judul gambar

Disabilitas Tak Menyerah Melahirkan Karya

Disabilitas tak menyerah melahirkan karya
Pedagang UMKM keset perca bernama Sri Pamujih saat ditemui di kediamannya di Singosari, Malang, Selasa (11/11/2025). ANTARA/Luthfia Miranda Putri.

Jakarta, 21/11 (ANTARA) – Pada dasarnya setiap orang memiliki keterbatasan, dari kata itulah melahirkan hasrat untuk terus berkembang. Penyandang disabilitas juga merasakan itu.

Adanya perbedaan tentu tak menghalang niat mereka untuk menghapus batas dan merangkul perbedaan. Seperti yang dilakukan Bentoel Group dalam memberikan bantuan kepada para disabilitas di Kabupaten Malang.

Bacaan Lainnya

Di salah satu sudut di Kabupaten Malang, jari jemari bapak Sri Pamujih tampak terampil menganyam satu demi satu helai kain perca yang dililitkan dalam alat pintal. Kain yang dianggap tak berguna itu kini memiliki nilai untuk bisa dihargai.

Sang pembuat juga mengupayakan apa yang diusahakannya atau dengan sebutan Ngupoyo Upo sebagai kalimat penyemangat sehari-harinya.

Dulunya dia pria yang akrab disapa Pak Ji ini sehat namun akibat penyakit penyumbatan tulang belakang maka dirinya harus menjalani operasi pada 2019. Kini, dia mengandalkan kursi roda untuk kegiatan sehari-harinya.

Tak mau berlarut dalam keadaan, pada 2020, dia mencoba membuka usaha keset yang dinilainya tak lekang oleh waktu.

Meski kondisi fisiknya berubah, semangat Sri Pamujih tidak ikut runtuh.

Bermodalkan uang Rp1 juta, setiap gulungan kain dan benang yang ia pintal adalah bentuk perlawanan terhadap rasa tidak berdaya. Baginya, bekerja bukan hanya soal mencari penghasilan, tetapi juga menjaga harga diri dan membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berkarya.

Usaha kecilnya perlahan menarik perhatian warga sekitar. Sejumlah teman dekat membeli keset buatannya untuk dipakai di rumah masing-masing.

Melihat ketekunan itu, Bentoel Group kemudian memberikan dukungan berupa pelatihan hingga pendampingan usaha agar produk Ngupoyo Upo dapat menjangkau pasar yang lebih luas.

Seharinya dia bisa menjualkan 20 keset kecil dan 10 keset besar dengan harga mulai Rp5 ribu hingga Rp20 ribu.

Bantuan tersebut tak hanya meningkatkan produksi, tetapi juga memberi harapan baru baginya dan para penyandang disabilitas lainnya di Malang.

Kini, di balik setiap keset yang ia hasilkan, tersimpan kisah keteguhan dan daya juang.

Dari kursi roda itulah lahir karya yang bukan hanya berguna, tetapi juga menjadi pengingat bahwa kesempatan selalu ada bagi mereka yang mau mencoba, meski jalan yang dihadapi tidak selalu mudah.

Besar harapan Pak Ji untuk menggandeng para teman disabilitas untuk bisa mandiri dengan cara mengajar pelatihan membuat keset.

“Cita-cita saya itu kepingin menggandeng teman-teman disabilitas saya. Disabilitas itu kan cari ekonomi sulit, kerja nggak diterima perusahaan, jadi harus bisa mandiri,” ucapnya.

Hal serupa dijalani  gadis berusia 20 tahun asal Malang bernama Athaya Putri Nirwasita, yang lukisan abstraknya mampu membuat banyak orang kagum.

Sejak kecil, Athaya memiliki hambatan motorik halus dan kesulitan membentuk garis, memahami warna, serta menuangkan imajinasi atau ADHD Slow Learner Dyscalculia.

Selama pandemi, ibunya berinisiatif memberi Athaya berbagai alat dapur seperti sisir, centong, pembersih kaca, dan lainnya sebagai media melukis.

Berangkat dari cara unik ini yang membuat sang anak menorehkan bakatnya dalam melukis abstrak dan sang ibu yang menjadi guru lukis pertamanya.

