“Saya Tidak Punya Uang, Tapi Punya Kebenaran”: Kisah Ipung Menang Lawan PT BTID hingga MA

Ipung
Advokat Siti Sapurah alias Ipung - (Foto: Dok LenteraEsai)

Denpasar, LenteraEsai.id — Perjuangan panjang mencari keadilan akhirnya membuahkan hasil bagi Ipung, warga asli Pulau Serangan, Denpasar. Setelah melalui proses hukum yang melelahkan selama hampir dua tahun, advokat Siti Sapurah (akrab dipanggil Ipung) kembali dinyatakan menang dalam perkara kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI atas gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap PT Bali Turtle Island Development (BTID), Wali Kota Denpasar, Lurah Serangan, dan Desa Adat Serangan.

Perkara yang bermula dari sengketa lahan seluas 710 meter persegi ini merupakan bagian dari Pipil 186 Klass II Persil 15c milik almarhum Daeng Abdul Kadir—mantan Kelian Dinas Banjar Kampung Bugis, Desa Serangan—yang merupakan kakek dari Ipung. Lahan tersebut tidak dapat disertifikatkan karena diklaim oleh PT BTID dan telah diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 82 seluas 647 meter persegi. Selain itu, lahan tersebut juga sempat diklaim oleh Pemerintah Kota Denpasar dan Desa Adat Serangan.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan keyakinannya atas hak waris keluarga dan didukung 15 putusan pengadilan yang dimenangkan keluarganya sejak 1974 hingga 2020, Ipung menggugat ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 3 November 2023. Ia menilai tindakan para tergugat telah melanggar hukum dan merugikan hak miliknya.

Sidang di PN Denpasar berlangsung sembilan bulan dan diwarnai berbagai dinamika. Meskipun sempat muncul isu bahwa dirinya kalah, Ipung tidak menyerah. Ia bahkan berangkat ke Jakarta untuk melapor ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY) RI, membawa surat pengaduan yang ia sebut “surat cinta” serta 53 alat bukti yang telah diajukan di persidangan.

Pada 5 Agustus 2024, Pengadilan Negeri Denpasar memutuskan kemenangan untuk Ipung. Putusan tersebut dikuatkan kembali oleh Pengadilan Tinggi Denpasar pada 2 Oktober 2024 setelah para tergugat mengajukan banding. Tidak puas, pihak tergugat kemudian melanjutkan perkara ke tingkat kasasi di MA RI.

Kendala Teknis hingga Ke Jakarta Lagi

Proses kasasi pun tidak berjalan mulus. Ipung mengaku menghadapi berbagai kendala teknis, mulai dari sistem e-court yang sering bermasalah, kesulitan mengunggah memori kasasi, hingga kehilangan hak jawab karena tidak menerima salinan memori kasasi dari salah satu pihak lawan.

Selama lebih dari tiga bulan, berkas kasasi tidak kunjung dikirim lengkap ke MA. Meskipun PN Denpasar telah menerbitkan surat pengantar pengiriman tertanggal 13 Desember 2024, berkas perkara tidak ditemukan di Kepaniteraan MA RI. Akhirnya, Ipung kembali berangkat ke Jakarta pada Februari 2025, membawa langsung salinan fisik berkas dan rekaman bukti pengiriman melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).

Setelah berbagai upaya dan pelaporan ke Bawas MA, KY RI, dan MA RI, berkas perkara akhirnya dinyatakan lengkap dan didistribusikan ke majelis hakim. Namun, perjalanan belum berakhir. Ia kembali harus menghadap masalah teknis di MA karena gangguan sistem IT yang menyebabkan sidang tidak bisa digelar.

Kemenangan di Mahkamah Agung

Perjuangan tanpa lelah itu akhirnya terbayar. Berdasarkan informasi yang tercantum di laman resmi MA RI, perkara kasasi diputus pada 16 Oktober 2025 dengan status “Ditolak I, II, & III.” Artinya, seluruh permohonan kasasi dari pihak tergugat ditolak, dan Ipung kembali dinyatakan menang.

“Saya bersyukur, keadilan masih bisa saya peroleh tanpa harus membayar atau menggunakan jasa makelar kasus,” ujar Ipung dalam keterangan pers pada media, Senin (20/10/2025) siang.

Ipung berharap, ke depan ia dapat mengambil kembali hak atas tanah keluarganya tanpa hambatan berat. Ia juga meminta aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan maksimal dalam proses eksekusi tanpa melihat kemampuan finansial pihak pencari keadilan.

“Saya tidak punya uang untuk membayar aparat. Saya hanya berharap hukum benar-benar ditegakkan dengan adil,” ujarnya.

Kepada masyarakat, Ipung berpesan agar tidak takut memperjuangkan kebenaran, meski tanpa harta dan kekuasaan.

“Percayalah, masih banyak hakim, polisi, dan ASN yang baik, bersih, dan mau membantu tanpa uang,” tutupnya penuh haru. (LE-Vivi)

Pos terkait