judul gambar
GianyarHeadlines

Video Adiknya Viral, Kakak Desak Made Angkat Bicara

Gianyar, LenteraEsai.id – Viralnya video kesaksian seorang mualaf bernama Desak Made Darmawati di media sosial, memantik respon kurang simpati dari berbagai kalangan warga masyarakat, terutama yang bermukim di Pulau Dewata.

Seperti yang marak bermunculan di media sosial sejak Jumat (16/4) siang, tidak sedikit warganet yang mencela, mengolok-olok bahkan mengutuk isi tausiah wanita yang adalah staf pengajar di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Jakarta tersebut.

Dalam ceramahnya yang ditayangkan lewat video di media sosial (medsos), Desak Made Darmawati pada pokoknya mengeluarkan statemen soal keyakinan yang sempat dianut sebelumnya, yakni semasa dia tinggal di pulau kelahirannya, Bali.

Terkait ramainya silang pendapat mengenai hal tersebut di medsos, akhirnya pihak berwajib melakukan lidik terhadap informasi tentang desa kelahiran Desak Made Darmawati yang diduga berasal dari Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali.

Desak Anom Sujati yang merupakan kakak kandung Desak Made Darmawati menjelaskan, memang benar adiknya yang kini menetap di Jakarta itu berasal dari Jalan Giri Kesuma, Banjar Melinggih, Desa/Kecamatan Payangan.

Sejak lahir hingga tamat sekolah di SMPN 1 Payangan, Desak Made Darmawati tercatat tinggal bersama keluarganya di desa tersebut. Baru setelah tamat SMP, dia pindah tinggal untuk melanjutkan pendidikan ke SMA di Denpasar.

Di hadapan petugas kepolisian yang datang meminta keterangan, Desak Anom Sujati mengaku tidak ingat kapan tahun pastinya Desak Made  melanjutkan sekolah di Denpasar.

Kemudian setelah tamat sekolah SMA, Desak Made diajak oleh kakaknya Dewa Ngakan Putu Widada (Alm) ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Setelah itu, Desak Anom Sujati mengatakan tidak tahu banyak jalan hidup yang ditempuh adik kandungnya itu setelah tinggal di Jakarta.

Ditanya petugas tentang pindah agama dari Hindu ke Islam, Desak Anom Sujati mengaku hanya tahu sebatas pidah keyakinan, serta telah menikah. “Tapi tahun berapa dia menikah dan suaminya siapa, saya tidak tahu lagi, karena telah kehilangan kontak,” ujar Desak Anom di hadapan petugas.

“Sampai tadi tuh saya baru tahu lagi, setelah videonya diributkan orang-orang di desa,” ujar Desak Anom sembari mengatakan bahwa rumah semasa kecil Desak Made Darmawati berada di Giri Kesuma Melinggih,  tepatnya di sebelah utara Gria Cebang Giri Kesuma, Payangan.

Dari hasil lidik pihak kepolisian bersama aparatur desa setempat, diketahui bahwa rumah tersebut kosong dan hanya sewaktu-waktu atau saat ada hari raya, baru ditempati oleh Ngakan Ketut Wana (saudara laki-laki Desak Made Darmawati) yang kini tinggal di daerah Monang Maning Denpasar.

Sebelumnya, menanggapi ‘ocehan’ Desak Made Darmawati, Sekjen Partai Hanura sekaligus pendiri Pasraman Astika Dharma Gede Pasek Suardika, dengan lantang menyatakan sikap. Dengan nada prihatin, pria yang akrab dipanggil GPS itu lantas mengambil langkah untuk meluruskan beberapa statemen Desak Made Darmawati agar tidak memberikan pemahaman yang keliru.

Dikatakan GPS, soal statemen Desak Made yang mengatakan di Bali Tuhan-nya banyak, mestinya Desak Made memahami dulu sejumlah sloka yang menyebutkan tentang Brahman, Atman, Aikyam, yang berarti Brahman atau Atman itu sama/tunggal. Selanjutnya dalam bait kedua Tri Sandya sudah jelas disebutkan bahwa: hanya ada satu Tuhan.