Athaya bisa melukis selama 15 menit dengan menyesuaikan mood yang dirasakan. Inspirasi karyanya kebanyakan dari pengalaman nyata seperti sehabis melihat berita erupsi Semeru.

Motifnya beragam berdasarkan memori kecil yang diingatnya seperti ayam jago menari, anak burung, kebun binatang, dan pengalaman lain.

Athaya percaya dalam perkataannya, “setiap karya punya cerita.”

Awal cerita saat itu Athaya membuat karyanya menjadi jilbab, kemudian berkembang ke bucket hat, outer, syal, hingga sepatu kanvas.

Dia hanya membuat desain, nantinya penjahitan dilakukan pengrajin khusus untuk tiap produk.

Perjalanannya semakin dikenal dengan terus mengikuti pameran produk mulai dari Malang Fashion Week hingga Kementerian Sosial.

Kemudian, program Kamis Mbois dari Pemkot sangat membantu branding di awal, menaikkan penjualan. Kini, omzetnya rata-rata mencapai Rp7–10 juta per bulan.

 

Disabilitas berdaya

Bentoel Group mendorong perekonomian usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kerajinan dan pangan di Malang, Jawa Timur demi mewujudkan ekonomi berkelanjutan yang menargetkan masyarakat rural.

Pihaknya memiliki kampanye bernama Bangun Bangsa yang berdiri dari tiga pilar yakni lingkungan, sosial dan keberlanjutan.

Dari kampanye itu, diharapkan berkolaborasi bersama daerah lain seperti Malang, sehingga bisa menciptakan inisiatif dan berdampak bagi ekonomi di wilayah tersebut.

Salah satu program dari kampanye itu yakni, Empower Academy Kota Malang adalah program bisnis inkubasi dan pendampingan berkelanjutan untuk kapasitas dan keterampilan pengusaha disabilitas di Kota Malang. Setelah berhasil mencetak 24 wirausahawan disabilitas angkatan ke-1.

Pada 2025 Empower Academy membantu 25 peserta disabilitas baru untuk mengembangkan bisnis mereka dan lima peserta angkatan ke-1 untuk masuk ke dalam tahap pengembangan usaha dan bantuan fasilitas produksi (hypercare).

Selama enam bulan, para peserta mengikuti berbagai pelatihan pengembangan bisnis, yakni pelatihan legalisasi usaha, penjenamaan dan promosi, strategi penjualan, serta media sosial.

Kemudian, pelatihan manajemen keuangan dan pencatatan penjualan, kunjungan mentor dan temu bisnis.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) optimis program Bentoel Group, Empower Academy mampu memberdayakan ekonomi di Desa Bedali, Lawang, Kabupaten Malang.

Salah satunya program Empower Academy yakni Empower Agri, yang menguatkan kapasitas kelompok tani Puspa Agraria dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Puspa Nagari.

Terlebih, kegiatan ini sejalan dengan kolaborasi sinergi antara pemerintah, lembaga pelatihan dan masyarakat desa yang mampu menciptakan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.

Diharapkan, dengan adanya panen melon ini mampu meningkatkan kapasitas dan kepercayaan diri petani desa sehingga diharapkan mampu menembus pasar tingkat regional maupun nasional dan menjadi komoditas unggulan desa.

Kemudian, membuka peluang lapangan kerja baru dan mendorong generasi muda desa untuk terlibat dalam sektor pertanian modern.

Kisah Pak Ji dan Athaya membuktikan bahwa disabilitas bukan penghalang untuk tumbuh dan berdaya. Selama lingkungan memberi ruang, setiap orang dapat menemukan caranya sendiri untuk berkarya.

Melalui warna-warna yang hadir dari alat-alat sederhana, mereka membuka mata bahwa potensi besar sering lahir dari proses yang tak terduga.

Oleh Luthfia Miranda Putri
Editor : Sapto Heru Purnomojoyo

Konten ini dilindungi oleh hak cipta dan dilarang untuk disebarluaskan tanpa izin tertulis dari ANTARA

Pos terkait