Denpasar, LenteraEsai.id – Soliditas dukungan terhadap pengajuan RUU Provinsi Bali tak henti mengalir, mengingat UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dipandang sudah tidak relevan lagi.
Hal ini terlihat pada kegiatan ‘Rapat Konsultasi dan Koordinasi serta Ramah Tamah Gubernur Bali dengan Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskoda, Anggota DPR RI, DPD RI Dapil Bali, Pimpinan DPRD Provinsi Bali, NTB, NTT, yang berlangsung di Gedung Kerta Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, Selasa (3/3/2020) malam.
Pada kesempatan ini, Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahwa Provinsi Bali dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur; yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
“Undang-undang ini sudah kurang sesuai dengan kondisi saat ini, karena yang berlaku adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujar Gubernur Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali.
Menurutnya, dalam Undang-Undang ini, Bali, NTB, dan NTT merupakan negara bagian bernama Sunda Kecil sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat. Selain itu, Undang-undang ini hanya bersifat administratif, tidak memberi kerangka hukum pembangunan Bali secara utuh sesuai potensi dan karakteristik, sehingga kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan zaman dalam pembangunan daerah Bali.
‘Tujuan dari RUU ini agar pembangunan di provinsi Bali dapat diselenggarakan secara menyeluruh, terencana, terarah dan terintegrasi,” tegasnya.
Selanjutnya, Gubernur Koster berharap ke depan akan memandang perlu untuk menata pembangunan Bali secara fundamental dan komprehensif, tentu harus dengan payung hukum yang memadai, sehingga RUU Provinsi Bali disusun dengan rinci dan seksama.
“Materi dan sistematika RUU Provinsi Bali terdiri dari 12 Bab dan 39 Pasal yaitu : Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas Dan Tujuan; Bab III Posisi, Batas, Dan Pembagian Wilayah; Bab IV Pola Dan Haluan Pembangunan Bali; Bab V Pendekatan Pembangunan Bali; Bab VI Bidang Prioritas Pembangunan Bali; Bab VII Pembangunan Bali Secara Tematik; Bab VIII Pembangunan Perekonomian Dan Industri; Bab IX Kewenangan Pemerintahan Provinsi Bali; Bab X Pedoman Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Bali; Bab XI Pendanaan, dan Bab XII Ketentuan Penutup,” kata Gubernur kelahiran Desa Sembiran, Buleleng, Bali.
Dikatakannya, sebenarnya RUU ini hanya mengatur bagaimana membangun Bali dengan potensi yang dimiliki agar bisa dijalankan secara optimal sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada di provinsi Bali, bukan undang-undang untuk menjadikan Bali sebagai otonomi khusus. Akan tetapi otonomi sebagaimana yang berjalan yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Harus diberikan agar daerah itu bisa maju dan bergerak dan memberdayakan potensi secara baik.
“Kita mempertegas undang-undang ini harus berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Saya kira ini memang sesuatu yang sangat mendesak untuk dilakukan penyesuaiannya. Undang-undang ini sudah kami ajukan di Komisi II DPR RI, DPD RI, Badan Legislasi DPR RI, kepada Mendagri, Menkumham. Semuanya beliau setuju untuk melakukan penyesuaian dan mendukung rancangan undang-undang tentang Provinsi Bali ini,” tegasnya.
Pada tempat yang sama, Gubernur NTT Viktor Laiskodat dan Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan, pihaknya sangat mendukung berdirinya Undang-Undang tentang provinsi Bali. Tapi tentunya tidak boleh menghilangkan undang-undang yang telah ada terkait terbentuknya tiga provinsi. Ada sejarah terbentuknya tiga provinsi yang harus kita jaga agar sejarah para senior-senior yang telah bersama-sama membangun tiga provinsi.
“Dalam semangat inklusif itu juga, menurut saya apapun undang-undangnya, apapun bentuknya tetapi dunia akan maju dalam sebuah peradaban yang maju dengan borderless. Jangan sampai ada batas batas-batas administratif dan batas-batas pelayanan yang sangat kaku yang membuat kita sangat tidak bisa berhubungan satu sama lain. Karena itu dalam semangat ini Saya dengan Pak Zulkieflimansyah (Gubernur NTB) bersama dengan pak Wayan Koster (Gubernur Bali) sangat setuju dan mendorong percepatan agar bisa cepat selesai, kalau bisa dalam tiga bulan sudah jadi undang-undang ini. Kami senang dan mendukung, tapi tolong sejarah terbentuknya tiga provinsi ini tetap dicantumkan sebagai dasar terbentuknya undang-undang itu, sehingga sejarahnya tidak hilang,” ujarnya. (LE-DP1)