judul gambar
DenpasarHeadlines

Jaksa: Kasus Manipulasi Sewa Lahan Milik Banjar di Gianyar, Prosesnya Tidak Dihentikan

Denpasar, LenteraEsai.id – INPW, yang adalah Bendesa Adat Keramas, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan memanipulasi uang sewa lahan milik Banjar Delod Peken, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
INPW tercatat telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus itu pada 18 Mei 2018 oleh tim penyidik Polda Bali, atau telah lebih dari 2 tahun silam.
I Gusti Agung Suadnyana, seorang pelapor yang warga Delod Peken, kepada pers di Denpasar, Rabu (18/11) mengatakan, kasus panipulasi tersebut bermula dari tersangka INPW diberi kuasa untuk menyewakan lahan milik banjar seluas 56 are. Saat itu tersangka masih menjabat sebagai Kelian Banjar Delod Peken.
Dalam rapat banjar, disepakati harga sewa lahan Rp 3 juta per tahun. Di sana tersangka lalu menyewakan lahan kepada warga asing selama 25 tahun. Belum habis kontrak, warga asing tersebut kembali memperpanjang sewa selama 28 tahun sehingga menjadi 53 tahun.
Namun yang menjadi persoalan, kata Agung Suadnyana, tersangka diduga menaikkan harga sewa dari Rp 3 juta per tahun menjadi Rp 3,3 juta. Ini diketahui ketika ada dana pembayaran sewa lahan masuk ke rekening banjar.
“Awalnya dana lebih tersebut dikatakan dana titipan. Kemudian prajuru mencoba menelusuri ke pengontrak dan di sana ditemukan akte di mana disebutkan bahwa kontrak tanah Rp 3,3 juta per tahun,” ucap Agung Suadnyana, menjelaskan.
Atas kejadian tersebut, prajuru desa melaporkannya ke pihak Polda Bali. Namun yang menjadi persoalan, kasus ini seolah mengambang. Padahal INPW sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali sejak 2018 silam.
“Ini kan kasusnya sudah berlangsung sangat lama, kami sebagai warga minta keadilan dari aparat penegak hukum,” ujarnya, mempertanyakan.
Sementara pihak kejaksaan dalam hal ini Kejakasan Tinggi (Kejati) Bali saat dikonfirmasi terkait perkembangan kasus tersebut, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke penyidik Polda Bali.
Kasi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali A Luga Herliano yang ditemui di ruang kerjanya, Rabu (18/11) mengatakan, dengan dikembalikannya SPDP kepada penyidik, bukan berarti kasus ini dihentikan.
“Kalau penyidik masih mau melanjutkan perkara itu sah-sah saja. Nanti kan tinggal dikirim SPDP baru ke pada kami di kejaksaan,” kata pejabat yang akrab disapa Luga.
Ditanya mengapa pihak kejaksaan dalam hal ini jaksa peniliti sampai mengembalikan SPDP ke penyidik ?, Luga mengatakan karena masa atau tenggat waktu penyidik untuk dapat memenuhi petunjuk jaksa sudah habis.
Luga lalu menceritakan asal mula berkas perkara kasus ini masuk ke kejaksaan hingga ke pengembalian SPDP. Diceritakannya, berkas masuk pada 5 Maret 2020. Setelah dipelajari jaksa peneliti, di bulan yang sama jaksa peneliti mengirim petunjuk sebanyak dua kali ke penyidik.
“Karena setelah 3 bulan usai diberi petunjuk oleh jaksa tidak ada kabar, jaksa mengirim surat ke penyidik yang isinya meminta perkembangan atas petunjuk yang sudah diberikan itu,” ucap pejabat asal Medan ini.
Di bulan Juli 2020, lanjut Luga, surat itu dibalas pihak penyidik dengan mengatakan belum bisa memenuhi petunjuk jaksa untuk melakukan pemeriksaan saksi-saksi karena terhalang Covid-19.
Atas alasan itu, jaksa peneliti masih menunggu hingga September 2020. “Karena hingga bulan September belum juga ada kabar, jaksa peneliti akhirnya mengembalikan SPDP ke penyidik,” ungkapnya.
Kemudian di tanggal 30 September 2020, penyidik kembali mengirim SPDP. Namun menurut Luga, penyidik saat ini baru sebatas mengirim SPDP. “Belum ada berkas masuk, yang masuk baru SPDP saja,” ujar Luga.
Setelah SPDP masuk, kejaksaan langsung menunjuk jaksa peniliti. Menurut Luga, jaksa peniliti yang ditunjuk masih sama dengan jaksa yang sebelumnya, yaitu Anak Agung Putra dan Gusti Widana.
“Ada penambahan satu jaksa lagi yaitu jaksa Dewa Anom Rai,” kata mantan Kacabjari Nusa Penida itu. (LE-PN)
Lenteraesai.id