Mang Dauh: ‘Joged Jaruh’ Tak Cocok Dieksploitir Untuk Menarik Minat Wisatawan

Nyoman Arya Astawa alias Mang Dauh, pemerhati masalah pariwisata asal Buleleng, Bali bagian utara. (Foto: LenteraEsai/Anom Wijaya)

Buleleng, LenteraEsai.id – Tidak bisa dipungkiri, cukup banyak pelancong baik domistik maupun mancanegara yang mengaku begitu terlarik untuk menyaksikan pertunjukan tari ‘joged jaruh’ yang kerap dipertontonkan di beberapa daerah di Pulau Dewata.

Terlebih untuk di Kabupaten Buleleng, ada desa-desa tertentu yang disebut-sebut sebagai ‘pengempon’ dari tarian tradisional yang lebih dikenal dengan sebutan joged bumbung itu. Ironisnya, tarian tradisional yang begitu dinamis, indah dengan kepak kipas atau kepet di tangan sang penari, sering kali dibumbui dengan gerakan erotis berbau pornografi, sehingga belakangan muncul dengan sebutan ‘joged jaruh’.

Bacaan Lainnya

Sejumlah pelancong yang sempat menyaksikan tarian tersebut, mengaku begitu tertarik dengan gerakan-gerakan lentur nan kocak yang ‘dikemas’ dengan adegan-degan terkesan porno dari penampilan tari tersebut. Pada intinya, memang ada sejumlah turis yang begitu suka dengan hal-hal yang terkesan kocak dan berbau pornografi.

Namun demikian, salah seorang pemerhari pariwisata asal Buleleng, Nyoman Arya Astawa, dengan tegas menyatakan keberatan bila tarian ‘joged jaruh’ terus dipertahankan atau bahkan dikembangkan untuk menarik minat wisatawan datang berkunjung ke Pulau Dewata.

“Meski sebagai lelaki normal, saya pribadi, dan juga beberapa teman saya yang bergelut di dunia pariwisata, tidak setuju jika ‘joged jaruh’ terus dieksploitir untuk tujuan mengeduk kedatangan wisatawan,” ujar pria kelahiran Kaliasem, sebuah desa di kawasan Lovina, Kabupaten Buleleng pada 5 Juni 1975 itu.

Beberapa hari lalu, lanjut dia, dirinya bersama beberapa rekan pegiat pariwisata, sempat berdiskusi membahas keberadaan ‘joged jaruh’ yang belakangan malah muncul di media sosial. “Kami mengharapkan adanya koordinasi dari berbagai kalangan, yang ujung-ujungnya dapat mengedukasi para sekeha joged bumbung untuk tidak menyelipkan hal-hal yang berbau pornografi pada pertunjukan tarian tradisional itu,” ucapnya.

Mang Dauh sejauh ini dikenal sebagai seorang pemerhati yang begitu inten dan konsen terhadap masalah kepariwisataan, terutama di wilayah Bali bagian utara. Karenanya, tidak jarang Mang Dauh harus terjun bersama sejumlah kawanannya, atau para teruna-teruni yang bergerak di bidang pariwisata untuk melakukan aksi bersih-bersih di beberapa objek pariwisata yang kondisinya begitu kotor.

“Harapan kami, dengan lingkungan yang bersih pelancong menjadi begitu betah, bahkan pada gilirannya tidak merasa kapok untuk datang lagi melancong ke objek-objek wisata yang ada di Kabupaten Buleleng,” ujarnya, meyakinkan.

Tidak hanya itu, pria yang pernah bekerja selama sembilan tahun di kapal pesiar itu juga sering mengarahkan atau berdiskusi dengan teman-temannya menyangkut suatu kiat yang harus diterapkan bahkan dikembangkan untuk meningkatkan masalah kepariwisataan di daerah yang dijuluki Bumi Panji Sakti.

Berbekal pengalaman yang cukup lama di kapal pesiar yang melanglangbuana ke sejumlah negara, pria yang mengantongi gelar Diploma Pariwisata itu tidak terlalu sulit untuk dapat menganalisa masalah kepariwisataan yang perlu untuk diterapkan dan bahkan dikembangkan di Kabupaten Buleleng.

Berkat anugerah ibu semesta alam, Nyoman Arya Astawa yang abrab disapa Mang Dauh, akhirnya pada tahun 2008 memutuskan untuk mundur dari kapal pesiar, selanjutnya mencoba peruntungan baru dengan membuka usaha kuliner di kawasan Lovina, yang konsumennya sebagian besar wisatawan mancanegara.

