judul gambar
HeadlinesKarangasem

Pantang Menyerah, Pemuda Difabel Beternak Sapi dan Jualan Tamas untuk Menyambung Hidup

Amlapura, LenteraEsai.id – Nasib kurang beruntung dialami oleh I Ketut Widarta (33),  warga yang tinggal di Bukit Abah, Banjar Pakel, Desa Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali bagian timur.

Pria lajang yang hidup di daerah perbukitan yang dikenal memiliki kontur kemiringan yang rata-rata cukup tajam itu, diketahui mengalami cacat fisik bawaan sejak lahir. Bagian tangan kanan Widarta tidak bisa digerakkan secara normal, bahkan bisa dibilang lumpuh.

Walaupun memiliki keterbatasan fisik seperti itu, namun tidak menyurutkan semangat Widarta untuk tetap bekerja keras agar bisa membeli beras dan kebutuhan hidup yang lainnya.

Saat ini, salah satu kegiatan yang dapat dilakukan Widarta adalah beternak sapi. Karena itulah yang memungkinkan bisa dijamah sehubungan dengan keterbatasan fisik yang dimiliki. Meski dulunya pernah bekerja di pencetakan batako dan buruh bangunan, namun sering tak bisa bertahan untuk meneruskannya.

“Ya saya pernah bekerja di tempat cetak batako, tapi saya mengundurkan diri karena tidak kuat harus bekerja sendirian, dan hanya dengan satu tangan saja,” kata Widarta saat ditemui di rumahnya pada Minggu (10/5/2020) petang.

Setelah tidak lagi bekerja di tempat cetak batako, Widarta mengku mencoba ikut kerja sebagai kuli bangunan, diajak teman.  “Saya berusaha untuk bertahan jadi kuli bangunan, namun sayang di daerah ini sekarang tidak ada lagi orang yang mendirikan bangunan, jadi saya lama menganggur,” kata Widarta sambil menundukkan kepalanya.

Kalau saja ada yang minta untuk kerja di luar desa, lanjut dia, tidak mungkin bisa dipenuhi sehubungan tidak punya kendaraan. Lagian sebagian besar desa letaknya di bagian kaki bukit yang jauh di bawah sana.

Sedangkan ibu kandungnya Ni Nyoman Rempyeg, yang satu-satunya orang yang tinggal bersama Widarta saat ini, juga tidak bisa berbuat banyak karena anyaman ‘tamas’ yang dibuat selama ini, tidak ada lagi yang membeli.

“Kalau dulu ada saja yang beli tamas ke sini, tapi sekarang sudah ada sekitar 8 ikat tamas yang saya buat tidak ada yang datang membeli,” ujar Ny Rempyeg, menimpali.

Untuk biaya hidup sehari-hari, Widarta dan ibunya, senada mengaku masih bersyukur,  karena belakangan ada bantuan dari Dinas Sosial Kabupaten Karangasem melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yang diterimanya setiap bulan.

Selain itu, kadang juga dikirimi sedikit uang dari kakaknya yang bekerja di Gianyar sebagai tukang angkut sampah. Dari kiriman kakaknya itulah, Widarta dan ibunya mendapat tambahan rejeki untuk biaya hidup sehari-hari.

Selain bekerja sebagai tukang angkut sampah, kakaknya juga disebutkan punya pekerjaan sampingan yang digeluti sejak beberapa tahun lalu, yaitu beternak ayam pedaging.

Tapi semenjak adanya Virus Corona, ternak ayam milik kakaknya mengalami kerugian yang cukup besar, karena harga ayam di pasaran mengalami penurunan yang cukup drastis.

“Jadi kakak saya belakangan ini sudah tidak lagi mengirimi saya uang, sehingga tidak jarang mengalami kekurangan untuk kebutuhan hidup sehari-hari yang hanya mengandalkan bantuan PKH,” kata Widarta.

Satu-satunya yang masih menjadi harapan, lanjut Widarta, adalah melalui ternak dua ekor sapi yang kini terus dicarikan pakan rumput yang cukup banyak tumbuh di areal perbukitan di sekitar tempat tinggalnya.

“Mudah-mudahan harga sapi bisa bagus, akan saya jual untuk bisa menutupi biaya hidup di saat ‘tamas’ buatan ibu dan tempat kerja lain yang mungkin bisa saya lakukan, tak lagi ada di kawasan desa saya,” ujarnya, lirih.  (LE-Met)

Lenteraesai.id