Kisah Ni Komang, Pelaku UMKM Keramas dan Mimpi Besarnya Rengkuh Disabilitas

Sejumlah karyawan UMKM Bali Ayu sedang berkutat mengupas buah kelapa di workshop yang beramalat di Banjar Maspait, Desa Keramas Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali - (Foto: Dok Bali Ayu Shop)

Gianyar, LenteraEsai.id – Nun di sebuah desa kecil di Pulau Dewata, pohon-pohon kelapa lazim dijumpai tumbuh dengan subur di ladang-ladang penduduk. Sejak zaman dahulu kala, pepohonan kelapa memiliki makna yang tak tergantikan bagi penduduk Pulau Dewata, baik untuk melengkapi keperluan hidup di keseharian, maupun digunakan sebagai rangkaian upakara ketika hendak melangsungkan ritual keagamaan.

Sementara itu, bagi seorang Ni Komang Yatik (47) yang tinggal di Banjar Maspait, Desa Keramas Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, kelapa tidak hanya dimanfaatkan sebagai rangkaian upakara dan untuk bahan memasak belaka. Lebih dari itu, Komang Yatik bahkan mampu ‘mengungkit’ potensi kelapa sehingga menjadi produk yang digemari dan diminati konsumen. Bahkan, berbekal buah kelapa, Komang Yatik mampu menggerakkan usaha UMKM dengan memberdayakan kaum disabilitas untuk diajak tumbuh bersama bisnis kecilnya, Bali Ayu.

Bacaan Lainnya

“Pada tahun 1998, saya memulai usaha dengan membuat produk essential oil, virgin coconut oil  (VCO) dan lilin yang menggunakan bahan baku kelapa. Mengapa kelapa? Ya karena buah kelapa sangat berlimpah ruah di sekitar kampung saya. Misalnya, limbah upacara keagamaan selalu ada buah kelapanya. Selain itu, tentu saja dari hasil panen, karena rata-rata setiap rumah memiliki pohon kelapa di kebunnya. Malah kalau sedang mandi di sungai, saya selalu menemukan buah kelapa hanyut di air. Makanya ketika pulang dari mandi, tangan saya menenteng buah kelapa hasil memungut hanyutan di sungai,” kata Komang Yatik mengawali kisahnya.

Dia melanjutkan, modal usaha yang disiapkan adalah Rp 100 ribu untuk membeli kompor, panci dan sejumlah buah kelapa sebagai bahan baku produk. “Kelapa itu saya olah secara tradisional, karena memang saya sering membantu Memek membuat minyak kelapa ‘tandusan’ untuk dipakai masak sehari-hari. Mengolah buah kelapa menjadi minyak ini bukan pekerjaan yang baru bagi saya. Saya sudah terbiasa mengerjakannya sejak kecil, semenjak sekolah SD malah,” kata Komang Yatik ketika ditemui media LenteraEsai pada Minggu (26/10/2024).

Olahan kelapa berbentuk essential oil, VCO dan lilin ini, awalnya dipasarkan ke sejumlah rumah kos-kosan, tempat spa hingga toko kosmetik di kawasan Gianyar dan Denpasar. Sambutan pasar saat itu masih sayup-sayup dan tidak menunjukkan respon yang maksimal, sehingga Komang Yatik terpikir untuk mengembangkan pasarnya tidak hanya ke pasar domestik.

Akhirnya, Komang Yatik mendirikan sebuah toko sederhana di wilayah Ubud, yang dinilai sarat dengan lalu-lalang wisatawan asing setiap harinya. “Saya mencermati, banyak orang asing saat itu sedang mencari-cari produk yang berbahan alami. Nah ini seperti gayung bersambut, karena memang produk yang saya buat bahannya 100% alami dari buah kelapa. Malah, saat itu saya mulai diversifikasi produk dengan mengkreasi lilin dipadu batok kelapa sehingga lebih artistik. Saya juga mulai menambah jenis produk dengan membuat sabun, body mist, body lotion, body butter dan dan masih banyak produk berbahan kelapa lainnya. Bersamaan dengan itu, saya kemudian secara resmi mengusung merek Bali Ayu,” katanya.

Perlahan-lahan produk Bali Ayu mulai mendapat perhatian dari wisatawan asing yang sedang liburan di Ubud. Setiap hari, selalu ada saja wisatawan yang singgah di toko Bali Ayu. Awalnya hanya sekedar ingin melihat-lihat, sampai akhirnya tertarik membeli produknya, yang dipakai sebagai oleh-oleh ketika mau kembali lagi ke negaranya.

Tidak disangka, saat baru beberapa bulan memulai usaha di tahun 1998 itulah, ternyata menjadi titik balik boomingnya Bali Ayu. Bermula ketika terjadi krisis moneter yang melanda dunia secara global, membuat nilai kurs dolar membubung seolah tinggi. Seketika wisatawan luar negeri seakan membanjiri Bali, dan memborong produk apapun yang ditawarkan karena nilainya menjadi sangat murah bagi mereka.

Demikian pula halnya dengan produk Bali Ayu. Berbagai jenis produk apapun yang ditawarkan, setiap hari selalu nyaris ludes diborong orang-orang asing. “Bahkan, saat toko belum buka saja, puluhan orang asing sudah menunggu di depan pintu masuk. Mereka mengantri dengan sabar menunggu waktu toko dibuka pukul 09.00 WITA. Saya sampai nyaris kewalahan memenuhi pesanan permintaan barang yang tidak henti-henti setiap hari. Untung bahan baku cukup mudah didapatkan di Desa Keramas. Saya kemudian merekrut tenaga kerja dari orang-orang terdekat untuk membantu membuat berbagai macam produk,” ujar Komang Yatik.

Dari kejadian krisis moneter inilah, usaha Bali Ayu melejit dan mendapatkan pelanggan dari berbagai negara. Spanyol, Irlandia, Inggris, Amerika Serikat, Belanda, Jerman dan sejumlah negara Eropa lainnya.

“Kalau orang bilang krisis moneter adalah masa-masa musibah, justru sebaliknya bagi Bali Ayu. Usaha ini menjadi berkembang pesat, meski tentu saja saya tidak menginginkan kondisi ekonomi yang diratapi banyak orang ini, terjadi secara berkepanjangan. Saya hanya menegaskan, bahwa kadang sebuah berkah itu tercipta dari musibah yang terjadi. Tapi apapun itu, dalam menekuni usaha, saya berkomitmen memberikan yang terbaik dan pantang menyerah untuk memperbaiki diri. Dari sikap inilah, saya bersyukur pelanggan Bali Ayu sampai kini menjadi pembeli setia. Meski kami tidak begitu aktif berpromosi di media sosial, namun syukurnya selalu ada saja pembeli baru datang setiap harinya. Entah mendapat info dari mana,” katanya, mempertanyakan.

Karyawan Disabilitas

Seiring perjalanan waktu, Bali Ayu sekarang melenggang nyaris tanpa banyak halangan. Berbagai inovasi produk terus dilakukan, sehingga tercatat sudah ratusan item produk yang dihasilkan setiap hari, untuk memenuhi pesanan pelanggan dari mancanegara dan dalam negeri.

Jika pada awalnya Komang Yatik hanya dibantu oleh karyawan dari kalangan tetangga atau orang-orang di lingkup Desa Keramas, lambat-laun semakin bertambah. Saat ini, karyawan Bali Ayu telah mencapai jumlah 30 orang.

Ada beberapa orang karyawan Bali Ayu yang mengalami disabilitas, yang tetap mendapatkan kesempatan untuk bekerja di bawah payung Bali Ayu.

“Menghadapi mereka, khususnya dari kalangan disabilitas itu yang harus mempunyai kesabaran tersendiri. Jadi tingkat sabarnya harus ditambah kalau menghadapi mereka. Karena misalnya begini, kalau memberi tahu karyawan yang tergolong orang normal, dikasih tahu sekali dua kali, sudah paham dan mampu mengerjakan dengan baik. Nah, kalau orang-orang disabilitas itu, kadang harus dikasih tahu beberapa kali, bisa sampai enam atau tujuh kali, baru paham apa yang harus dikerjakan. Misalnya, pekerjaannya adalah memproduksi sabun, maka harus benar-benar dengan teliti dijelaskan bagaimana step by step, sampai benar-benar paham. Kalau mereka ini sudah paham beneran, hasil kerjanya bagus kok. Tidak melenceng. Tetapi memang kalau mengawali mengajari, itu yang harus ekstra sabar,” kata Komang Yatik seraya menambahkan bahwa masing-masing karyawan ini mendapatkan upah harian Rp 100 ribu per orang.