“Ibu Desak Made tidak bisa membedakan antara Tuhan dengan sinar Tuhan dalam konsep religi Hindu. Sinar Tuhan dalam bahasa Sansekerta adalah ‘div’, yang mana diberikan nama sesuai fungsi masing-masing di alam semesta. Seperti, ada Mahadewa, Brahma, Rudra dan lainnya, sesuai konsep kosmologi. Coba di Eropah saja tidak ada yang tahu persis ada nama Tuhan, hanya menyebut God. Di China dan Rusia lain lagi penyebutannya. Tapi konsepnya adalah sama bahwa Tuhan itu satu, yang dalam Hindu adalah Sang Hyang Widhi Wasa,” kata GPS.

Berikutnya, GPS menyinggung pernyataan Desa Made yang ketika kecil  disungging orang tuanya dan diajak ke alun-alun bola untuk melihat prosesi ngaben. Saat itu, Desak Made mengaku bahwa dirinya merasakan panas dingin dan gemetar.

“Ibu, boleh menyampaikan sesuatu, tapi jangan hiperbola yang tidak masuk di nalar. Karena di alun-alun, belum pernah sekalipun diadakan prosesi ngaben. Karena ngaben itu diadakan di setra atau sema. Jadi tidak mungkin di tempat nonton bola, dilangsungkan ngaben. Jangan-jangan ibu berhalusinasi biar kelihatan hebat berbicara. Kalau ibu tidak berpendidikan bolehlah, tapi ini ibu seorang doktor, yang biasa melakukan cek dan ricek dalam melakukan sesuatu. Jangan sampai kita salah baca kepercayaan orang, untuk menaikkan mutu ibu sendiri,” ucapnya, menegaskan.

Dan mengenai penyebutan, lanjut GPS, kalau Bali dikatakan gelap karena banyak setannya, hal ini juga perlu diluruskan. “Hati-hati itu sudah menghina, dari mana ibu berasal, menghina orang tua ibu, menghina kakek, buyut, dan di mana darah daging ibu berasal dari Bali. Jadi saya ingin jelaskan kosmologi orang Bali agar dipahami semua orang, sehingga Bali hari ini sangat terkenal. Itu bukan karena Bali tempat kumpulnya para setan, itu salah. Hanya orang yang berpikiran kotor, gelap dan takut bayangan hitam yang mengikuti dirinya yang mengatakan Bali itu pulau setan. Seluruh dunia itu, saya sudah mengunjungi 30 negara, ketika disebut saya perwakilan parlemen dari Bali, semua antusias ingin ngobrol lebih jauh, itu menunjukkan betapa mashyurnya Bali. Bali itu tidak gelap, Bali itu gemerlap. Cahaya disinari seluruh dunia tahu, sehingga semua orang merasa aman, nyaman dan senang berada di Bali. Jangan salah memahami soal setan. Dalam sistem religi Hindu di Bali, ada perbedaaan orang Bali memandang seluruh alam semesta sebagai ciptaan Tuhan yang harus dijaga harnomisnya. Itulah konsep Tri Hita Karana. Orang Bali didoktrin sejak di kandungan untuk harmonis dengan semuanya, karena manusia memiliki Tri Permana,” ucap mantan Ketua Komisi III DPR RI itu.

Mengenai konsep reinkarnasi yang dikatakan Desak Made di mana ia sama sekali tidak mempercayai, GPS menganalogikakan dengan sulur DNA. Seorang anak bisa saja DNA-nya dominan dari kakek, atau buyut. Wajar itu terjadi. Orang Bali sangat hormat leluhur, dan menempatkan leluhur di tempat spesial karena diajarkan menghormati darimana dia berasal. “Kita dilatih etika berterima kasih. Kalau hina leluhur, percayalah pasti dinistakan. Mumpung masih ada waktu, sadarlah. Kalau sudah berpindah, tidak perlu hina atau rendahkan nistakan kepercayaan sebelumnya,” kata GPS, menekankan. (LE-GA)

Lenteraesai.id