“Astungkara, sejak itu tiyang putuskan untuk tidak lagi melanjutkan berkelana di cruise ship dan fokus lurus membuka usaha kecil-kecilan,” ucapnya dalam perbincangan dengan penulis pada Jumat (19/4) siang.

Dinamisnya dunia kepariwisataan sangat berpengaruh kepada kehidupan sosial masyarakat Buleleng pada khususnya serta Bali secara umum. Sehingga, setiap tantangan karena situasi dan kondisi, cukup bermakna bagi Mang Dauh. “Tantangan memberikan pelajaran hidup bikin lebih hidup,” selorohnya sambil menyuruput black coffee Robusta produk Desa Tigawasa, Buleleng.

Menurutnya, Kabupaten Buleleng memiliki cakupan sumber daya alam yang luar biasa lengkap untuk dikembangkan menjadi daya tarik para wisatawan mancanegara, atau lebih sempit lagi Asia bahkan domestik. Potensi yang ada mulai dari pariwisata pertanian, wisata menyelam, air terjun, trekking, cycling dan lain sebagainya.

Khusus untuk pariwisata pertanian, Buleleng sangat lengkap dan tiada duanya di Pulau Dewata. Sebagai contoh, kabupaten lain di Bali tidak memiliki pertanian anggur dan tembakau. “Karenanya, kita harus bersyukur telah diberikan yang lengkap dan anugerah terindah dari Sang Maha Pencipta,” ucapnya, penuh semangat.

Menyikapi perkembangan kapal pesiar yang belakangan lumayan banyak singgah di Pelabuhan Celukan Bawang, cukup menggelitik niat Mang Dauh untuk dapat mengoptimalkan perbaikan insfrastruktur di wilayah Kecamatan Gerokgak, yang sudah masuk dalam kawasan potensial pengembangan pariwisata di dalam tata ruang wilayah Kabupaten Buleleng.

Sebagai pelaku pariwisata dan wakil ketua di Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia Cabang Buleleng, Mang Dauh mengaku akan memaksimalkan rekomendasi kepada pemerintah daerah ataupun pusat terkait perlunya dilakukan perbaikan infrastruktur demi pemerataan multiefek pariwisata terhadap perekonomian masyarakat Denbukit.

Dia meyakini bahwa dengan aneka ragam kearifan lokal budaya di Bumi Panji Sakti, masalah pariwisata budaya adalah hal mutlak untuk dipertahankan sebagai warisan adiluhung para lelangit. Karenanya, kini diperlukan sentuhan humanis dalam perbaikan sumber daya manusia masyarakat di Buleleng.

“Janganlah kita berlomba, atau ingin daerah kita seperti Jimbaran, Kuta, Legian, Seminyak, Canggu, Sanur, Ubud, Tanah Lot, Sidemen, Nusa Penida dan yang lainnya. Tidak seperti itu. Justru kita harus berkolaborasi ‘kulo nuwun’ memohon arahan dari mereka. Bali adalah satu kesatuan yang utuh untuk saling melengkapi,” kata Mang Dauh, mengharapkan.

Mang Dauh menyinggung beberapa potensi yang dimiliki Buleleng yang dapat ditawarkan untuk menjadi daya tarik bagi wisatawan. “Desa Beratan, Kecamatan Sukasada merupakan cikal bakal kerajinan perak di Bali, dan Desa Sawan dengan kerajinan gamelan. Kerajinan tenun Desa Jinengdalem, lukisan kaca Tejakula. Semua ini perlu dikemas demi Buleleng love by the world, bukan Buleleng for the world,” ucapnya.

Mengenai wisata dolphin, snorkling dan scuba diving, Mang Dauh menyebutkan Buleleng sudah goal. Yang perlu ditingkatkan adalah kebersihan lingkungan. Sehubungan dengan itu, Mang Dauh acapkali turun ke lapangan melaksanakan kegiatan bakti sosial kebersihan bersama para truna-truni praktisi pariwisata.

Di samping sebagai praktisi dan pemerhati pariwisata, pria cukup sederhana ini juga turut aktif menyumbangkan pemikiran dan tenaganya di bidang olahraga melalui terjun sebagai pengurus KONI dan Ketua Muaythay Cabang Buleleng. “Semoga di sisa hidup tiyang ini dapat bermakna bagi orang lain. Semua yang kita miliki hanyalah titipanNya,” ucap Mang Dauh menutup pembincangan, seraya memohon pamit untuk melanjutkan kewajibannya sebagai Dewan Penyantun Daerah Kabupaten Buleleng.

Penulis: Anom Wijaya
Redaktur: Yanes Setat

Pos terkait