judul gambar
AdvertorialHeadlinesTabanan

Paralegal Diharapkan Menjadi Jembatan Bagi Warga Bali Dalam Menyelesaikan Kasus Adat dan Hukum KDRT

Tabanan, LenteraEsai.id – Walaupun produk perundang-undangan yang melindungi perempuan sudah mulai banyak saat ini, tetapi angka kasus kekerasan terhadap perempuan di berbagai daerah menggambarkan kenaikan setiap tahunnya.

Bahkan, angka tindak kekerasan tersebut disinyalir jauh lebih besar dari yang selama ini dilaporkan, mengingat KDRT merupakan kasus fenomena gunung es, di mana yang timbul ke permukaan hanyalah sebagian kecilnya saja. Hal yang patut dicatat bahwa UU PKDRT juga memuat terobosan-terobosan hukum, salah satunya adalah mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam membantu korban kekerasan.

Demikian disampaikan Ny Tjok Istri Putri Hariyani Sukawati selaku Ketua Forkomwil Puspa Provinsi Bali dalam rangka dengar pendapat publik (public hjearing) akses layanan hukum dan peran paralegal dalam rangka Proyek Sekolah Paralegal Anti-Kekerasan (SPEAK), di Kubu Bali WCC Tabanan, Selasa (30/3).

Perlindungan perempuan dan anak secara hukum sudah disebutkan pada bab V pasal 15 yang menyatakan bahwa; Setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuan untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan kepada korban, memberikan pertolongan darurat dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. Disebutkan, dalam Pasal 5 UU Bantuan Hukum yang disahkan pada tahun 2011 “Bantuan Hukum diberikan oleh Advokat, Paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum”.

Melalui ketentuan tertulis ini, telah memasukkan paralegal sebagai salah satu kelompok pemberi bantuan hukum yang dapat memberikan bantuan hukum. Peran paralegal semakin hari semakin diakui, terutama dalam pendampingan perempuan korban kekerasan di tingkat komunitas. “Selama ini banyak perempuan yang menjadi korban hanya diam dan tidak bertindak apapun untuk mengatasi tindakan kekerasan yang dialaminya. Di level itu eksistensi paralegal yang berada dekat dengan para korban bisa melakukan pendekatan, memperkuat rasa percaya diri dan membuat korban mampu mengambil keputusan,” ungkap Ny Tjok Istri Putri Hariyani Sukawati.

Ketua Panitia Proyek Sekolah Paralegal Anti-Kekerasan (SPEAK), Ni Putu Arianti mengatakan bahwa Proyek Sekolah Paralegal Anti-Kekerasan (SPEAK) ini sudah diselenggarakan sejak bulan Oktober 2020 dan akan berakhir pada bulan Oktober mendatang yang dibiayai oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Ditambahkannya, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan akses layanan hukum bagi korban kekerasan di Bali dengan meningkatkan jumlah paralegal yang nantinya akan berperan untuk dapat bekerja dari tingkat akar rumput.

Beberapa peran yang mampu dilaksanakan paralegal adalah melakukan identifikasi adanya kasus kekerasan yang terjadi, melalukan konseling dasar untuk penguatan korban, merujukkan korban pada institusi yang terkait, mendampingi korban dalam proses penyelesaian masalah yang telah dipilih korban (terutama non litigasi). Pengembangan konsep Kader Pendamping Hukum (paralegal) berbasis komunitas yang bertujuan untuk mendorong upaya bantuan hukum bagi perempuan korban kekerasan yang dilakukan oleh anggota komunitas itu sendiri.

Paralegal sebagai seseorang yang tidak berprofesi sebagai pengacara namun mampu melakukan kegiatan advokasi dan pengorganisasian, akan direkrut dari istri-istri pejabat publik, salah satunya istri kepala desa, dengan harapan ketika fenomena kekerasan terhadap perempuan menyerang di berbagai kondisi, keberadaan paralegal di suatu komunitas mampu memberikan bantuan dengan cepat. Selain hal tersebut keberadaan paralegal juga mampu memberikan efek jera kepada para potensi pelaku kekerasan untuk tidak melakukan lagi kekerasan, ucapnya.

Besarnya peran paralegal diharapkan dapat lebih meningkatkan akses layanan hukum secara lebih optimal demi perlindungan perempuan dan anak, yang merupakan upaya sejalan juga dalam kerja-kerja Forkomwil Puspa Provinsi Bali, kata Arianti.

Kegiatan ini dihadiri oleh Konsulat Jenderal Amerika Serikat (Surabaya), Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Bali, Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Ketua Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), Rektor Universitas Dhyana Pura, Rektor Universitas Dwijendra, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Tabanan, Dandim 1619 Tabanan, Ketua Pengadilan Negeri Tabanan dan Ketua Kejaksaan Negeri Tabanan.  (LE-TB1)

Lenteraesai.id