judul gambar
HeadlinesKarangasem

Derita Penyakit ‘Gering Gede’, Warga Bunutan Dijauhi Masyarakat

Karangasem, LenteraEsai.id – Nasib kurang beruntung dialami oleh I Ketut Suardana (46), warga asal Banjar Dinas Gulinten, Desa Bunutan, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem yang saat ini menderita penyakit misterius, yang menurut masyarakat disebut penyakit ‘gering gede’ atau ‘sakit gede’.

‘Gering gede’ oleh sebagian warga masyarakat dipercayai sebagai penyakit kutukan dari Tuhan, di mana ciri-cirinya cukup aneh dan ganjil, bahkan kondisinya lebih buruk dari jenis penyakit lain pada umumnya.

Seperti yang diderita Ketut Suardana berupa kaki bengkak, tumbuh bulu dan mengeluarkan bau busuk yang cukup menyengat, oleh sebagian warga dianggap ‘gering gede’ hingga mereka harus menjauhinya.

Dengan penyakit yang dideritanya seperti itu, cukup banyak warga yang menjauhi dan mengucilkan Ketut Suardana. Alasannya macam-macam, mulai dari rasa jijik, tidak kuat menghirup bau busuknya, sampai ke yang takut tertular.

Kalau saja si penderita berusaha untuk bisa keluar rumah untuk menghadiri kegiatan sosial atau keagamaan, misalnya, tidak sedikit warga yang tiba-tiba menjauh.

Demikian pengakuan Ketut Suardana ketika ditemui di rumahnya Banjar Dinas Gulinten, Desa Bunutan, Minggu (25/4) siang. Bahkan, ia juga mengaku pernah tidak diizinkan masuk untuk ikut bersembahyang di sebuah pura karena penyakitnya tersebut.

Menyadari kondisi warga masyarakat yang demikian, Ketut Suardana mengatakan sering harus memilih untuk tidak nimbrung di tempat yang banyak orang. Kalau toh terpaksa, harus menempatkan diri cukup jauh dari orang-orang yang lain.

Saat dia bekerja, apapun barang atau peralatan yang diambilnya, tidak ada orang yang mau memakainya lagi, terkecuali barang atau alat yang dipedang si penderita ‘gering gede’ itu terlebih dahulu dibungkus bagian gagangnya.

Meskipun menderita penyakit yang disebutnya misterius, namun istrinya yang bernama Ni Wayan Setyawati masih sangat setia melayaninya. Selain melayani suami, Setyawati juga harus mencari nafkah dan menyambit rumput untuk pakan ternak sapi yang dipeliharanya.

Untuk menyambung hidup, Setyawati yang dikaruniai empat anak yang masih bersekolah, harus mencari nafkah dengan membut tikar kecil, yang katanya dijual dengan harga lebih murah dibandingkan dengan tikar serupa buatan orang lain.

‘Saya harus jual dengan harga yang lebih murah. Yang penting asal laku saja untuk kebutuhan makan,” kata Setyawati yang juga terjun bertani pada sebidang lahan miliknya, setelah suaminya tak lagi mampu melakukan sembarang perkerjaan.

Mirisnya lagi, lanjut Setyawati, jika ada orang yang tahu kalau tikar yang dijual melalui tangan orang lain itu adalah buatanya, si pembeli tersebut akan mengurungkan niatnya.

“Orang itu pasti tidak mau membeli, karena takut tertular penyakit yang kini hinggap pada suami saya. Oleh sebab itu, saya sangat berharap ada uluran tangan dari orang lain untuk dapat membantu mengurangi penderitaan keluarga kami selama ini,” kata Setyawati yang dibenarkan oleh Suardana.

“Saya sesungguhnya sangat beruntung karena memiliki istri yang sangat setia dan mau menerima saya apa adanya dalam kondisi seperti saat ini,” kata Suardana, penuh haru.

Untuk menyambung hidup keluarga dengan empat anak yang masih belajar di sekolah dasar, Setyawati hanya mengandalkan bekerja sebagai petani, memelihara sapi dan membuat tikar dalam ukuran kecil-kecil.

Melihat kondisi kularga Suardana yang demikian, belakangan pihak Yayasan Kita Peduli yang berkantor di Karangasem, sempat mengulurkan sejumlah bantuan untuk kebutuhan sehari-hari.

Ketua Yayasan Kita Peduli I Ketut Suardana (namanya sama dengan si penderita) ketika dihubungi mengatakan, kondisi keluarga si penderita sangat pantas untuk mendapat uluran tangan. Selain sedang sakit, juga tergolong keluarga yang kurang mampu.

Keluarga tersebut tinggal berenam dalam satu rumah dengan dua tempat tidur. Karenanya, Suardana setiap hari harus tidur di sebuah bale di luar kamar, di mana ruang yang ada hanya cukup untuk tidur istri dan anak-anaknya saja.

Sedangkan untuk pengobatan penyakit yang dideritanya tersebut, Suardana memilih untuk membiarkannya saja karena tidak punya biaya untuk berobat. “Yang paling mengganggunya adalah ketika borok di kakinya tersebut dikerubuti lalat, karena ia sangat takut lalat-lalat itu bertelur di kakinya,” ujar Ketua Yayasan Kita Peduli.

Sementara itu, Kelian Dinas Banjar Gulinten I Nyoman Suandana saat dikonfirmasi membenarkan bahwa warganya tersebut memang menderita penyakit. “Memang benar dia menderita penyakit aneh, sehingga tidak semua warga mau mendekatinya. Mungkin mereka jijik atau takut tertular. Hanya beberapa saja yang mau mendekat,” katanya.

Sedangkan untuk bantuan, Nyoman Suandana mengatakan bahwa dari pihak desa sudah pernah memberikan bantuan berupa sembako, meskipun tidak rutin. Bahkan keluarga si penderita juga pernah mendapat bantuan rehab rumah pada tahun 2016 yang lalu, dan juga sudah pernah mendapat bantuan pangan non tunai (BPNT) dari pemerintah.

“Sedangkan untuk bantuan pengobatan penyakit yang dideritanya saat ini, dari pihak desa memang belum, tapi akan diusahakan untuk segera mendapatkannya,” kata Nyoman Suandana, menjelaskan.  (LE-Jun) 

Lenteraesai.id