judul gambar
DenpasarHeadlines

Cacat Fisik dan Hidup Sendirian, Lahan Milik Dewa Oka Malah Disertifikatkan Tetangga

Denpasar, LenteraEsai.id – Dewa Nyoman Oka, penyandang disabilitas korban penyerobotan tanah kembali mendatangi Kejaksaan Tinggi Bali untuk menanyakan kelanjutan kasus yang sebelumnya sempat didadukan pihaknya kepada aparat penegak hukum.

Kedatangan Dewa Nyoman Oka yang didampingi Dewa Putu Sudarsana selaku perwakilan keluarga, diterima Kasipenkum Kejati Bali Luga Banjarnahor di Kantor Kejati Bali di Denpasar, Rabu (1/7) siang.

Pada kesempatan itu, Dewa Nyoman Oka mempertanyakan kelanjutan kasus menyerobotan lahan miliknya yang melibatkan mantan Kepala Desa Pejeng Kaja I Dewa Putu Artha Putra, Bendesa Adat I Wayan Artawan dan Kepala Dusun I Nyoman Sujendra.

Ketiga orang tersebut nyata-nyata telah membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Sebidang Tanah tertanggal 15 Mei 2013, di mana dalam surat tersebut menghapus keberadaan Dewa Nyoman Oka sebagai pemilik tanah yang sah. Namun, sampai sekarang proses hukumnya belum ada kejelasan, kata Dewa Putu Sudarsana, mempertanyakan.

Sementara dua pelaku persekongkolan dengan ketiga orang tersebut, yakni Dewa Merta dan Dewa Swastika, telah dijatuhi hukuman penjara oleh majelis hakim yang menyidangkannya.

Menanggapi itu, Kasipidum menyebutkan bahwa keterlibatan ketiga orang tersebut masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan polisi.

“Menurut info yang kami dapat, kasus ini masih P19. Artinya masih dilakukan penyelidikan dikarenakan ada bekas yang belum lengkap dari penyidik Polda Bali. Tapi pada prinsipnya kami masih menunggu,” kata Kasipenkum Luga Banjarnahor saat menerima kedatangan Dewa Nyoman Oka yang didampingi Dewa Putu Sudarsana.

Pada prinsipnya, lanjut Luga Banjarnahor, Kejati Bali selalu memandang sama semua kasus tanpa tebang pilih dan selalu berpegang pada prinsip kesetaraan dalam hukum (equality before the law).

Kasipenkum menyatakan itu untuk menjawab keraguan pihak keluarga korban disabilitas Dewa Nyoman Oka yang kasusnya sudah diputus dengan putusan MA No: 1/Panmud Pidana/2020 1096 K/2019 yang implikasinya dua terpidana yakni Dewa Merta dan Dewa Swastika telah dilakukan penahanan setelah sebelumnya berstatus tahanan kota.

“Persoalannya sekarang, kapankah tersangka lain yakni mantan Kepala Desa, Bendesa Adat dan Kelian Dinas atas nama I Dewa Putu Artha Putra, I Wayan Artawan dan I Nyoman Sujendra yang terlibat dalam proses pemalsuan surat hingga terbitnya sertifikat tanah di Desa Pejeng Kaja, Kabupaten Gianyar diadili?,” ujar Dewa Putu Sudarsana, perwakilan keluarga korban disabilitas mempertanyakan.

Merujuk dari bukti-bukti otentik selama persidangan, ketiganya pernah memberikan surat keterangan palsu dalam permohonan surat sporadik para terdakwa. Selain itu, ketiganya juga terlibat dalam proses pemalsuan surat hingga terbitnya sertifikat tanah di Desa Pejeng Kaja Gianyar dengan korban Dewa Nyoman Oka.

Dewa Sudarsana berharap mereka juga harus dilakukan proses hukum untuk tegaknya keadilan. “Sekarang, dua pelakunya sudah dimasukkan ke jeruji besi. Sedangkan tiga lainnya masih bebas meski telah berstatus tersangka,” ujar Dewa Sudarsana.

“Kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak terutama Kejati Bali yang telah memberikan atensi yang baik dengan menerima kedatangan kami untuk mempertanyakan kelanjutan kasus ini,” kata Dewa Sudarsana.

Kasus ini bergulir karena adanya persengkongkolan lima pelaku terkait tanah yang telah ditempati keluarga Dewa Nyoman Oka sejak puluhan tahun, yang tiba-tiba disertifikatkan oleh Dewa Merta dan Dewa Swastika yang masih kerabat jauh Dewa Oka.

Diceritakan, Dewa Nyoman Oka hidup sebatangkara dan mengalami cacat fisik. Di luar dugaannya tanah warisan yang dikuasai dan ditempatinya disertifikatkan oleh tetangganya Dewa Merta dan Dewa Swastika yang dibantu oleh Kepala Desa Pejeng Kaja (waktu itu) I Dewa Putu Artha Putra, Bendesa Adat I Wayan Artawan dan Kepala Dusun I Nyoman Sujendra dengan membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah tertanggal 15 Mei 2013, dimana dalam surat tersebut menghapus keberadaan Dewa Nyoman Oka.

Dengan demikian, terbitlah SHM Nomor 886/Desa Pejeng Kaja atas nama Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Ketut Ngurah Swastika. Atas perbuatan Dewa Merta dan Dewa Swastika tersebut akhirnya pihak keluarga Dewa Nyoman Oka melaporkan surat palsu tersebut hingga kasusnya kemudian bergulir ke pengadilan.

Dewa Merta dan Dewa Swastika akhirnya divonis hakim masing-masing 2 tahun 6 bulan penjara. Sedangkan I Dewa Putu Artha Putra, I Wayan Artawan dan I Nyoman Sujendra saat ini masih berstatus tersangka di Polda Bali.

Seperti diketahui, laporan telah dibuat untuk kelima orang tersebut pada 24 November 2017, kemudian ditingkatkan dengan status menjadi tersangka pada 9 Juni 2018. Dari kelima tersangka tersebut, atas petunjuk JPU dijadikan 2 berkas, 1 berkas 2 terdakwa kakak beradik Dewa Merta dan Dewa Swastika.

“Sedangkan berkas satunya lagi untuk 3 tersangka sampai hari ini masih belum jelas, walaupun berkasnya sudah bolak-balik dari JPU ke penyidik Polda Bali. Terakhir, sudah 4 bulan berkas tersebut belum juga dikembalikan lagi ke JPU di Kejaksaan Tinggi Bali,” kata Dewa Sudarsana, menjelaskan. (LE-DP)

Lenteraesai.id