judul gambar
BadungHeadlines

Bisnis Jasa Pembuatan Sumur Bor Anjlok, Garansi Satu Tahun

Badung, LenteraEsai.id – Air merupakan kebutuhan vital bagi mahluk hidup, termasuk manusia. Bermacam-macam cara mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari (minum, mandi, cuci, kakus).

Alam telah menyediakan berbagai sumber air. Seperti danau, sungai, laut, mata air, pancuran, juga air hujan. Dulu baik di kawasan pedesaan maupun di perkotaan, sumur gali salah satu sumber air bagi masyarakat.

Seiring kemajuan zaman, masyarakat berangsur-angsur meninggalkan sumur gali. Yakni digantikan berlangganan air bersih pada perusahaan daerah air minum (PDAM) di daerah masing-masing untuk mendapatkan air memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di kawasan padat penduduk, banyak pula warga yang membuat sumur bor lantaran distribusi air PDAM kerapkali tidak lancar.

Seorang pelaku bisnis jasa sumur bor, I Gusti Putu Santiyasa (52) asal Kelurahan Dauhpala, Kabupaten Tabanan menuturkan, jasanya banyak digunakan warga di perumahan di daerah Tabanan dan Kabupaten Badung, selain ada pula yang bermukim di desa pekraman.

Pembuatan sumur bor lebih sering dilakukan warga ketika PDAM tidak mampu memberikan layanan yang maksimal. Misalnya distribusi air ke pelanggan sering tidak lancar atau sering mati, warga biasanya memilih membuat sumur bor. Walau harus mengeluarkan uang tambahan.

“Pelanggan itu kan membutuhkan air terus-menerus, untuk berbagai aktivitasnya. Apalagi yang tidak punya bak penampungan. Kalau sewaktu-waktu mereka kebelet ke toilet, tetapi air tidak ada, kan masalah,” kata Santiyasa saat ditemui pewarta LenteraEsai.id (LE) di kawasan Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung pekan lalu, saat mengerjakan sebuah sumur.

Pria tiga anak dan enam cucu itu mengaku sudah lima tahun lebih menekuni pekerjaan membuat sumur bor. Ia bekerja sama dengan seorang teman. Santiyasa memiliki tiga unit mesin bor dengan basecame di Tabanan. Temannya tiga unit mesin berada di Batubulan, Kabupaten Gianyar.

“Kami selain melayani perorangan juga perusahaan proferti. Ketika sebelum pandemi Covid-19, sebulan bisa mengebor 18 buah sumur. Tetapi saat Covid ini, pesanan anjlok, hanya sekitar 5 per bulan,” kata Santiyasa.

Mengenai kedalaman pengeboran tanah hingga ketemu air yang bagus, menurut Santiyasa bervariasi. Biaya juga bervariasi, katanya tanpa bersedia menyebut angka.

Kalau di kawasan Dalung, pengeboran yang dilakukan sekitar 45 meter sampai 50 meter. Sementara lamanya pengebotan tergantung lapisan tanah. Kalau lapisan tanah berbatu-batu dan padas keras, agak berat ngebor. Bisa berhari-hari dan mata bor bisa patah.

Namun demikian, lanjut Santiyasa, kepada para klien pihaknya ada perjanjian ketemu air, bukan soal kedalaman. Maksudnya dalam kedalaman berapa meter ketemu air layak pakai, baru pengeboran distop.

Diakui Santiyasa, selama ini berbagai pengalaman pahit dialami dengan pekerjaannya. Misalnya selain perabotan patah, ada juga yang tega tidak membayar setelah pengeboran selesai. Pernah juga bersitegang dengan pihak Subak, karena pembuatan sumur bor dianggap akan mengancam air untuk irigasi.

“Saya juga pernah ngebor sampai kedalaman 100 meter di Tabanan, tidak ketemu air. Maka dengan permohonan maaf kepada pemilik, pengeboran saya hentikan,” kata Santiyasa yang ketika itu pula pulang dengan tangan hampa.

Sebagai umat Hindu Bali, Santiyasa mengaku percaya tanah di seluruh Bali adalah sakral. Maka setiap akan ngebor pasti ngaturpiuning (mohon izin). Dengan menghaturkan banten pejati atau canang sari. Apalagi di kawasan areal pura dan sebagainya. Dengan harapan pekerjaan ngebor lancar dan berhasil.

Ditanya mengenai garansi atas pekerjaannya, Santiyasa mengaku memberi garansi selama satu tahun. “Jadi garansi setahun, baik terhadap mesin sedot air yang dioperasikan, maupun atas sumurnya sendiri,” ucapnya. (LE/Ima)

Lenteraesai.id