Gubernur Koster Nyatakan Tidak Setuju Presiden Dipilih MPR

Denpasar, LenteraEsai.id – Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan secara prinsip mendukung dilakukannya amendemen UUD 1945, namun hendaknya hanya terbatas pada persoalan yang menyangkut tentang GBHN saja.

Selain itu, Gubernur Koster juga menyatakan setuju jika MPR kembali dijadikan lembaga tertinggi negara, tetapi bukan berarti Presiden dipilih MPR. Presiden harus tetap dipilih rakyat secara langsung, kata Gubernur Korter pada pertemuan dengan Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan, di ruang tamu Gubernur Bali di Denpasar, Jumat (14/2) pagi.

Bacaan Lainnya

Gubernur menyebutkan, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), di mana-mana merupakan muara terakhir dalam menyelesaikan masalah politik nasional. Sementara lembaga-lembaga tinggi negara yang lain, seperti DPD dan sebagainya, harus dievaluasi dengan lebih mendalam, sehingga keberadaannya betul-betul dapat membawa kepentingan daerah.

“Sekarang merupakan momen yang tetap untuk melakukan amendemen UUD 1945, khususnya untuk memasukkan GBHN ke dalam batang tubuh UUD tersebut dengan menempatkan secara proporsional fungsi DPR sebagai lembaga tertinggi negara,” katanya.

Gubernur yang jebolan ITB Bandung itu mengatakan, kini perlu adanya alur atau rute besar pembangunan nasional yang antara lain dituangkan dalam GBHN nantinya. Rute pembangunan nasional ini juga harus dipilah dengan baik, ada yang diwajibkan untuk seluruh daerah seperti contohnya pangan, infrastruktur dan kebutuhan pokok lain.

GBHN yang dijalankan hendaknya memenuhi kebutuhan fundamental rakyat, namun potensi dan kearifan lokal yang ada di tiap daerah juga harus diperhatikan dan diberikan ruang pembangunannya masing-masing. Contohnya, Bali tidak tepat melakukan pembangunan di sektor mineral dan energi, karena Bali tidak punya itu. Bali memiliki budaya dan pariwisata sebagai potensi lokalnya yang patut dikedepankan, ujar gubernur yang juga Ketua DPD PDI Perjungan Bali.

Gubernur Koster mengingatkan, NKRI bukan berarti seluruh republik harus sama, karena tiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda. Namun demikian, pemerintah pusat wajib memberikan guidance tentang adanya pola pembangunan yang harus diikuti daerah, tetapi bukan berarti harus ‘melepas’ semuanya ke daerah.

Senada dengan Gubernur Bali, Syariefuddin Hasan membenarkan bahwa sekarang merupakan momen yang tepat untuk amendemen UUD 45, yang antara lain dengan memasukkan beberapa poin.

“Sudah dibentuk badan kajian ketatanegaraan untuk membahas hal tersebut, plus memberikan ruang seluasnya untuk pendapat dan aspirasi. Kami turun ke masyarakat untuk menyerap aspirasi dan pendapat,” ujarnya.

Syariefuddin menyebutkan, aparat di tingkat Pemda bisa jadi pemberi pendapat yang objektif, karena mereka bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat. Demikin juga halnya dengan kalangan akademisi, katanya. (LE-DP1)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *