Buleleng, LenteraEsai.id – Lovina sebagai barometer kepariwisataan di Kabupaten Buleleng, pada Sabtu (18/5) dilaksanakan Pameran Pariwisata BITE 2024 berbasis masyarakat oleh calon ‘penggede’ Buleleng, Nyoman Arya Astawa. Lokasi pelaksanaannya merupakan titik nol Lovina guna membangkitkan ingatan histori bahwa lokasi itu merupakan tempat pertama kali bendera Merah Putih berkibar di Tanah Denbukit.
Pagelaran pameran pariwisata kali ini merupakan terobosan baru dengan konsep hulu ke hilir sebagai langkah cerdas untuk memfasilitasi setiap potensi sumber daya alam dan seni budaya yang dimiliki oleh beberapa desa di Tanah Denbukit. Bajang-bajang Buleleng yang memiliki idealisme love and care mengambil langkah jemput bola ke beberapa desa untuk dapat ditampilkan maksimal agar lebih dikenal oleh para pelancong dunia maupun domestik.
“Pameran semua potensi wisata yang ada sebagai anugerah yang saling melengkapi, sehingga patut kita padukan. Astungkara ke depannya sebagai kebanggaan Buleleng, dan tentunya atas kuasa Tuhan,” ujar Mang Dauh panggilan keren Nyoman Arya Astawa.
Konsep keseimbangan yang nyegara gunung sebagai implementasi Tri Hita Karana, patut dan pantas digaungkan agar kelestarian semesta alam terjaga. Buleleng yang memiliki pantai terpanjang dari timur ke barat sebagai penghasil ikan laut, wajib dijaga bersama agar setiap generasi dapat mengkonsumsi ikan laut yang telah terbukti meningkatkan bobot kecerdasan manusia.
Bahkan, pertanian di wilayah Kabupaten Buleleng begitu luas dan menghasilkan berbagai macam varietas komoditi berkelas ekspor. Manggis, durian, vanili, kopi, anggur, pala, cengkeh dan lain sebagainya sudah merambah pasar nasional maupun internasional.
Acara pagelaran Pariwisata Buleleng Terpadu 2024 itu dibarengi dengan pementasan seni tari Sura Mangada hasil kreasi Jro Pande Olit. Spirit Sura Mangada ditampilkan untuk membangkitkan semangat satya nindihin tanah pelekadan (satia membela tanah kelahiran).
“Menjelang Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2024, kami ingin membangun semangat warga Buleleng dengan taksu Sura Mangada sebagaimana kobaran api perjuangan rakyat Banjar, Buleleng melawan serdadu Belanda pada tahun 1868,” komentar Jro Pande Olit.
Di samping itu, ditampilkan juga tarian tradisional joged bumbung mebarung (berpadu) guna mengembalikan tarian itu ke pakem aslinya. Penampilan para penari dan penabuh membuat para undangan serta para hadirin terkesima.
“Excellent, terima kasih kepada penyelenggara, masyarakat semua dan semoga acara ini berkelanjutan ke depannya,” komentar Dewa Indra selaku praktisi pariwisata di kawasan Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.
Hiruk pikuk ribuan masyarakat Kaliasem Lovina dan sekitarnya sangat aktif bergotong royong dalam kebersamaan tanpa memandang status untuk menyukseskan kegiatan itu. Panganan tradisional ditata kelola begitu apik sehingga para turis mancanegara berbaur ikut menikmati bersama warga lokal yang datang.
“Dengan local genius, pariwisata yang berkelanjutan harus digaungkan, mengingat memberikan multiplayer efect ke bidang pendidikan, ekonomi kerakyatan serta pengelolaan lingkungan,” celetuk Nyoman Arya Astawa ditemani oleh beberapa pentolan cerdik cendikia yang bergerak dalam pengiriman tenaga kerja ke kapal pesiar.
Mang Dauh berkeinginan pagelaran pariwisata BITE dapat dilaksanakan setiap tahun, agar dapat berkeadilan dalam menampilkan semua desa di Kabupaten Buleleng yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan.
“Ampura lahir bathin karena belum semua desa dapat kami tampilkan, astungkare dituntun oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, tahun berikutnya akan kami masifkan potensi desa yang lainnya,” ucapnya menutup perbincangan yang diamini oleh Putu Andika sebagai Ketua Panitia Penyelenggara BITE 2024.
Pewarta: Anom Wijaya/Vika Jantika
Redaktur: Laurensius Molan







