judul gambar
BadungHeadlines

Sebagai Tempat Melukat, Sumber Air Suci di Tebing Tukad Penet Badung Kini Ditata Apik

Badung, LenteraEsai.Id.id – Objek wisata alam dan religi berupa Beji Samuan di wilayah Banjar Jemeng, Desa Adat Samuan, Desa Carangsari, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung tidak tergolong sulit untuk dapat menjangkaunya.

Tempat melukat (menyucikan diri) itu dibangun dan dikelola Desa Adat Samuan. Mulai beroperasi tahun 2019. Sudah berjalan kurang lebih dua tahun.

Sesunggunya LenteraEsai (LE) sudah agak lama berencana mengunjungi objek wisata alam dan relegi Beji Samuan yang sudah mulai dikenal luas tersebut. Tetapi baru hari Minggu, 21 Februari 2021 kesampaian. Datang sekitar pukul 15.00 Wita, kali ini sekedar ingin tahu dulu medannya, tidak untuk melakukan ritual malukat (menyucikan diri). Mungkin kesempatan lain baru rencananya datang bersama keluarga untuk malukat. Biasanya mencari hari baik, seperti Purnama (bulan penuh) atau Tilem (bulan mati).

Dari Kota Denpasar, jarak Beji Samuan sekitar 30 kilometer ke arah utara jurusan Petang-Pelaga, Kabupaten Badung. Setelah sampai di Catuspata (perempatan) Desa Desa Adat Samuan, belok kiri mengikuti papan petunjuk arah ke lokasi. Sebelum perempatan sebetulnya juga bisa lurus, 100 meter ke kiri. Jalannya mulus, di kanan kiri jalan tanaman padi yang tengah menghijau menyapa. Tanaman itu bergoyang-goyang karena diterpa angin. Jalur itu hanya berkisar setengah kilometer. Akhirnya sampailah di lokasi. Lahan parkir cukup luas.

Setelah tiba di lokasi objek, petugas berpakaian adat ringan menyapa ramah. Setelah mengenalkan diri dan ngobrol sebentar, kemudian LE meneruskan perjalanan. Baru melangkah dalam beberapa meter, sudah terlihat puluhan pohon enau (aren) berdiri kokoh. Beberapa sudah berbuah. Banyak lagi pepohonan lain berbaris, membuat tempat hijau royo -royo.

Jalan selebar satu meter dari plat dibuat berundak-undak. Dengan pegangan di kanan kiri dari kayu kopi. Jalan/undakan dibuat berbelok-belok, sehingga sangat seni. View di tebing Tukad/Sungai Penet dan sepanjang mata memandang, luar biasa indah. Hanya harus ekstra hati-hati, karena undak kadang berair dan licin. Belum lagi air sungat tampak dari atas, bening. Batu ukuran besar, menengah dan kecil menambah cantik aliran sungai.

Baru sampai pertengahan rute berjalan, air terjun sudah tampak mempesona memanjakan mata. Di tebing sebelah kiri, air dari celah-celah batu berwarna mengalir lewat pancuran. Di situ ada pelinggih Padmasana dan Asagan penuh tumpukan canang. Menandakan hari itu banyak pengunjung datang.

Air pancuran ditampung di telaga, kata Jro Mangku Desa yang ngayah saat itu. Air suci di tempat ini salah satu tempat malukat. Merupakan pasucian Ida Bhatara Pura Desa dan Puseh Samuan. Pejalanan ke bawah menuju sumber Air Campuan dan Sudamala di tepi sungai, masih jauh. Di kedua tempat itu juga tempat umat/pengunjung melujat.

Diawali di Air Campaun, kemudian baru di sumber Air Sudamala berupa air terjun. Air Sudamala adalah pesucian Ida Bhatara Dalem. “Dulu tempat ini sebelum ditata, hanya ada lisik (jalan setapak). Kalau nunas tirta ke sini harus ekstra hati-hati. Kalau kurang waspada bisa kepleset,” tutur Jro Mangku Desa yang masih tergolong berusia muda itu.

Sore hari itu tampak banyak pengunjung. Mereka datang secara rombongan. Ada mengaku dari desa sekitar, seperti Desa Blahkiauh dan lainnya. Mereka melakukan ritual malukat. Dengan membawa sarana upakara misalnya Pejati, Canang dan sebagainya. Pengunjung melukat harus menggunakan kamen (kain).

Menurut petugas, yang selama ini datang melukat hampir dari seluruh Bali, serta dari luar daerah seperti Jawa, Madura, Lombok dan bahkan wisatawan mancanegara. Mereka yang non Hindu harus mengikuti tatacara yang berlaku di Taman Beji. Pengelola juga menyediakan kain. Dan di sana hanya menerima punia (sumbangan) seihklasnya. Tidak menerapkan harga karcis atau tiket masuk. “Pengunjung hanya mapunia,” kata petugas, menjelaskan.  (LE/Ima)

Lenteraesai.id