judul gambar

Dari PPKD Jaksel Menuju ke Negeri Sakura

Dari PPKD Jaksel menuju ke Negeri Sakura
Salah satu peserta pelatihan Pusat Pelatihan Kerja Daerah (PPKD) Jakarta Selatan, Buhori yang lolos bekerja ke Jepang, Tochigi, Rabu (5/11/2025). ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi.

Jakarta, 05/11 (ANTARA) – Merawat sapi di Jepang, tidak pernah terlintas, sebelumnya di benak seorang Buhori. Mungkin, pada awalnya, dia memang berniat untuk mencari nafkah, namun siapa sangka dia menemukan cerita baru yang tak disangkanya itu.

Di bawah suhu yang bisa mencapai minus 10 derajat Celsius, Buhori memulai harinya lebih cepat. Pria 28 tahun asal Cirebon itu menyiapkan diri di antara suara dengusan sapi perah yang menandai rutinitas pagi di sebuah peternakan di Tochigi, Jepang.

Bacaan Lainnya

Di tempat inilah, selama tiga tahun terakhir, ia menimba pengalaman kerja yang mengubah cara pandangnya tentang disiplin, ketekunan, dan arti kesempatan.

“Saya dulu tidak pernah kepikiran ke Jepang. Awalnya cuma mau cari pengalaman baru, ternyata lewat pelatihan di PPKD Jakarta Selatan, saya malah bisa sampai sini,” ujar Buhori, saat dihubungi dari Jepang.

Kesempatan itu datang pada 2021, ketika seorang temannya memberi tahu bahwa Pusat Pelatihan Kerja Daerah (PPKD) Jakarta Selatan membuka program pelatihan bahasa Jepang untuk calon peserta magang.

Tanpa banyak pertimbangan, Buhori mendaftar. Dari sekitar 200 pendaftar, hanya 30 yang lolos seleksi awal. Setelah melalui tahapan administrasi, tes fisik, hingga pemeriksaan kesehatan, tersisa 15 peserta yang akhirnya dinyatakan siap berangkat.

Buhori menjadi salah satu dari belasan peserta yang lolos seleksi program magang kerja ke Jepang, melalui PPKD Jakarta Selatan, lembaga pelatihan di bawah Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta.

Program pelatihan itu, kata Buhori, tidak memungut biaya sepeser pun. Seluruh proses pelatihan, hingga keberangkatan, difasilitasi oleh PPKD dan lembaga mitra, LPK Jakarta Global Group. “Gratis dari awal daftar sampai belajar. Biaya keberangkatan sekitar Rp25 juta ditalangi dulu, baru dicicil, setelah kerja di Jepang,” ujarnya.

Setelah menunggu satu tahun proses administrasi dan penempatan, Buhori akhirnya berangkat ke Jepang pada 2022. Ia ditempatkan di sebuah peternakan sapi perah yang bekerja sama dengan perusahaan pengolahan susu lokal.

 

Belajar memahami 

Berada di Jepang, semuanya terasa baru baginya, mulai dari cuaca, bahasa, makanan, hingga budaya kerja. Ia belajar memerah sapi dari nol, dibimbing langsung oleh pemilik peternakan.

Di peternakan tempatnya bekerja, ada lebih dari 100 ekor sapi yang diperah dua kali sehari, yakni pagi dan malam. Setiap harinya, sekitar 3.000 kilogram susu segar dikirim ke industri pengolahan.

“Semuanya steril banget. Tidak boleh ada susu kotor atau tercampur air. Kalau di Indonesia, mungkin masih ada yang longgar, kalau di sini disiplin banget,” ucapnya.

Buhori mengaku, adaptasi dengan budaya kerja Jepang menjadi tantangan tersendiri. Meskipun demikian, tantangan terbesarnya justru bukan pada pekerjaan, melainkan adaptasi fisik dan mental.

Kalau, misalnya, izin sakit, harus menyampaikan terlebih dahulu, semuanya teratur, detail, dan tepat waktu. Meskipun demikian, ia senang, karena lembur dibayar dan kerja dihargai.

Meski jauh dari keluarga, Buhori bertahan dengan motivasi sederhana, yakni menafkahi orang tua dan membangun masa depan. Kata dia, jika dikonversi ke rupiah, maka gajinya bisa tiga kali lipat UMR Jakarta.

Terlepas dari itu, bagi Buhori, keberangkatan ke Jepang adalah hasil dari kesiapan diri, bukan sekadar keberuntungan. Ia menilai program, seperti PPKD, penting untuk membuka peluang baru da mengubah pola pikir bagi anak muda.

Keberadaan PPKD, seperti di Jakarta Selatan, sangat berpengaruh bagi anak muda yang ingin meningkatkan kompetensi.

Dia menilai sebenarnya ada banyak peluang mencari pekerjaan, namun semua itu tergantung dengan keahlian yang dimiliki untuk bisa bersaing di negara orang. Segala hasil tentunya harus melalui segala proses dan tahapan yang dilalui. Tentunya, proses ini, tidak semua orang melihat maupun merasakan.

