggota KPPS yang merupakan pemilih sekaligus panitia harus melayani ratusan pemilih karena di tiap-tiap TPS itu ada lebih dari 300 orang menggunakan hak suaranya.
KPU Kota Kupang tidak hanya memberikan tugas kepada para KPPS, tetapi juga selalu mengingatkan KPPS untuk selalu menjaga kesehatan mengingat beban kerja mere d TPS saat hari H yang sangat tinggi.
Selain itu, pelaksanaan perhitungan juga diatur jamnya, yakni seusai jam makan siang, agar para anggota KPPS bisa beristirahat.
Tidak hanya itu KPU juga menurunkan anggaran khusus untuk membeli vitamin untuk diberikan kepada para anggota KPPS yang bertugas di ibu kota Provinsi NTT itu.
Khusus untuk kaum difabel KPU Kota Kupang sendiri pada saat pemilu dan pilkada telah melibatkan kaum difabel, dengan proses seleksi yang juga ketat.
Kaum disabilitas yang dipilih sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 5. Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR atau DPRD, sebagai calon anggota DPD, dan sebagai penyelenggara pemilu.
Keterlibatan kaum difabel menjadi petugas pilkada mendapatkan apresiasi dari pengamat politik Johanes Tuba Helan yang menjadi bukti bahwa KPU terbuka kepada siapa saja yang ingin terlibat dalam menyukseskan pemilihan umum.
Dengan keterlibatan itu, KPU tidak ingin ada diskirimasi antara kaum difabel dengan petugas pada umumnya, apalagi hal tersebut sudah diatur dalam undang-undang.
Bukan hanya oleh KPU, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga mengangkat staf ahli gubernur dari kaum disabilitas.
Selain memenuhi ketentuan undang-undang dan menjunjung tinggi kesetaraan, keterlibatan kaum difabel dalam proses pemilihan umum ini sekaligus memberikan pesan inspiratif kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa mereka yang memiliki keterbatasan fisik saja memiliki semangat untuk berbuat kepada bangsa dan negerinya. (ANT/LE)