Warga NTT di Bali Mengeluh, Yulius: Pemprov NTT Kurang Responsif

Ketua Umum Ikatan Keluarga (IKB) Flobamora Yulius Yosep Diaz

Denpasar, LenteraEsai.id – Puluhan warga perantauan asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berdomisili di Bali, kini mengeluhkan masalah terkait perekonomian sebagai dampak dari mewabahnya Covid-19.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Ikatan Keluarga (IKB) Flobamora Yulius Yosep Diaz di Denpasar, Rabu (28/4) mengatakan, sejak awal pihaknya sudah menduga bahwa masalah ekonomi akan dihadapi warga perantauan yang selama ini berada di Bali, mengingat Covid-19 masih terus mewabah.

Bacaan Lainnya

“Kami sudah pernah menyampaikan itu ke pemerintahan di NTT, namun baik kalangan pemprov maupun pemkab se-NTT tidak memberi respon, sehingga berbagai masalah muncul seputar pandemik Covid-19,” katanya. 

Ia memngaku kurang memahami kebijakan Gubernur NTT, dan sebagian pimpinan daerah sekarang yang terkesan kurang responsif dengan keberadaan warga perantauan melalui paguyuban.  “Padahal Paguyuban Flobamora sebelumnya ada pengakuan dari pemerintah di NTT, dalam hal ini gubernur-gubernur terdahulu. Sekarang tidak, dan ini yang menjadi kendala bagi kami di Flobamora untuk melalukan komunikasi. Kami susah untuk komunikasi dengan pemangku kebijakan di NTT. Kami sudah beberapa kali bersurat dan meminta untuk audensi, tetapi tidak ada respon dari Pemprov NTT,” ungkapnya.

Untuk diketahui, keberadaan IKB Flobamora di Bali telah banyak berbuat sesuatu, baik untuk kemanusiaan maupun terkait promosi pariwisata daerah asal di NTT. Inilah yang ingin disampaikan ke Pemprov NTT, bagaimanapun juga Flobamora sudah ikut mempromosikan pariwisata NTT, bahkan sampai ketingkat international, paparnya. 

“Kembali ke persoalan warga Flobamora Bali yang terdampak Covid-19, saya yakin Pemprov NTT tidak punya data berapa jumlah warga NTT yang ada di Bali. Kalau diminta, kita Flobamora punya data sekitar 11 ribuan orang,” ucapnya. 

Lebih lanjut Yulius Diaz menjelaskan, dalam penanganan Covid-19 ini Flobamora juga ikut prihatin dengan keadaan sekarang. Masalahnya, bantuan sembako yang diturunkan Pemerintah Provinsi Bali, hanya dibagikan kepada orang lokal yang notabene ber-KTP Bali saja. Karena warga perantauan dianggap ‘krama tamiu’ (warga tamu/pendatang), jadi tidak berhak mendapatkan bantuan sembako.

“Inilah inti persoalannya, sehingga bantuan tersebut tidak diberikan kepada warga perantauan. Dalam kondisi tersebut, otomatis warga kita kini kelaparan karena tidak punya pekerjaan lagi. Mau cari makan di mana. Dan ketika ada niat untuk pulang ke NTT, tidak bisa karena semua akses ditutup sama pemerintah bahkan kebijakan penutupan ini sejak tgl 17 April lalu telah diberlakukan,” kata Yulius Diaz. 

Pertanyaannya, dengan ada penutupan ini apa solusi dari pemerintah? “Kami berharap Pemrov NTT dan Bali dapat berkoodinasi mencari jalan keluar untuk memulangkan warga NTT yang tidak mempunyai apa-apa lagi. Yang terpenting, pemulangannya tetap mengikuti SOP kesehatan. Saya rasa yang pulang itu mau kok dikarantina sampai di kampung mereka masing-masing. Flobamora sangat siap sekali kalau diminta untuk mendata, membantu Pemprov NTT dalam mencacat warga yang terkena dampak,” ujarnya. 

Ia mengharapkan, setidaknya ada instruksi dari Gubernur NTT untuk memerintahkan para bupati dapat memperhatikan warganya yang ada di rantau, bukan hanya di Bali,  di luar Bali juga harus diperhatikan. “Setidaknya pemprov atau pemda berilah sedikit bantuan untuk kita di rantau ini,” ucapnya, mengharapkan.  (LE-DP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *