judul gambar

Dari Jerami Menguar Wangi, Inovasi Bioetanol Parfum dari Sawah

Dari jerami menguar wangi, inovasi bioetanol parfum dari sawah
Anggota Ukasema menunjukkan parfum yang terbuat dari jerami padi saat Festival Tani di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat 16-17 Agustus 2025. ANTARA/Muhammad Zulfikar

Kota Padang, 27/10 (ANTARA) – Di sebuah pondok kayu sederhana berukuran 4X7 meter, sekelompok orang terlihat sibuk dengan berbagai aktivitas. Ada yang menyiapkan kayu bakar, mengisi air ke dalam drum berukuran besar menggunakan selang, hingga memindahkan tumpukan jerami kering ke salah satu sudut rumah yang bersebelahan dengan pondok kayu.

Tumpukan jerami kering tadi dibagi merata sebelum dicincang. Ada dua perempuan yang telah siap dengan lading di genggamannya. Dengan cekatan, mereka mulai memotong batang padi yang sudah kering itu menjadi potongan-potongan kecil.

Bacaan Lainnya

Usai sekitar satu jam berlalu, tumpukan jerami yang telah dicincang tersebut kembali dibawa ke pondok kayu untuk direbus di dalam drum besi berwarna perak yang sebelumnya sudah berisikan air mendidih.

Ketua Kelompok Usaha Kompos Sejahtera Bersama (Ukasema) Nagari Padang Toboh Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Yul Bahri, mengatakan ibu-ibu yang dibantu mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) tersebut sedang membuat bioetanol untuk bahan campuran utama parfum dari jerami padi.

Pengolahan limbah jerami menjadi parfum itu merupakan kegiatan baru bagi masyarakat di Nagari Padang Toboh Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman. Cerita inovatif, sekaligus inspiratif itu berawal dari dua tahun lalu, ketika tim Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) melalui Aviation Fuel Terminal (AFT) Minangkabau melakukan survei lapangan.

Kala itu, Pertamina menanyakan kesediaan masyarakat sekitar terkait pendampingan dan pembinaan berkelanjutan dalam mengikuti program corporate social responsibility (CSR), atau dana tanggung jawab sosial perusahaan.

Pertamina melalui program pengembangan menggagas Sistem Inovasi Cerdas Kelola Limbah (Si Cadiak). Kata Si Cadiak sendiri diserap dari Bahasa Minangkabau, yakni “cadiak“, yang berarti pintar atau cerdik.

Program inovasi tersebut memiliki sejumlah kegiatan, yang paling menonjol ialah pengolahan limbah jerami menjadi parfum, hingga pupuk kompos bernilai ekonomis. Selama dua tahun mendapatkan pembinaan dari tim AFT Minangkabau, masyarakat yang tergabung dalam Ukasema, kini sukses memproduksi pupuk kompos sebagai substitusi pupuk kimia, serta parfum dengan beragam aroma.

Dulunya, sebelum bertemu dengan tim Pertamina, para petani di Nagari Padang Toboh Ulakan selalu membakar habis tumpukan jerami agar sawah bisa kembali ditanami. Akan tetapi, langkah itu justru menimbulkan masalah lain.

Kepulan asap hitam yang membumbung tinggi menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat, ketika tertiup angin. Selain itu, asap dari pembakaran jerami secara tidak langsung juga ikut berkontribusi terhadap pemanasan global.

“Dahulu, tumpukan jerami ini kami bakar. Tapi setelah mendapatkan edukasi dan bimbingan dari Pertamina, limbah jerami kini diolah menjadi campuran parfum dan pupuk,” kata Yul Bahri.

Sebelum sampai pada titik keberhasilan mengolah limbah menjadi campuran parfum, Yul Bahri mengakui cukup sulit meyakinkan masyarakat. Bahkan, tidak jarang ia mendapat cibiran karena ide itu dianggap tidak masuk akal. Sebab, selama ini masyarakat tahu betul kalau jerami padi mengandung miang, sehingga ketika tersentuh akan menimbulkan rasa gatal atau nyeri pada kulit.

