Denpasar, LenteraEsai.id – Bandar Udara Ngurah Rai Bali yang sempat digadang-gadang akan menjadi salah satu pintu masuk Indonesia sehubungan akan dibukanya kembali jalur penerbangan internasional, ternyata urung dilakukan.
Hal tersebut sesuai dengan surat Dirjen P2P Kementerian Kesehatan Nomor SR.03.04/II/1084/2021 tanggal 28 April 2021 dan hasil koordinasi kantor Otban IV dengan DGCA, di mana pintu masuk (entry point) bagi PPLN hanya diperbolehkan di 4 bandara internasional di tanah air, di luar Bandara Internasional Ngurah Rai Bali.
Keempat bandara yang ditetapkan sebagai pintu masuk PPLN tersebut, masing-masing Cengkareng, Kuala Namo, Juanda dan Manado. Sedangkan Bandara Ngurah Rai tidak termasuk di dalamnya, meskipun untuk cargo masih dibolehkan.
Menanggapi hal tersebut, Wayan Puspa Negara, pengamat pariwisawa asal Bali kepada pers di Denpasar, Senin (3/5) menyatakan, tidak disertakannya Bandara Ngurah Rai sebagai ‘pintu masuk’ sangat tidak masuk logika alias Out The Box di tengah gencarnya persiapan FCC (Green Zone) secara masif yang telah dilakukan oleh pihak bandara dan pemerintah daerah di Bali.
Ia menyebutkan, sesuai dengan statement Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno yang merancang FCC di tiga kawasan yakni Sanur, Nusa Dua dan Ubud, telah dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah dan masyarakat. Ketiga kawasan berikut bandara telah di-FCC, dan hal ini dibuktikan dengan kegiatan vaksinasi Covid-19 yang berjalan masif.
Bahkan khusus untuk kawasan Seminyak Legian Kura, tingkat vaksinasi penduduk dan orang yang beraktivitas di daerah itu, kini sudah menjalani di atas 70%, ucapnya.
Puspa Negara melihat kebijakan yang dibuat dari hasil rapat tersebut ternyata telah mengakibatkan terjadinya efec pembatalan penerbangan Singapore Airline yang berencana start tanggal 4 Mei 2021 dengan penerbangan rutin 2 x dalam seminggu, Singapore-Bali pulang pergi (PP).
Namun kini semua menjadi ‘ambyar’ hanya karena surat yang tidak memperhatikan bahwa Bali adalah destinasi utama Indonesia. “Justru aneh, Bandara Kuala Namo yang mengalami permasalahan test PCR daur ulang, malah dinyatakan boleh beroperasi. Ini sangat tidak logis dari perspektif manapun,” ucapnya.
Oleh karena itu, kata Puspa Negara, dirinya atas nama masyarakat pariwisata Bali memohon kepada Presiden cq Menteri Parekraf, Menteri Kesehatan, Menteri Perhubungan, Otban, Satgas Covid-19 pusat untuk bisa menunjukan alasan atau tolok ukur absolute yang digunakan dalam membuka ke 4 bandara tersebut. Dan untuk Bali, persyaratan apa yang tidak dipenuhi ?.
“Jangan membuat kebijakan yang disinyalemen parsial dan subyektif serta Out of The Box dalam upaya untuk menanggulangi Covid-19 dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Kita ingin melihat cara-cara yang sistematis dengan formula yang presisi terkait situasi saat ini. Jangan pula membuat kebijakan yang cenderung membuat masyarakat menghela nafas dan menggeleng,” katanya, menandaskan.
Di sisi lain, Puspa Negara berharap pihak Bandara Ngurah Rai harus mempunyai bargaining position yang tinggi. Justru ada bukti bahwa negara Singapura melalui maskapainya Singapore Airline sudah melihat Bandara Ngurah Rai dan Bali layak dikunjungi dengan membuat flight schedule 2 x seminggu PP mulai tanggal 4 Mei 2021. Namun kini semua itu terancam batal, ucapnya.
Ia menilai, keputusan untuk tidak membuka Bali sebagai ‘pintu’ penerbangan internasional, adalah antagonistik dan berbalik arah dengan statemen Presiden Joko Widodo yang pada 10 Maret 2021 menyatakan akan membuka Bali secara perlahan melalui FCC kawasan Sanur, Nusa Dua dan Ubud, serta ditambah kawasan Bandara Ngurah Rai. (LE-BD)