Badung, LenteraEsai.id – Masa pandemi Covid-19 banyak memberikan dampak signifikan dari sisi kesehatan dan perekonomian hingga berbagai sektor sosio kultural di masyarakat.
Pandemi Covid-19 telah memberikan banyak pelajaran kepada Pemerintah Provinsi Bali, khususnya dalam menata perekonomian Pulau Dewata, di mana struktur perekonomian ke depannya diharapkan bisa seimbang antara pariwisata, pertanian, kelautan dan perindustrian.
Mengingat selama pandemi terjadi, Gubernur Bali Wayan Koster telah mencatat ekonomi Bali mengalami ketimpangan yang sangat tajam, yakni 52 persen lebih ekonominya bersumber dari pariwisata. Sedangkan pertanian dan kelautannya hanya sekitar 22 persen.
“Jadi ketika sumber yang besar itu (pariwisata, red) terganggu, maka ekonomi Bali langsung mengalami kontraksi. Merujuk atas masalah inilah, di masa pandemi akan saya jadikan momentum untuk menyeimbangkan struktur perekonomian Bali antara pariwisata, pertanian, kelautan dan industri. Termasuk dengan cara ekspor,” demikian pesan yang disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster saat membuka Rakernas Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) ke-1 Tahun 2021 yang sekaligus dirangkaikan dengan HUT ke-60 yang berlangsung di Kuta, Badung, pada Sabtu (Saniscara Pon, Matal) tanggal 26 Juni 2021.
Di hadapan Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno hingga peserta Rakernas GPEI, Gubernur jebolan ITB ini menceritakan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional juga telah mengikuti rencana penyeimbangan struktur perekonomian Bali antara pariwisata, pertanian, kelautan dan industri.
“Sehingga sekarang Bapennas bersama Tim dari Bali sedang merancang transformasi ekonominya,” kata Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini. Bali di sektor pertanian dan kelautan yang sangat kuat tradisinya dan potensinya, kata Wayan Koster, ternyata selama ini tidak pernah diberikan kebijakan yang tepat. Industrinya yang selama ini berkembang secara alamiah, juga tidak melalui desain arah kebijakan yang terencana, terintegrasi, terpadu satu sama lain.
“Untuk itu, sekarang saya akan susun agar menjadi sumber atau produk ekspor, dan tahun 2022 bersiap on atau aktif. Mengingat keberpihakan untuk mendukung ekspor dan ekosistemnya selama ini tidak ada. Tapi saya salut sudah ada yang jalan secara alamiah ekspornya. Namun sekali lagi, sudah semestinya ekspor produk di Bali ini harus by desain, dipimpin oleh pemerintah, dan bekerja sama dengan semua stakeholdernya,” ujar orang nomor satu di Pemprov Bali ini.
Di sisi lain, Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini di hadapan GPEI lebih lanjut menyatakan saat ini masih ada kebijakan yang berpihak dengan impor. “Hal ini kemudian membuat produk-produk lokal kita tertekan. Karena kita sebagai negara agraris, sudah sepatutnya tidak impor beras. Akan tetapi impor berasnya terus. Impor bawang putih juga terus. Kita sebagai negara kelautan, negara maritim, sudah sepatutnya tidak impor garam. Namun garamnya juga impor. Bagaimana ini?. Kebalik-balik kita? Udah ngak benar caranya begini,” kata mantan anggota DPR-RI 3 periode dari Fraksi PDI Perjuangan.
Melihat kondisi itu, Gubernur Koster mengingatkan seluruh GPEI yang ada di Bali, bahwa Pulau Dewata ini punya garam terkenal di Kusamba, Klungkung, di Amed, Karangasem, di Tejakula, Buleleng, hingga di Jembrana. Jadi sangat luar biasa. “Tapi garam di Bali yang begitu bagus kualitasnya, garam kita sebenarnya disenangi di luar negeri, gara-gara garam beryodium menjadikan garam Bali ngak bisa dijual di pasar tradisional, karena ada aturannya,” jelas Wayan Koster seraya menyatakan kalau mau berpihak pada Indonesia yang kaya raya terhadap pertanian dan kelautannya, maka harus diubah secara politik.
Sebagai solusinya dalam memberikan perlindungan dan keberpihakan terhadap produk lokal Bali, pada kesempatan itu Gubernur Koster menyatakan di Bali saat ini telah ada Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali. “Sehingga Bulog saya minta, kalau membeli beras cadangan, gunakanlah beras lokal, jangan beli beras dari luar hingga impor,” katanya yang disambut tepuk tangan hadirin.
Sementara itu, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno dalam sambutannya memberikan dukungan kepada Bali untuk melirik pasar ekspor. Ia mengharapkan bahwa dalam menjalankan ekspor, harus selalu bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Kedutaan Besar di seluruh dunia untuk memasarkan barang-barang yang akan diekspor, dan hal ini sudah dilakukan oleh GPEI. (LE-DP1)