Salah seorang karyawan Bali Ayu yang disabilitas adalah I Gede Gowindha Maharaj (26). Pria asal Desa Kemenuh, Sukawati ini, telah bergabung sebagai karyawan Bali Ayu sejak tahun 2019. Awalnya Gede Gowindha menjadi staf marketing, dan berkat keluwesan sikapnya, kini lebih banyak menghandle tamu yang berbelanja ke workshop Bali Ayu.

Gede Gowindha sejak lahir memiliki fisik yang berbeda. Dia tidak memiliki tangan kanan. Meski demikian, kondisi ini tidak menghalangi aktivitasnya sehari-hari. Selain aktivitas bekerja di Bali Ayu, Gede Gowindha pun terbilang terampil menjaga ayahnya yang mengalami gangguan jantung.

“Saya mendapatkan informasi lowongan di Bali Ayu dari internet. Saat itu saya baru saja lulus kuliah di universitas terbuka, jurusan managemen. Selesai mengirim lamaran kerja, beberapa hari kemudian saya dipanggil dan akhirnya diterima. Saya bersyukur sekali dapat bergabung sebagai staf Bali Ayu, karena di sini diperlakukan seperti keluarga sendiri. Semua karyawan hubungannya erat, sehingga rata-rata betah bekerja di sini,” ujar Gede Gowindha.

Dia melanjutkan, job desk yang dilakukan adalah mengurusi promo produk Bali Ayu di media sosial. Belakangan pekerjaannya berkembang, lebih banyak menghandle pembeli yang datang, yang setiap hari silih berganti ingin membeli produk Bali Ayu dengan mendatangi langsung workshop Bali Ayu.

“Bertemu dengan pembeli dari berbagai negara, membuat kemampuan bahasa asing saya menjadi makin terasah. Syukurlah, dengan demikian skill saya menjadi berkembang,” ujarnya.

Yang membuat Gede Gowindha merasa betah adalah karena tidak ada diskriminasi sikap di antara sesama karyawan maupun pemilik Bali Ayu, meski dirinya adalah seorang disabilitas. “Sejak awal bergabung di Bali Ayu, saya diperlakukan sama baiknya dengan karyawan lainnya. Saya tidak henti-hentinya bersyukur dengan hal ini,” katanya.

Gede Gowindha menekankan, pekerjaan di Bali Ayu ini memberikan ketentraman batin luar biasa padanya, mengingat dirinya menjadi tulang punggung keluarga, dikarenakan ayahnya sejak dua tahun lalu terkena sakit jantung, sehingga kondisinya menjadi lemah.

Menurutnya, sang ayah gampang capek sejak terkena sakit jantung, sehingga tidak lagi bekerja seperti dulu. Kalau dahulu, ayahnya bekerja sebagai pembuat patung yang kemudian dijual di kawasan Pasar Sukawati.

“Untung saya mempunyai pekerjaan di Bali Ayu, sehingga bisa membiayai ayah berobat dan untuk keperluan hidup sehari-hari. Sebulan sekali, saya membawa ayah kontrol ke rumah sakit. Bersyukur berkat pekerjaan di Bali Ayu, saya tidak kesulitan lagi membiayai kehidupan dan pengobatan ayah saya,” kata Gede Gowindha tidak henti-hentinya bersyukur.

Oleng Saat Pandemi

Meski mengalami perjalanan usaha yang relatif tanpa banyak guncangan, namun ada kalanya Bali Ayu sempat nyaris oleng karena tidak bisa memasarkan produk seperti biasanya. Saat itu terjadi ketika masa pandemi Covid-19. Usaha yang dijalani Komang Yatik seperti luluh lantak, sementara puluhan karyawan menunggu dengan cemas apa masih bisa bertahan di tengah guncangan badai ini.

“Di saat usaha mengalami lesu pada awal tahun 2021 inilah, saya kemudian memutuskan untuk mendaftar sebagai binaan Pertamina. Saya ingin berbenah diri, memperbaiki diri. Mungkin sebelumnya usaha saya sudah eksis, tetapi dengan cobaan pandemi itu, membuat saya memutar otak supaya usaha tetap jalan di situasi seperti apapun,” ujar Komang Yatik.

