judul gambar
DenpasarHeadlines

Stok ARV Untuk Kebutuhan ODHIV Mulai Menipis

Denpasar, LenteraEsai.id – Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba) menggelar diskusi terkait kelangkaan obat antiretroviral (ARV) di Bali dan Indonesia pada Senin (9/3/2020), di Kubu Kopi Denpasar. 

Antiretroviral (ARV) merupakan obat yang penting untuk penderita  HIV (ODHIV). Hal tersebut karena hanya ARV yang mampu meningkatkan kualitas hidup ODHIV apabila diminum secara teratur dan tepat waktu sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.

World Health Organitation (WHO) sudah mengakui bahwa ARV merupakan kombinasi obat untuk memperlambat pertumbuhan HIV. Apabila ARV tidak diminum secara teratur dan tepat waktu, maka akan membuat resistensi terhadap virus HIV, dan hal tersebut akan berdampak pada kegagalan terapi ARV.

Kegagalan terapi tersebut dapat mengakibatkan penurunan kesehatan terhadap ODHIV bahkan sampai menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan infeksi opportunistik yang dihadapi oleh ODHIV karena tidak mengkonsumsi ARV.

Perlu diketahui, bahwa dengan mengkonsumsi ARV setiap hari secara teratur dan tepat waktu merupakan nyawa bagi orang yang terinfeksi HIV. 

ARV yang disubsidi oleh pemerintah melalui Kementrian Kesehatan saat ini ketersediaannya mulai menipis pada setiap layanan kesehatan. Sehingga banyak ODHIV yang mengkhawatirkan ketersediaan obat ARV di layanan, baik itu pemberian obat ARV yang diberikan secara terbatas maupun obat ARV yang akan mendekati masa kedaluarsanya.

Kekhawatiran ini bukan hanya dirasakan di Bali saja, namun para pengguna ARV di tingkat nasional pun juga ikut mengkhawatirkan hal yang sama. Dalam kondisi tersebut, beberapa komunitas yang bergerak di bidang penanggulangan HIV/AIDS meminta kepada Dinas Kesehatan Provinsi Bali untuk dapat melakukan pengecekan dan kontrol terhadap ketersediaan obat ARV di Bali.

Ketua Yayasan Kesehatan Bali I Made Adi Mantara mengatakan bahwa pihaknya sejak tahun 2019 sudah memprediksi ARV bakal menipis. Ini dikarenakan pengadaan ARV dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah tidak berjalan, sehingga pengadaan ARV gagal.

“Dari sana kami sudah was-was (khawatir) pengadaan ARV hanya bersandar dari dukungan internasional dan ternyata benar di tahun 2019 kemarin sampai Desember itu dilakukan oleh dukungan international. Sayangnya, di tahun 2020 hingga bulan ini tidak ada kejelasan terkait pengadaa ARV,” kata Made Adi Mantara, mempertanyakan.

Ia menyebutkan, di Bali sendiri ada 8.000-an orang yang membutuhkan ARV dengan tingkatan usia dari 25 sampai 35 tahun. Sedangkan, obat ARV di Bali tersedia stok untuk kurang lebih 2 bulan ke depan.

“Itupun tidak semua jenis ARV yang dibutuhkan ada, beberapa yang masih kosong,” ujarnya, menjelaskan.

Sejauh ini, kata dia, pengadaan ARV diambil langsung dari anggaran APBN sebesar Rp 180 miliar. Namun untuk tahun ini hanya dianggarkan sebesar Rp 90 miliar, dan sisanya di-support oleh GF (Global Fund).

Sedangkan untuk saat ini, Made Adi Mantara mengungkapkan beberapa ARV memang sudah datang. Namun bersamaan dengan itu beberapa stok sudah menipis, sehingga diharapkan untuk ke depannya dapat mencukupi. (LE-Tia)

Comment

Comment here

Lenteraesai.id