Singaraja, LenteraEsai.id – Sabtu malam, 20 April 2024, bertempat di eks pelabuhan tertua di Pulau Bali di Kota Singaraja, merupakan momentum awal bagi bangkitnya kembali Kabupaten Buleleng dalam denyut dan kreasi seni.
Sebagai pertanda kebangkitan kembali, malam apresiasi seni kali ini tidak hanya dimeriahkan dengan penampilan seni tari dan tabuh legendaris, tetapi juga dilengkapi pameran ogoh-ogoh, tatto, dan kuliner khas Buleleng.
Berjubelnya penonton pada malam apresiasi seni yang diiringi desiran angin pantai di bagian pelataran ‘pelabuhan tua’ tersebut, menggambarkan antusiasme masyarakat dalam memenuhi rasa haus terhadap hiburan rakyat.
Tidak dapat dipungkiri jika Kabupaten Buleleng banyak menyimpan talenta-talenta muda dalam berkesenian. Hanya saja, daya cipta, rasa dan karsa mereka belum terbentuk seutuhnya dalam bingkai ekspresi. Masa lalu Buleleng yang sarat dengan kesenian tradisional di bidang gamelan dan tari, kini perlu dibangkitkan kembali. Sejarah sudah mencatatkan kisah bahwa Buleleng sebagai cikal bakal gong kebyar dengan ciri khasnya yang energik.
“Janganlah meninggalkan masa lalu para lelangit yang sudah berjasa menorehkan karya seni penuh taksu demi Buleleng,” ujar dr I Nyoman Sutjidra SpOg, selaku inisiator kegiatan. Baginya, merupakan suatu dosa besar apabila kaum muda sebagai generasi penerus Buleleng di manapun berada, meninggalkan seni budaya adiluhung warisan para leluhur.
“Apalah artinya ajeg Bali jika tanpa seni budaya. Salah satunya, seni gambelan yang penuh dengan nilai-nilai pesan moral kehidupan,” kata Made Trip, seorang seniman kawakan, menambahkan.
Namun demikian, ia mengaku cukup berbahagia, mengingat malam ini gong kebyar Dauh Enjung Kabupten Buleleng diwakili Desa Munduk, Kecamatan Banjar, dapat tampil mebarung dengan gong kebyar Dangin Enjung legendaris, Eka Wakya Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Buleleng.
Para penabuh yang tampil, adalah tokoh-tokoh legendaris dalam bidangnya masing-masing. Penampilan kedua sekeha gong kebyar tersebut cukup memukau para penonton yang memadati halaman eks Pelabuhan Buleleng. Padepokan Seni Dwi Mekar, Rare Kuwal, Jhony Agung dan kawan-kawan, juga turut ambil bagian untuk menghibur warga masyarakat Bali bagian utara.
Gede Arya Setiawan selaku pembina Sekeha Gong Eka Wakya, menyampaikan terima kasih sekaligus merasa terobati sudah dapat menampilkan kreasi seni tabuhnya yang sangat bertaksu dan eksis sejak 1917. “Suksema banget kepada seluruh masyarakat Buleleng atas simpati dan dukungannya. Terima kasih tak terhingga secara khusus kepada Bapak Dokter Nyoman Sutjidra atas supportingnya,” kata Gede Arya Setiawan, penuh haru.
Lemah gemulainya penari dari sekeha gong kebyar dari Desa Munduk itu, terlihat sangat menakjubkan. Bahkan tidak sedikit penonton yang mengaku merinding menyaksikan kebolehan penari dalam mengolah agem, tanjek dan lirikan bola mata. “Aduh, merinding sekujur tubuh tiang setelah menyaksikan penampilan tarian dalam gong kebyar mebarung ini,” kata Komang Kariasih, salah seorang penonton.
“Satu kata, suksema,” ujar Made Trip, menimpali. Made Trip adalah seniman kawakan pembina tabuh yang sudah terbiasa keliling Benua Eropa guna mementaskan seni gamelan tradisioanal sebagai duta Indonesia di negeri orang.
“Tanpa kesenian, dunia terasa hambar. Terima kasih Ibu Semesta Alam dan suksema kepada semua komponen yang telah berpartisipasi melancarkan kegiatan ini,” kata Sutjidra yang diamini oleh Nyoman Arya Astawa alias Mang Dauh, yang turut ambil bagian sebagai donatur dalam kegiatan tersebut.
Pewarta: Anom Wijaya
Redaktur: Laurensius Molan
			

 
									 
													