Ia memahami, untuk mengubah pola pikir seseorang butuh waktu dan harus dilakukan secara bertahap lewat pembuktian di lapangan. Lambat laun, tekad Yul Bahri bersama kelompoknya mulai membuahkan hasil. Ia sukses mengajak dan merangkul masyarakat lainnya untuk membentuk kelompok yang kini dinamai Ukasema untuk membuat parfum dari jerami padi.

Awalnya, Yul Bahri juga tidak yakin jerami bisa menjadi campuran parfum, tapi setelah mendapatkan pembekalan dan pelatihan, dia mulai tahu dan yakin.

Saat ini, Ukasema terus aktif memproduksi parfum, hingga kompos dari jerami padi. Bahkan, kelompok tersebut sudah sanggup menebus satu karung jerami kering dengan bobot 50 kilogram dengan harga Rp15 ribu. Masyarakat juga bisa menjual atau mengantarkan langsung jerami kering ke sekretariat Ukasema di Nagari Padang Toboh Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, dengan imbalan pundi-pundi rupiah.

Pada Festival Tani di Nagari Padang Toboh Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, yang berlangsung 16-17 Agustus 2025, kelompok itu berhasil menjual puluhan botol parfum dari jerami padi. Untuk jangka panjang, kelompok binaan Pertamina tersebut bertekad memproduksi lebih banyak parfum jerami agar dapat memenuhi permintaan konsumen.

Kini, semua anggota kelompok itu sudah tidak ragu lagi untuk bermimpi kalau suatu saat parfum ini bisa menembus pasar internasional.

 

Uji laboratorium

Untuk membuat parfum dari jerami padi, terdapat beberapa proses yang mesti dilakukan, mulai dari persiapan bahan-bahan yang dibutuhkan, di antaranya jerami, molase, air, hingga ragi alami. Setelah semuanya terkumpul, semua bahan dibersihkan agar tetap higienis.

Selanjutnya, beralih pada tahap hidrolisis sederhana, yakni memasukkan 10 kilogram jerami kering ke dalam drum yang berisi 200 liter air bersih. Jerami direbus selama sekitar satu jam untuk membantu pelunakan lignoselulosa. Setelahnya, masuk pada tahap pendinginan, dengan suhu sekitar 40 derajat Celsius.

Tahapan berikutnya ialah pencampuran molase dan enzim atau ragi alami. Untuk proses fermentasi membutuhkan waktu tiga, hingga tujuh hari di tempat yang teduh. Apabila sudah tercium aroma alkohol dan busa mulai berkurang, maka proses tersebut sudah bisa dihentikan.

Kemudian, dilakukan destilasi etanol yang meliputi pemisahan ampas jerami dengan cara penyaringan. Hasil penyaringan dimasukkan ke alat destilasi untuk dipanaskan dengan suhu tertentu agar mendapatkan etanol yang berfungsi sebagai bahan utama pembuatan parfum.

Untuk mendapatkan etanol yang berkualitas tinggi, maka proses distilasi sebaiknya dilakukan dua, hingga tiga kali. Setelah semua proses tersebut dilalui, maka etanol dari jerami kering siap dibuat menjadi parfum cair atau padat.

Penelitian jerami menjadi bioetanol senyawa parfum ini melibatkan dua peneliti Universitas Andalas (Unand) Padang, yakni Daimon Syukri dan Efrina Herman. Pengujian laboratorium ini tergolong penting untuk memastikan aspek keamanan dan kesehatan bagi konsumen, sebelum parfum jerami diproduksi dan dikomersilkan.

Efrina Herman mengatakan pengujian sampel di laboratorium Unand meliputi sejumlah tahapan, mulai dari pencacahan jerami kering menjadi ukuran tiga sentimer, pemisahan selulosa dengan hemiselulosa untuk diproses menjadi gula sederhana, hingga terakhir proses fermentasi.

Hasil fermentasi nantinya akan dipanaskan ulang, sebelum menghasilkan bioetanol dari jerami padi yang kemudian digunakan sebagai senyawa parfum. Ia mengatakan pembuatan parfum menggunakan bioetanol jerami kering tergolong unik. Sebab, selama ini campuran parfum menggunakan alkohol atau etanol dari bahan kimia.