Di Jepang, dia belajar mengenai tanggung jawab, karena semua harus dikerjakan secara teliti, cepat, dan rapi. Kalau salah, tidak dimarahi, tapi diberi tahu sampai paham.

Ketika ditanya soal fenomena banyak Warga Negara Indonesia (WNI)  yang memilih tinggal maupun bekerja di luar negeri atau terangkum dalam tagar #KaburAjaDulu yang sempat diperbincangkan, Buhori memberikan tanggapannya.

“Menurut saya, bukan kabur yang salah, tapi kesiapan diri. Kalau punya skill, mau di Indonesia atau luar negeri, pasti bisa hidup. Pemerintah sudah kasih fasilitas, kayak PPKD. Tinggal kitanya mau belajar atau tidak,” ujarnya.

Baginya, bekerja di luar negeri bukan pelarian, melainkan proses pembelajaran. Banyak hal yang harus dipelajari, mulai dari bahasa, bisnis, hingga manajemen bekerja. Dia mengaku tak terbuai dengan hidup di negeri orang, dan berjanji akan kembali ke Indonesia untuk mengamalkan ilmunya.

Setelah kontraknya berakhir tahun depan, Buhori berencana kembali ke tanah air, dengan membangun bisnis sendiri. Kalau bisa membantu negara, walaupun nilainya cuma 0,1 persen, sudah sudah bahagia.

Ia percaya, pengalaman di Jepang memberinya bekal, bukan hanya soal teknis kerja, tapi juga nilai-nilai hidup. Dari Negeri Sakura, dia belajar bahwa semua orang punya tanggung jawab yang tinggi dan menghargai waktu. Nilai berharga itu yang akan dibawanya pulang ke tanah air.

Sore itu, sambungan telepon menunjukkan rasa tulus dalam percakapan Buhori.

Bagi dia, perjalanan dari ruang kelas PPKD Jakarta Selatan, hingga ke ladang rumput di Jepang, bukan sekadar perpindahan tempat kerja, melainkan perjalanan menemukan dirinya sendiri.

“Mulai aja dulu. Jangan takut gagal, jangan takut mencoba. Uang bisa dicari, tapi kesempatan tidak datang dua kali. Kalau punya mimpi, kejar sampai dapat. Yang penting, terus belajar dan jangan malas membaca. Karena negara maju dimulai dari rakyat yang rajin belajar,” katanya.

 

Pelatihan kemampuan kerja

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Nakertransgi) Provinsi DKI Jakarta secara resmi membuka Pelatihan Mobile Training Unit (MTU) Kejuruan Bahasa Jepang Angkatan 1 (160 JPL) Tahun Anggaran 2025.

“Hadirnya pelatihan MTU Bahasa Jepang ini merupakan bentuk komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam memperluas akses pelatihan vokasi yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja global,” kata Kepala Dinas Nakertransgi DKI Jakarta, Syaripudin.

Kegiatan yang berlangsung di SMK Puspita Persada, Jakarta Selatan, ini menjadi pelatihan MTU perdana di bidang Bahasa Jepang yang diselenggarakan oleh PPKD Jakarta Selatan. Dengan menjangkau sekolah ataupun tempat tinggal, diharapkan program MTU mampu lebih dekat dengan masyarakat.

Pemerintah memandang, kemampuan berbahasa asing, khususnya bahasa Jepang, menjadi salah satu kunci penting untuk membuka peluang karir di luar negeri maupun di perusahaan Jepang yang beroperasi di Indonesia.

Dinas Nakertransgi DKI Jakarta berharap semakin banyak masyarakat yang memiliki keterampilan berdaya saing global dengan diselenggarakannya pelatihan MTU Bahasa Jepang ini.

Sementara, Kepala Pusat Pelatihan Kerja Daerah (PPKD) Jakarta Selatan Budi Karlia Setiyanto menambahkan pelatihan yang berlangsung hingga 6 November 2025 ini diikuti oleh peserta yang berasal dari berbagai wilayah di Jakarta Selatan.

Mereka akan mendapatkan pembelajaran intensif selama 160 jam pelajaran, meliputi kemampuan berbicara, mendengar, membaca, dan menulis Aksara Jepang, dengan pengajar yang berpengalaman di bidangnya.

Syarat mengikuti pelatihan kejuruan Bahasa Jepang, yakni usia minimal 17 tahun, berdomisili di Jakarta, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki minat kerja ke Jepang.

PPKD Jaksel juga bekerja sama dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) DKI Jakarta untuk pelatihan Bahasa Jepang sebagai bagian persiapan tenaga kerja migran ke Jepang.

 

Oleh Luthfia Miranda Putri
Editor : Masuki M Astro

Konten ini dilindungi oleh hak cipta dan dilarang untuk disebarluaskan tanpa izin tertulis dari ANTARA

Pos terkait