Lewat Difel Cafe, Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Dorong Kemandirian UMKM

Difel Cafe
Suasana kehangatan di Difel Café di Graha Nawasena yang berlokasi di Jalan Kamboja Nomor 4, Denpasar - (Foto: Dok Humas PERTAMINA)

Denpasar, LenteraEsai.id – 20 Oktober 2025 — Di sudut Graha Nawasena, Jalan Kamboja Nomor 4, Denpasar, Difel Café menghadirkan suasana hangat dengan aroma kopi yang menggoda. Yang membuatnya istimewa, para barista di kafe ini merupakan penyandang disabilitas yang kini percaya diri meracik kopi berkat dukungan Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Sanggaran melalui program pemberdayaan ekonomi kreatif “DIFEL (Difabel) Café”.

Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Gantari Jaya, I Nyoman Juniartha atau Jigo, menyampaikan kebanggaannya bisa tetap berkarya. “Dengan keterbatasan, kami tetap bisa berkarya dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa kami mampu,” ujarnya. Program ini menjadi bukti komitmen Pertamina dalam mendukung inklusi sosial dan kemandirian ekonomi bagi penyandang disabilitas.

Bacaan Lainnya

Difel Café lahir pada 2023. Berawal dari ide yang disampaikan pada _Forum Group Discussion_ (FGD) yang digelar bersama Sahabat Disabilitas Kota Denpasar. Pertamina Fuel Terminal Sanggaran yang sejak lama menggulirkan program Sahabat Disabilitas, menangkap aspirasi itu lalu menginisiasi program café yang sepenuhnya dikelola oleh kelompok difabel.

Kolaborasi dengan Dinas Sosial Kota Denpasar, Yayasan Dompet Sosial Madani Bali, dan ARTne Coffee Tabanan melengkapi perjalanan Difel Café. Lokasinya pun strategis: di Graha Nawasena, gedung hibah dari Dinas Sosial yang dikelilingi sekolah dan universitas. Pertamina membekali anggota kelompok dengan pelatihan barista profesional selama enam bulan, peralatan lengkap, bahan baku, hingga seragam.

Bagi Ayu, barista penyandang _low vision_ berusia 53 tahun, kesempatan itu menjadi titik balik dalam hidupnya. “Saya dulu hanya terapis pijat, tapi kini juga bisa jadi barista. Pertamina memberi saya kesempatan kedua untuk berkarya. Walaupun usia saya sudah 50-an, tidak ada kata terlambat untuk belajar,” ucapnya haru.

Cerita serupa datang dari Yudha, seorang barista tuli. Ia mengaku bangga bisa melayani pelanggan dengan kemampuan yang diperoleh dari pelatihan. “Dulu kami belajar enam bulan. Sekarang saya bisa menyajikan kopi dengan percaya diri. Pesan saya untuk teman-teman disabilitas: jangan malu, jangan takut. Kita bisa!” tegasnya melalui bahasa isyarat.

Bagi Jigo sendiri, Difel Café adalah ruang pembuktian diri. Ia pernah bekerja di dunia manajemen F&B sebelum mengalami disabilitas. Dari kursi rodanya, ia ingin menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk terus berkarya. “Nama Difel itu dari diff-ability, artinya dengan keterbatasan kita tetap bisa melakukan apa saja,” katanya.

*Lebih dari Sekadar Kopi*
Sejak berdiri, Difel Café tak hanya melayani pelanggan di Graha Nawasena, tetapi juga aktif berjualan di event budaya dan pameran di Denpasar. Dalam sehari, mereka bisa menjual 20–50 gelas kopi dengan omzet Rp750 ribu hingga Rp2 juta. Menu yang ditawarkan beragam, dari latte, Vietnam drip, matcha, hingga varian non-kopi.

Tak berhenti di kopi, program ini berkembang menjadi _Difel Pastry_, melibatkan keluarga disabilitas untuk memproduksi _croissant_, _puff_, dan _coffee bun_. Kolaborasi itu membuka peluang ekonomi baru sekaligus memperkuat rasa kebersamaan.

Tahun ini, kelompok barista juga mendapat kesempatan melakukan _benchmarking_ ke industri kopi rumahan di Tabanan. Mereka belajar mengenal pohon kopi, proses pasca panen, hingga teknik _roasting_. Dengan begitu, setiap cangkir kopi yang mereka sajikan memiliki cerita otentik, dari hulu hingga hilir.

Bagi Pertamina, Difel Café lebih dari sekadar program CSR, ini merupakan salah satu wujud komitmen Pertamina dalam mendukung inklusi dengan memberikan ruang kesetaraan yang nyata bagi sahabat disabilitas agar bisa berdaya dan mandiri.

“Pertamina percaya setiap individu memiliki potensi. Melalui Difel Café, kami ingin menghadirkan ruang kesetaraan, peluang kerja layak, sekaligus mendukung pencapaian SDGs, khususnya pengurangan kesenjangan dan pertumbuhan ekonomi inklusif,” ujar Ahad Rahedi, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus.

Komitmen ini terlihat dari pendampingan intensif yang dilakukan sejak awal, mulai dari pelatihan, pengadaan mesin kopi, hingga membuka akses ke jaringan mitra. Pertamina Patra Niaga juga mendorong praktik ramah lingkungan, dengan penggunaan paper cup dan sedotan bambu di setiap event.

Kini, Difel Café bukan sekadar tempat membeli kopi. Ia adalah rumah kedua bagi para barista difabel untuk terus belajar dan percaya diri. Setiap cangkir kopi yang disajikan bukan hanya minuman, tetapi juga simbol harapan dan perjuangan.

“Dulu saya pikir hidup saya mentok. Tapi ternyata, dari kopi saya bisa punya mimpi lagi,” kata Ayu sambil tersenyum.

Difel Café menjadi bukti bahwa keterbatasan bukan penghalang. Dari secangkir kopi, lahir semangat baru untuk hidup lebih mandiri, lebih percaya diri, dan lebih setara di tengah masyarakat. (LE-Vivi)

Pos terkait