Denpasar, LenteraEsai.id – Tim gabungan kepolisian dan kejaksaan menangkap terpidana dua tahun penjara atas kasus penggunaan akta autentik yang dipalsukan, Harijanto Karjadi, di Jakarta pada Selasa (8/9/2020) siang.
Kasi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali A Luga Herliano di Denpasar, Selasa (8/9) malam mengatakan, begitu ditangkap, terpidana langsung diboyong ke Bali untuk dilakukan ekseskusi dan dijebloskan ke Lapas Kerobokan guna menjalani hukuman sesuai dengan vonis hakim 2 tahun penjara.
“Setelah tiba di Denpasar, jaksa langsung melakukan eksekusi sebagaimana dimaksud dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 595 K/Pid/2020 tanggal 28 Juli 2020,” ujar pejabat yang akrab disapa Luga.
Ia menyebutkan, terpidana Harijanto yang adalah ‘boss’ Paradiso Grup, dijemput paksa alias ditangkap karena sebelumnya pihak kejaksaan telah melakukan pemanggilan secara patut untuk dieksekusi, namun yang bersangkutan tidak mengindahkannya.
“Karena saat dipanggil secara patut dan layak untuk dilakukan eksekusi atas putusan kasasi, terpidana tidak mau hadir, maka dilakukanlah upaya paksa dengan cara penangkapan,” kata Luga, menjelaskan.
Luga mengungkapkan, dalam putusan kasasi, Harijanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana menggunakan akta otentik yang dipalsukan dan menjatuhkan putusan pidana penjara selama dua tahun.
Seperti diketahui, upaya hukum kasasi ditempuh Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena sebelumnya di tingkat banding Harijanto divonis bebas. Diketahui pula, pada sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Harijanto dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Jadi, keputusan kasasi menguatkan vonis yang dijatuhkan PN Denpasar.
Selama menunggu proses kasasi di Mahkamah Agung, Harijanto tidak menjalani penahanan fisik hingga kemudian harus diburu dan ditangkap setelah turunnya vonis hukuman di tingkat kasasi tersebut.
Luga mengatakan, sebelum terpidana Harijanto diboyong dari Jakata ke Bali, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatan yang hasilnya terpidana dinyatakan sehat.
Di muka persidangan tingkat pertama terungkap, kasus yang menjerat ‘boss’ Paradiso Grup itu terjadi pada 14 November 2011 bertempat di Notaris I Gusti Ayu Nilawati yang beralamat di Jalan Raya Kuta No.87, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No.8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di Notaris Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut dilakukan PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Kabupaten Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifikat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga kemudian piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).
Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar. “Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” ujar JPU.
Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harijanto telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No.28 tanggal 28 November 2005,” kata JPU.
Di muka persidangan terungkap, adanya perbuatan Harijanto Karjadi dan Hartono Karjadi (DPO) seperti itu, telah mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian sebesar USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. (LE-PN)