Setelah menjadi mitra Pertamina, Komang Yatik sangat mensyukuri karena langkahnya tidak salah. “Dengan menjadi binaan Pertamina, saya kemudian mendapatkan pembekalan mengenai pondasi menjalankan usaha. Di mana di sini saya mendapatkan pelatihan mengenai manajemen, marketing, IT, packaging produk sampai kemudian beberapa diajak mengikuti pameran di berbagai daerah di Indonesia. Hasilnya, usaha yang sempat redup saat pandemi menjadi bergeliat kembali,” ujar Komang Yatik dengan mata berbinar cerah.

Ke depan, Komang Yatik berharap supaya usahanya makin berkembang lebih luas lagi. Baik dari sisi kuantitas, kualitas dan jenis produk. “Astungkara ke depan bisa makin dikembangkan. Saya berharap sekali, ke depan nanti Bali Ayu bisa menjadi ‘rumah harapan’ bagi orang-orang disabilitas. Di sini mereka diberi kesempatan untuk menunjukkan pada dunia, bahwa kalau dikasih kesempatan dan ruang untuk berkarya, niscaya mereka akan mampu memperlihatkan bahwa mereka itu bisa. Mereka mampu berdaya. Tidak berbeda dengan manusia lain pada umumnya. Hanya kadang, kesempatan itu yang jarang diberikan pada para disabilitas. Jadi di sinilah, kami mengajak mereka bergabung, menjadi keluarga besar Bali Ayu. Astungkara dapat berkembang bersama, sejahtera bersama,” harap Komang Yatik seraya menegaskan bahwa prinsip bisnis yang selama ini dipegangnya adalah memiliki komitmen untuk teguh menjalani, fokus memberikan produk berkualitas terbaik dan menempatkan pembeli sebagai raja, sehingga wajib mendapatkan layanan terbaik.

Sementara itu, Jr Officer I CSR & SMEPP Pertamina Dhuha Harizuddin Hatman menyatakan bahwa sejak menjadi binaan Pertamina, Bali Ayu telah menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan. Melalui dukungan dari Pertamina, mereka telah mampu meningkatkan kapasitas produksi, mengembangkan pemasaran, serta melakukan improve di berbagai sisi usahanya. Hal ini terlihat dari meningkatnya permintaan produk dan semakin dikenal luasnya merek Bali Ayu, baik di nasional maupun internasional.

“Bali Ayu berperan besar dalam mendorong ekonomi kerakyatan di sekitarnya. Dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal dan memberdayakan masyarakat sekitar sebagai mitra kerja, Bali Ayu turut serta dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan menambah pendapatan bagi warga. Ini juga membantu menjaga kearifan lokal dan memberikan dampak positif bagi ekonomi desa, yang tentu sangat mendukung pertumbuhan ekonomi di tingkat akar rumput,” kata Dhuha ketika dikonfirmasi pada Selasa (29/10/2024).

Dhuha melanjutkan, Komang Yatik adalah sosok inspiratif dalam dunia kewirausahaan, terutama sebagai womenpreneur yang mampu membangun usahanya dari bawah. “Ketekunan, kreativitas, dan keberanian beliau dalam mengambil peluang menjadikan beliau panutan, terutama bagi para wanita yang ingin mengembangkan potensi ekonomi. Beliau menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam ekonomi, tidak hanya sebagai pendukung, tapi juga sebagai pelaku utama dalam bisnis,” ujarnya.

Menurut Dhuha, langkah Bali Ayu merekrut karyawan disabilitas adalah hal yang patut diapresiasi dan menjadi contoh bagi bisnis lainnya. Ini mencerminkan komitmen mereka terhadap inklusivitas dan tanggung jawab sosial yang tinggi. Tidak hanya memberikan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, tetapi juga menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk berkontribusi di dunia kerja. “Harapan kami agar Bali Ayu bisa terus berkembang sehingga dapat menampung lebih banyak lagi karyawan disabilitas. Kami berharap Bali Ayu terus berkembang menjadi usaha yang lebih besar dan berkelanjutan, yang dapat berkontribusi lebih banyak lagi bagi masyarakat sekitar. Kami juga berharap Bali Ayu dapat menjangkau pasar yang lebih luas, baik dalam maupun luar negeri, sehingga nilai-nilai lokal Bali yang mereka usung dapat dikenal di berbagai belahan dunia. Selain itu, semoga Bali Ayu tetap konsisten dalam menjalankan nilai-nilai inklusivitas, pemberdayaan perempuan, dan ekonomi kerakyatan yang telah dilakukan selama ini. (LE-VV)

Pos terkait