Setahu Efrina, belum ada parfum yang menggunakan bioetanol dari jerami dan baru Pertamina yang melakukannya. Perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu merepresentasikan hadirnya negara untuk membantu masyarakat.

Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan Unand, sembilan kilogram jerami padi bisa mendapatkan 1,5 hingga 2 liter bioetanol murni, dengan kandungan 95 persen. Untuk memperoleh bioetanol yang berkualitas, maka proses fermentasi, konsentrasi inokulum serta nutrisi tambahan menjadi kunci utama yang mesti diperhatikan.

Banyak faktor yang mempengaruhi, mulai dari kondisi fermentasi, jenis dan konsentrasi ragi (inokulum), hingga ketersediaan nutrisi tambahan yang mendukung pertumbuhan mikroba.

 

Si Cadiak

Community Development Officer AFT Minangkabau, Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Wahyu Hamdika mengatakan perusahaan tersebut melaksanakan sejumlah program CSR pada 2025, salah satunya Si Cadiak. Program ini memiliki tujuan utama memberdayakan masyarakat lewat potensi yang ada di sekitar lingkungan perusahaan.

Ada beberapa pemberdayaan yang dilakukan, salah satunya pengolahan limbah jerami menjadi pupuk kompos dan parfum.

Dengan memberikan pendampingan, pelatihan yang berkesinambungan kepada kelompok, Pertamina menargetkan ke depannya masyarakat secara aktif mampu mengelola dan memanfaatkan limbah pertanian menjadi produk turunan yang bernilai ekonomis, seperti parfum.

Wahyu mengatakan ide jerami padi menjadi parfum tersebut lahir dari semangat ekonomi hijau dan berkelanjutan. Dari situ, Pertamina berkoordinasi dengan Universitas Andalas (Unand) untuk meneliti terkait kemungkinan jerami diolah menjadi parfum.

Dari hasil uji laboratorium yang dilakukan peneliti dari salah satu perguruan tinggi negeri itu diketahui bahwa kandungan jerami padi bisa diolah menjadi bioetanol yang berfungsi sebagai senyawa pembuatan parfum. Gagasan itu terus dikembangkan, hingga akhirnya berhasil dikomersialkan.

Wahyu mengklaim , pembuatan etanol sebagai senyawa parfum dari limbah jerami ini merupakan pertama kalinya dilakukan di Indonesia.

Setelah kelompok binaan tersebut berhasil menciptakan parfum dari limbah jerami, Pertamina tidak akan berhenti sampai di situ saja. Pembinaan berkelanjutan hingga membantu mencarikan pasar yang lebih luas merupakan target jangka panjang agar pelatihan selama dua tahun itu memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat.

Si Cadiak sendiri tidak hanya sebatas memberikan pendampingan dan pemberdayaan semata, namun lebih dari itu, program tersebut merupakan bentuk nyata komitmen Pertamina mengimplementasikan sustainable development goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan.

Program Si Cadiak berfokus pada poin SDGs tentang pengentasan kemiskinan, energi bersih dan terjangkau, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, inovasi, pemukiman berkelanjutan, hingga penanganan perubahan iklim.

Jadi, Si Cadiak ini sejalan dengan prioritas atau komitmen pemerintah di tingkat nasional, bahkan internasional.

Untuk jangka panjang, Pertamina menargetkan Nagari Padang Toboh Ulakan dapat menjadi desa percontohan bagi daerah lain di Sumatera Barat, bahkan Indonesia pada umumnya, tentang pertanian cerdas iklim. Sebab, berbagai praktik baik pengelolaan lingkungan dapat ditemui langsung pada kelompok Ukasema.

Sejak program Si Cadiak dikenalkan, dua tahun lalu, perubahan perilaku masyarakat yang awalnya tidak begitu peduli dengan lingkungan, kini secara bertahap mulai menyadari pentingnya menjaga kesinambungan.

Oleh Muhammad Zulfikar
Editor : Masuki M Astro

Konten ini dilindungi oleh hak cipta dan dilarang untuk disebarluaskan tanpa izin tertulis dari ANTARA

Pos terkait