judul gambar
BadungHeadlines

Perajin Pande Besi di Bali Sulit Cari Generasi Penerus ‘Kabisa’

Badung, LenteraEsai.id – Sebelum teknologi berkembang maju, termasuk merambah dalam pembuatan perabotan rumah tangga, alat-alat pertanian dan sebagainya, semua dikerjakan secara konvensional dengan perangkat sederhana.

Misalnya dalam memproduksi alat-alat pertanian, semacam singkal (bajak), cangkul, arit, penampad, blakas, pisau dan sejenisnya, dikerjakan oleh warga masyarakat di Bali yang memiliki keterampilan khusus tentang itu, yang disebut pande besi (biasanya dari warga Pande, Red).

Tetapi seiring kemajuan zaman, banyak perabotan pertanian dan perkakas rumah tangga kemudian dikerjakan mesin secara massal. Seiring dengan itu, tidak sedikit perkakas dari besi yang didatangkan dari luar Bali. Akibatnya, aktivitas para pande besi pun terpengaruh.

Seorang pande besi, I Made Sita alias Pak Rai (70) dari Banjar Sukajati, Desa Taman, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung dalam perbincangan dengan pewarta LenteraEsai.id (LE) menuturkan, keluarganya secara turun-temurun merapen/memande, atau menjadi perajin besi. Tetapi setelah generasi tua sebagian besar meninggal dunia, belakangan sulit mencari pengganti untuk melanjutkan aktivitas membuat perabot rumah tangga, alat-alat pertanian dan lainnya yang terbuat dari bahan besi.

“Dari generasi saya ke bawah, sudah tidak banyak yang mau menerjuni profesi merapen, Mereka, anak-anak muda sekarang, lebih tertarik untuk terjun dalam bidang lain. Akibatnya, orang yang memiliki ‘kabisa’ dalam dunia keperapenan nyaris punah,” ujarnya, menuturkan.

Pak Rai mengungkapkan, sejak dari dulu keluarganya memang secara turun-temurun melaksanakan tradisi merapen, sesuai profesi (pekerjaan) soroh Pande. Namun belakangan, ‘tongkat estafet’ ini tampaknya mulai putus.

Pak Rai mengakui, selama menekuni profesi sebagai perajin atau pande besi, pihaknya juga terjun sebagai petani. Bekerja ke sawah, ladang dan beternak, seperti memelihara sapi, babi, ayam dan sebagainya. Namun demikian, memande tetap menjadi profesi yang tidak dapat ditinggalkan.

Masalahnya, ada saja yang datang ke rumah untuk membikin atau memperbaiki perabotan rumah tangga atau alat pertaniannya yang rusak, dan lain-lain yang ada kaitannya dengan barang yang terbuat dari bahan besi.

“Yang datang biasanya tidak semua mau bikin perabot baru, dengan membawa bahan baku. Tetapi banyak juga yang ‘masuh mentengin’ (service) alat-alat pertanian dan perkakas rumah tangga yang sudah tumpul atau rusak,” katanya sembari menyinggung masalah upah ‘mentengin’ yang lebih banyak dengan sistem kekeluargaan dan pertemanan.

Pak Rai juga terus terang mengaku bahwa tenaganya kini tidak seperti ketika masih usia muda dulu. Tidak kuat lagi menempa besi (pir) yang masih gelondongan untuk dijadikan perabot sesuai pesanan.

“Kalau dulu yang bisa, sekarang sudah kendor ini tenaga. Jadi, yang saya kerjakan sekarang, yang ringan-ringan saja,” ujar Pak Rai sembari menyebutkan, tidak tahu sampai kapan dirinya akan bertahan kerja di perapen.

Di akhir perbincangan, Pak Rai berharap ada keterunannya yang mau mengambil ‘tongkat estapet’ sebagai pande besi ini. “Ya..saya sih berharap ada anak, keponakan atau cucu-cucu yang akan meneruskan tradisi menjadi pande besi, supaya tradisi merapen sebagai warga Pande tidak punah,” ujarnya, mengharapkan.  (LE/Ima)

Lenteraesai.id